3. Struggle

133 32 18
                                    

🦋🦋🦋

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🦋🦋🦋

Acara minum boba dan makan beberapa camilan khas Kafe sudah selesai. Mereka tidak berbincang banyak karena rasa canggung yang menjadi-jadi. Aruna juga merasa kurang nyaman untuk bercerita lebih jelas. Tidak apa menurut Nathan, setidaknya voucher itu tidak kedaluwarsa disimpan dalam laci kamarnya.

Tidak ada percakapan yang menarik antara mereka selain Mumu yang telah tenang di sana.

Kaki mereka terkadang melangkah dengan sama, kompak seperti sedang baris berbaris. Nathan yang menyadari itu hanya menyembunyikan senyumnya.

"Kenapa dipanggil Una?" tanya Nathan penasaran sejak kemarin malam. Sekaligus mencari topik lagi. Gadis di sampingnya lantas menatapnya sebentar.

"Panggilan kesayangan dari ayah sama ibu aku," jawabnya.

"Oh, ya? Kalau gitu boleh ikut manggil Una?"

"Nggak boleh!" Aruna tertawa pelan sembari menyilangkan kedua tangannya. Menolak keras permintaan Nathan.

"Kenapa?" Nathan kini dibuat penasaran sekaligus heran.

"Karena yang manggil aku Una cuma orang terdekat aja," jelasnya.

"Oke, Una!" Nathan tersenyum lebar seraya memandangi wajah Aruna begitu dekat. "Jadi... Sekarang saya masuk daftar orang terdekat kamu, kan?"

Menyebalkan memang, tapi juga amat mengejutkan. Mengejutkan karena hal sepele itu jantung Aruna berdetak lebih cepat. Padahal mereka baru mengobrol sedikit di dalam. Tapi rasanya sudah muncul rasa nyaman saat berbincang. Nyaman dalam arti pembicaraan mereka nyambung meski singkat. Setelah membahas kematian kucingnya, Aruna berpikir bahwa Nathan aku menertawainya seperti bagaimana orang lain di sekitarnya. Namun ia salah, Nathan terlihat sedih mendengar ceritanya.

Tangannya tiba-tiba menggaruk belakang telinganya sendiri. Tidak perlu heran, Aruna memang begitu ketika dirinya merasa gugup. Seperti halnya saat ini. Nathan bukannya berhenti, malah semakin memandangi wajah gadis itu dengan seksama. Aruna merasa semakin tidak tahan dengan rasa gugupnya.

"Ngapain sih?! Lihat-lihat, emangnya aku pisang?" Langkah Aruna dipercepat sehingga dia meninggalkan Nathan di belakang. Dalam hatinya Aruna membatin, "sadar! Sadar!"

"Pisang?" Nathan sedang dalam mode lag. Setelah detik ke sepuluh dia tersadar. "Saya monyet, gitu?" Telunjuknya menunjuk pada dadanya sendiri. Kemudian dia berlari menyusul langkah cepat Aruna di depan.

"Oh, iya—"

Bukh!

Akibat Aruna yang berhenti secara mendadak tanpa memberi aba sedikit pun, Nathan nyaris jatuh karena saling bertubruk dengan tubuh Aruna. Sama seperti Nathan, jika saja Aruna tidak bergerak cepat sudah bisa dipastikan ia terjatuh ke tanah, persis dekat tai kucing. Nyaris sekali.

This All Goes to You 3 | JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang