Fritata Lobster sudah tersaji sejak dua menit yang lalu. Dimasak langsung oleh chef restoran Italia. di meja panjang itu, ada dua manusia yang tengah duduk berhadapan. Sudah sejak satu tahun keduanya tidak makan di meja yang sama. Rasanya begitu canggung. Nathan berusaha terlihat biasa saja, dia perlahan menyuap makanannya tanpa mengalihkan pandangan pada piringn. Tiba-tiba seorang pelayan menghampiri ke sisi kirinya seraya membawa layar tab. Nathan kebingungan dengan hal itu."Lihat berita hari ini!" titah ayahnya dengan nada bicara yang tenang. Tetap menjaga wibawanya meski sedang berada di rumah.
Pelayan tersebut membukakan halaman dimana berita elektronik dimuat. Dengan menunda makannya, Nathan teralihkan pada berita yang berusaha ayahnya tunjukan.
"Jangan sampai kamu seperti itu, ya? Malu-maluin nama keluarga aja. Apalagi kamu kan ayah rawat sebaik-baiknya. Jadi jangan sampai begitu!"
Dalam berita tersebut menginfokan bahwa seorang anak konglomerat dari perusahaan ternama divonis hukuman mati akibat kejahatan yang keji. Di sana tertulis, terdakwa dijatuhi pasal berlapis. Atas tuduhan, pembunuhan berencana, penculikan, penyuapan dan kepemilikan senjata api ilegal.
"Memangnya ayah pikir aku ini bakal berbuat kriminal?" tanya Nathan to the point.
Ayahnya tertawa sebentar. "Kita nggak ada yang tahu, kan? Jiwa psikopat itu kadang nggak disadari. Lihat aja itu contohnya," balas ayahnya.
Nathan tersenyum tipis seraya melanjutkan makannya. Dia menghabiskan santapannya hingga piring itu bersih. Dengan table maner yang baik, terlihat jelas bahwa Nathan adalah anak yang dididik soal tata krama dengan baik.
"Kamu itu penerus keluarga Laksana, ingat itu Nathan. Harus punya kepribadian yang baik, mandiri dan pintar. Jangan lupa juga selalu ingat Tuhan," ujar pria yang mulai terlihat semakin tua dengan uban yang muncul di rambutnya.
"Pasti, Yah." Nathan mengangguk kecil.
"Kakak kamu kemana?"
"Ada acara sama temannya, tadi bilangnya kemungkinan pulang malam."
Ayahnya geleng-geleng kepala. Berbeda jauh dengan Nathan, kakaknya Nathan sangatlah manja. Dan, selalu bergantung dengan kekayaan keluarga. Padahal Nathan di usia muda seperti ini sudah bisa membangun sebuah hotel mewah atas namanya sendiri. Merintis semuanya sendiri, berkat kepintarannya dan bakat dalam dunia bisnis.
"Kemarin minta lanjut studi ke Aussie sudah dituruti, tapi kenapa belum kelihatan juga hasilnya dia belajar selama ini," cetus sang ayah.
"Sabar aja. Semua orang punya masanya masing-masing."
"Sampai kapan? Tunggu Ayah makin tua, terus mati kena serangan jantung?"
Nathan mendadak diam, suasana hatinya berubah seketika. Mendengar kata mati membuatnya kembali sedih. Tangannya mengepal kuat di atas meja. Kata itu cukup sensitif baginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
This All Goes to You 3 | Jaemin
RomansaDia Nathan. Dia warna dalam hidup Aruna, sekaligus guratan luka yang abadi dalam hatinya. ❝Kamu adalah bahu ternyaman, Na. Kamu juga rumah paling aman. Kalau kamu nggak ada aku harus gimana?❞ -Aruna ©hanekyung, 2021