Rangga melangkahkan kakinya masuk kedalam rumah Kanaya. Semua nya terkejut melihat Rangga datang kerumah ini dengan tujuan menjenguk Kanaya. Rangga meletakkan pantatnya di atas sofa bewarna coklat susu yang ada di rumah ini, Rangga meletakkan sebuah plastik yang sedari tadi ia tenteng di atas meja diantara sofa itu.
"Ekhem, guys.." ucap Kanaya memberi kode kepada ketiga temannya untuk meninggalkan ruang tamu dan menyisakan Rangga dan Kanaya.
Hanung, Matem, dan Lia yang paham lalu meninggalkan tempat itu. Mereka beralih ke ruang santai yang tidak jauh dari ruang tamu, jadi mereka dapat mendengarkan pembicaraan antara Rangga dan Kanaya dengan jelas.
Kanaya menatap kembali Rangga, "Ada apa, ngga? Tumben sampai kerumah koko." tanya Kanaya dengan penasaran. Pasalnya, Rangga saja tidak tahu bahwa Aheng memiliki rumah sendiri.
"Gue yang harusnya nanya." balas Rangga dengan sedikit tegas. "Lo gapapa?" Rangga mulai melontarkan pertanyaan.
"Gapapa, santai aja." jawab Kanaya dengan kalimat favoritnya.
Rangga hanya menggelengkan kepalanya, tak habis dengan gadi yang ada di hadapan nya. "Makannya lo gausah coba-coba jadi pahlawan buat gue, lihat kan apa akibatnya? Lo tu aleman, gausah jadi pahlawan kesiangan deh, gak guna. Gue bisa sendiri." ucap Rangga dengan nada yang memojokkan Kanaya. Rangga berbicara seolah-olah semua ini salah Kanaya, tanpa ada kata maaf dari mulutnya.
Kanaya terdiam sejenak, hatinya semakin rapuh. Ekspetasi yang sudah ia bangun semenjak Rangga duduk di hadapannya hancur berantakan. Kanaya pikir, Rangga akan meminta maaf atau sekedar memberi semangat, ternyata?
"Ma-"
"Lo ngapain sih?! Tujuan lo dateng kesini buat apa?!" Matem tak kuasa menahan amarahnya mendengar perkataan Rangga tadi. "Gue kasih tau ya! Kanaya dateng kesana, buat nyelametin lo! Makasih kek, malah nyalahin orang." lanjut Matem dengan nada suara yang mulai meninggi.
"Lo gatau apa-apa, lo gak seharusnya ikut campur ya." balas Rangga dengan santai.
"Gue emang gak ada disana, tapi gue tau niat Kanaya kesana buat apa. Lo yang seharusnya intropeksi diri sebelum nyalahin orang. Lo kalau mau mikir pake otaknya, lo gak punya otak kah? Buat jaga omongan aja susah." ucapan Matem membuat suasana semakin tegang, ditambah dengan Rangga yang sepertinya terpancing.
"Makasih, tapi gue gak butuh lo, gue bisa sendiri." final Rangga sembari menunjuk Kanaya dengan telunjuknya dan pergi meninggalkan rumah ini.
Matem menetralkan amarahnya dengan menarik napas lebih dalam dan perlahan, tangannya sudah mengepal kurang menunggu waktu yang tempat untuk mengarahkan ke wajah Rangga.
"Anjing tu anak!" maki Hanung setelah melihat Rangga meninggalkan mereka.
"Udah gapapa, santai aja." ucap Kanaya dengan kalimat favoritnya lagi.
"Gipipi sintii iji, halah basi, nay!" sahut Lia yang tak kalah emosi melihat respon Kanaya yang selalu seperti itu.
Kanaya tersenyum.
Kerusuhan terjadi di meja makan saat ketiga teman Kanaya menikmati makan siang yang di sajikan oleh seorang paruh baya yang bekerja di rumah ini. Kerusuhan dimulai karena Lia memancing Matem perihal gadis yang Matem sukai.
"Diem ah, Li! Lo cepuan orangnya." ucap Matem dengan muka kesal. Mulut Lia memang sedikit ember, susah untuk di percaya.
"HAHAHA! Gue gak bayangin Matem ngajak Gisel kencan di depan ruang BK," ucap Hanung mengulangi cerita yang sudah Lia sebarkan. Kanaya juga memikirkan hal yang sama dengan Hanung.
"Udah diem!" ucap Matem meakhiri topik yang membuatnya kembali malu.
Kerusuhan itu berlanjut saat Matem mulai bertanya kepada Kanaya bagaimana tata cara yang baik saat berkencan, Kanaya hanya memberitahu sikap Rangga dulu saat berkencan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost Fighter | Dita [REVISI]
FanfictionKetika takdir bertindak, semua akan terlaksana tanpa terkecuali, termasuk kepulangan sang benang raja yang menghiasi kalbu. "Kau bagaikan benang raja yang datang hanya untuk sementara namun menghias semua dan pergi meninggalkan renjana yang membekas...