0.4

301 72 5
                                    

Rangga POV


Gue barusan pergi dari rumah. Suntuk rasanya harus tiduran tiap saat tanpa ada tujuan. Gue kendarain motor ugal ugalan. Gue gatau kenapa isi otak gue tiba-tiba mikirin Kanaya terus, apa ini rasa bersalah? Gue singkirin pikiran itu, gue fokus ngendarain motornya. Beberapa kali gue hampir nabrak orang, gue susah fokus kali ini, mungkin karena gue berusaha nyingkirin Kanaya dari pikiran gue tapi itu ganggu gue dalam perjalanan.

Akhirnya gue sampe di suatu rumah. Gue inget banget, dulu gue sering kesini, bahkan hampir setiap hari. Sesekali gue inget, Kanaya selalu minta gue buat dateng ke rumah ini  sekedar cuma mampir lima menit sampai beberapa jam. Indah, gak ada namanya miss komunikasi waktu itu. Kalau sekarang? Bahkan komunikasi aja jarang.

Gue turun dari motor, natap rumah itu bentar. Kira-kira ada Kanaya gak ya?

"Permisi!" ucapku.

Belum lama setelah gue bilang permisi, ada seseorang yang buka pintu gerbang warna hitam pekat itu. Jantung gue mulai berdegup lebih kenceng. Dalam hati gue berdoa semoga itu Kanaya, tapi gue juga berdoa itu bukan Kanaya.

"Cari siapa, mas?" seorang laki-laki datang dari balik gerbang itu. Kayaknya dia satpam, pake seragam dengan rapi juga sepatu hitam pekat layaknya satpam rumah pada umumnya.

"Anu," gak tau kenapa gue malah ngeluarin kata itu, gugup. Gue gugup banget saat ini. "Kanaya nya ada pak?" gue berani tanya itu setelah sekian lama gue seolah-olah gak peduli sama dia.

"Oh, non Kanaya sekarang gak tinggal disini, mas. " balas Pak Eko, gue gak sengaja lihat nickname yang ada di seragamnya. Denger jawaban Pak Eko ada sedikit rasa kecewa yang tiba-tiba muncul.

"Oh gitu ya pak? Yaudah pak, makasih." ucap gue lalu pergi dari rumah itu. Gue sebenernya penasaran sekarang Kanaya dimana, tapi gengsi buat tanya. Jadi gue pikir itu gapenting, toh nanti gue juga bisa tanya Kanaya langsung.

Kalau gak gengsi.

--

Kanaya terbangun, membuka matanya dan mengusapnya perlahan. Ia lupa apa yang terjadi padanya sebelum ini. Kanaya menatap Matem yang kini ada dihadapannya.

"Tem.." panggil Kanaya perlahan. Kepalanya masih terasa berat sebelah.

Kanaya yang masih merasakan pusing berniat untuk duduk. Matem membantu Kanaya ke posisi duduk. "Jam berapa sekarang?" tanya Kanaya. Seakan-akan waktu berhenti setelah Kanaya sadar, ia menghancurkan schedule yang seharusnya ia lakukan hari ini.

"Empat sore." jawab Matem setelah melihat waktu pada jam tangan yang melingkar erat di tangannya.

Kanaya mengangguk, ia sedikit terkejut setelah tau saat ini pukul empat sore. Ia kembali menatap Matem, "Yaudah tem lo pulang aja, toh gue udah sadar kan," ucap Kanaya tak mau merepotkan Matem lagi.

"Gue gak akan pulang kalau lo belum makan." ucapnya lalu berdiri mengambil sekotak bubur yang masih hangat.

"Buka mulutnya," ucap Matem menyodorkan sesendok bubur kehadapan Kanaya.

"Gue bisa sendiri tem." ucap Kanaya menepis pelan sendok itu.

"Nurut apa susahnya si," ucap Matem.

Kanaya yang sudah merasa enakan mendudukan dirinya pada kursi kayu di balkon kosan, menatap langit sore yang agak berwarna merah dan sekali kali bersenandung merdu. Matem baru saja pamit pulang, katanya ia ada acara. Baguslah dia pulang, Kanaya juga tak mau merepotkan Matem lagi.

Lost Fighter | Dita  [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang