23. Dalang

87 10 3
                                    

Mau serapi apapun Nathan menutupinya, ketahuan juga pada akhirnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mau serapi apapun Nathan menutupinya, ketahuan juga pada akhirnya. Ketimbang mencari tahu siapa yang membuat Aruna datang ke pesta, Nathan lebih memikirkan bagaimana cara menjelaskan semua pada Aruna. Pintu rumahnya bahkan dikunci, seolah dia tidak membiarkan Nathan untuk masuk lagi ke dalam kehidupannya. Dengan napas yang berat, Nathan mengetuk pintu rumah tersebut.

"Aruna," panggil Nathan dengan suara pelan.

Berkali-kali dirinya mengetuk pintu namun tidak mendapatkan jawaban dari dalam.

"Aruna, saya mau jelasin semuanya." Dengan suara lemah, Nathan masih mengetuk pintu.

Setelah setengah jam lamanya, Aruna akhirnya membuka pintu. Netranya mendapati sosok Nathan yang lain, yang biasanya dia menyambut Nana sepulang kerja dengan kemeja yang kusut dan sepatu yang setiap hari ia semir sendiri. Sekarang dirinya meliht Nathan dengan setelan jas mahal dan sepatu pantofel berkilau. Sakit hatinya dibohongi seperti ini. Seakan ketulusannya dipermainkan, dan hanya berujung sia-sia. Aruna menyeka lagi air matanya. Dalan hatinya dia bertanya-tanya, untuk apa Nathan menyembunyikan identitasnya? Perempuan itu tak habis pikir.

"Una, saya minta maa—"

Ucapan Nathan tertahan dengan lembaran-lembaran foto yang Aruna lempar ke wajahnya. Laki-laki itu terkejut saat menyadari gambar yang ada di foto. Satu persatu, Nathan memungut lembaran foto yang jatuh ke lantai. Matanya menatap tiap foto dengan nanar, itu semua foto Nathan.

"Kamu gak perlu cape-cape sandiwara di depan aku, Na. Seharusnya dari awal aja kamu gak nikahin aku. Atau memang niat kamu cuma main-main aja, iya?" tanya Aruna dengan tegas.

"Una, kamu dapat ini dari mana?"

"Jawab pertanyaan aku dulu!" Aruna menekankan di setiap kata nya.

"Gak kayak gitu, Una. Saya menikahi kamu bukan sekadar main-main, saya mau tanggung jawab," sangkal Nathan.

"Semua omongan kamu beda sama kenyataan yang ada di foto-foto ini." Alih-alih menjawab pertanyaan Nathan, perempuan itu justru merebut satu lembar foto dari tangan Nathan. Ketika Nathan hendak meraih bahunya, Aruna menepisnya kasar.

"Nathan, ternyata anak dari konglomerat dan pemilik hotel tertinggi di Jakarta. Haha ..." Aruna tertawa miris saat mengatakan itu. "Hobinya juga sewa perempuan malam. Kok aku bisa sebodoh itu, ya?" gumam Aruna.

Laki-laki itu hanya bisa diam, tidak tahu harus merespon seperti apa. Sebab semua sudah terbongkar sekarang. Betul, dirinya yang ada di dalam foto-foto itu. Benar adanya walau sudah menikah dengan Aruna sesekali dirinya tidak bisa menahan hasratnya. Sedangkan Aruna tidak pernah mengizinkan Nathan menyentuhnya. Tapi pada akhirnya Nathan tidak mampu menahannya. Jelas itu salah, statusnya sudah punya istri tapi masih tidur dengan perempuan lain. Orang yang membongkar semua ini pasti tahu betul dirinya seperti apa.

"Una, saya mengaku, saya salah. Tapi tolong kasih saya kesempatan buat jelasin kenapa saya melakukan ini, oke?"

Dengan dewasa Aruna mempersilakan Nathan menjelaskan, walau sesungguhnya ia tidak mau mendengar omong kosong dari Nathan lagi.

"Pertama, saya menyembunyikan identitas asli saya karena akan sulit kalau saya menikah dengan identitas asli. Saya punya banyak musuh, Una. Saya gak mau kamu ikut terlibat. Kedua, kenapa saya masih suka ..." Nathan tidak sanggup mengatakan bahwa dia suka menyewa perempuan malam hanya untuk memuaskan hasratnya. "Saya gak bisa minta itu dari kamu, Una. Selain saya merasa bersalah, saya juga paham kamu gak cinta sama saya."

Senyuman di wajah Aruna terlihat palsu. Penjelasan Nathan sama sekali tak mengubah pendiriannya. "Nana—sorry—Nathan," koreksinya sendiri. "Makasih udah mengasihani kemalangan aku, sekarang sudah cukup, ya. Berhenti, please," pinta Aruna. Perlahan ia melepaskan cincin yang melingkar di jari manisnya. Dengan berat ia mengembalikan cincin pernikahannya pada Nathan.

Laki-laki menatap Aruna tak percaya, apa arti dari melepas cincin itu? Untuk pertama kalinya Nathan merasa hatinya seperti dicubit, rasanya pedih saat melihat apa yang Aruna lakukan. Pintu rumah itu kembali di tutup sesaat setelah Aruna mengembalikan cincin itu padanya. Kejadian ini membuatnya tak paham.

"Una ... UNA!!!" panggil Nathan dengan suara yang mulai gemetar. Siapa sangka bahwa mata itu berhasil digenangi air begitu sadar maksud Aruna melepas cincin adalah melepaskan dirinya pula.

Air mata Nathan turun tanpa henti, mulutnya hanya bisa terbungkam namun percaya lah hatinya tengah meraung-raung kesakitan. Ternyata begini rasanya, Nathan pikir tak akan sesakit ini kehilangan Aruna. Ia mengacak rambutnya frustasi, Aruna tidak mau lagi membukakan pintu untuknya.

"Una, saya minta maaf sama kamu ..."

🦋🦋🦋

Dentingan piano mengalun indah mengikuti nada-nada yang tertulis pada buku. Sambil mulutnya bernanyi-nyanyi pelan. Sudah ribuan kali perempuan itu memainkan lagu yang sama, lagu ciptaan bundanya. Sebuah pigura tertata di atas piano tersebut. Senyum sumringah tergambar di wajah perempuan itu.

"Bunda, hidup Jessie jauh lebih baik sebelum ada dia," gumamnya tanpa menghentikan permainannya. "Harusnya dia yang mati, bukan bunda."

Semua memori otomatis terputar di kepalanya, di mana dirinya memainkan piano bersama bundanya dulu. Dengan sabar dan penuh kasih bundanya mengajari Jessie bermain piano untuk pentas seni di sekolahnya. Dan ia juga teringat saat bundanya tak pernah lupa untuk mengepang rambutnya. Jessie selalu menangis setiap kali mengingat itu. Ingin sekali marah pada semesta karena merenggut bundanya begitu cepat.

Jessie kecil memang banyak lupa dengan kenangan indahnya dan lebih banyak memori menyakitkan saja di kepalanya. Satu ingatannya yang paling diingat ketika sang bunda sudah berbaring lemah dengan napas pendeknya berkata, "selamatkan bayiku ..." Bunda memilih berkorban saat itu. Memilih meninggalkan Jessie yang masih berumur tiga tahun saat itu.

Suara pintu terbuka mengalihkan perhatiannya, Jessie menoleh ke arah pintu kamarnya yang dibuka oleh seseorang.

"Oh, hai, Rachel!" Buru-buru tangannya menyeka air mata barusan.

Rachel datang dengan wajah memarnya. Melihat hal tersebut Jessie hanya tersenyum tipis. "Kenapa, ya?"

Langkah kaki Rachel tertatih mendekati Jessie. "Kenapa selalu gue yang jadi kambing hitam atas perbuatan lo," desisnya.

"Pardon?" Jessie pura-pura tidak mendengar ucapan Rachel barusan.

"SIALAN!" Rachel secara tiba-tiba menyerang Jessie dengan cara mencekik perempuan itu.

Cekikan itu seperti bentuk kemarahan Rachel yang selama ini dia tahan. Yang dicekik terlihat sangat tersiksa dan kesulitan bernapas, wajah Jessie mulai memerah pucat berusaha melepas tangan Rachel dari lehernya. Namun dia kalah tenaga sampai akhirnya Jessie mengeluarkan gunting dari sakunya dan menusukkan gunting tersebut ke arah punggung Rachel.

"Akhh!!" ringis perempuan itu kesakitan dan secara refleks ia melepas cekikannya.

To be continued...

Hayo siapa yang ikut curigain Rachel kemarin? 😂🙏🏻

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hayo siapa yang ikut curigain Rachel kemarin? 😂🙏🏻

This All Goes to You 3 | JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang