-Alicia-
Aku melihat halaman rumah dari jendela kamar. Tidak ada kegiatan lain yang bisa kulakukan malam ini. Tidak ada seseorang yang singgah atau sekadar memperkenalkan diri, bahwa dia adalah Tuan Z yang tinggal di sebelah rumahku atau Nyonya S yang rumahnya berhadapan dengan rumahku dan mengundang kami sekeluarga untuk makan barbeque pada hari Minggu.
"Hhhhh..." Aku menunduk, menatap lantai kamar. Ayah tidak pulang lagi. Apakah dia benar-benar lupa kalau ada anak perempuan yang sedang menunggunya? Merindukan kasih sayangnya? Merindukan belaian dan kecupan hangatnya? Serta ingin sekali dipeluk erat seperti dulu?
Aku ingin kembali berumur sepuluh tahun. Di mana masih ada ibu yang mencintai dan selalu ada untukku. Di mana ibu masih sehat dan selalu melindungiku. Di mana ibu selalu ada di saat aku ingin bercerita banyak hal dengannya, seperti saat ini. Aku ingin sekali menumpahkan segala hal buruk yang aku rasakan pada seseorang dan orang itu adalah ibu. Tapi itu tidak mungkin! Ibu tidak ada. Selamanya. Dia pergi, meninggalkanku dan ayah. Satu-satunya orang yang kuharapkan untuk diberitahu segala hal buruk ini adalah ayah, tapi sekarang? Ayah juga ikut-ikutan meninggalkanku. Tidak mengingatku.
Ingin sekali aku mengunjungi makam ibu dan menumpahkan segalanya di sana, tapi tempat itu jauh. Sangat jauh dan benar-benar jauh dari tempat tinggalku saat ini. Aku trauma bila bepergian seorang diri. Aku tidak yakin bisa selamat sampai di sana tanpa ada bahaya menimpaku.
Pandanganku tertancap pada foto yang terpajang di samping meja nakas. Ayah dan ibu duduk bersebelahan dan aku duduk di tengah. Foto itu diambil lima tahun lalu. Beberapa waktu sebelum ibu meninggal karena kanker hati yang beliau derita. Mungkin, jika itu tidak terjadi, aku pasti sudah memiliki adik yang menemaniku ke mana saja, ibu yang masih sehat, dan ayah yang memikirkan keluarganya.
Namun, inilah kehendak Tuhan. Dia mengujiku. Dengan segala hal yang mungkin gadis lain seumuranku belum tentu bisa melaluinya. Aku masih terus berpikir, siapa orang yang sekiranya pantas menerima diriku seutuhnya? Siapa sekiranya orang yang pantas untuk mendengarkanku tanpa menghakimi? Siapa sekiranya orang yang memandangku tanpa sorotan mata menyedihkan? Dan siapa pula orang yang menerima baik atau tidaknya diriku?
Aku tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Jika ayah tidak bersikap begini, mungkin aku bisa menjawab semua pertanyaan itu dengan: Ayah. Ayah. Ayah. Ayah.
Aku menggeleng lirih. Aku bingung. Aku khawatir. Aku takut. Aku terlalu trauma untuk terluka lagi. Masih belum terpikirkan olehku untuk mempercayai seseorang. Meski Gena dengan senang hati menawarkan diri untuk menjadi temanku dan aku menerima uluran tangannya itu. Namun, aku belum siap membuka diriku padanya seperti dia membuka diri padaku.
Tidak. Aku tidak mau ambil risiko. Aku yakin suatu saat nanti, hal ini bisa hilang dengan sendiri seiring dengan berjalannya waktu. Akan tetapi, sebuah pertanyaan terlintas lagi di benak. Kapan Alicia? Kapan kau bisa lupa? Kapan beban batin ini bisa berkurang bila kau tetap menutupinya? Hadapilah kenyataan! Masih panjang waktumu untuk hidup. Masih banyak hal yang harus kau lakukan. Masih besar harapanmu untuk mendapat seseorang yang mengerti dirimu. Selalu ada saat kau butuh. Selalu ada tak hanya saat kau senang dan mau menjadi pendengar yang baik tanpa menyudutkanmu.
Aku mengalihkan pandangan dari foto ke jendela. Langit malam yang pekat. Tanpa bintang. Tanpa bulan. Hanya ada kilat yang sesekali menerangi hitamnya. Kurasa akan turun hujan sebentar lagi. Kupandang terus langit itu. Cocok sekali untuk melukiskan hatiku yang gelap dan kesepian. Kugambarkan kilat sebagai retakan-retakan di hatiku yang bila ditambah sedikit lagi akan hancur berkeping-keping.
Ayah. Sedang apa dia sekarang? Apa sedang memikirkanku? Apakah dia tahu tentang yang kualami? Apakah aku sedang sedih? Marah? Kecewa? Senang? Gundah? Merana? Terpuruk? Tersiksa? Teraniaya? Terluka? Aku benar-benar merindukannya. Pulanglah walau hanya sesaat.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRAVELOGUE
ChickLitAku Alicia. Seorang gadis yang memilih untuk tak terlibat akan apapun. Namun, kenyataan berkata sebaliknya. Mengapa aku bisa seperti ini? Kalian tak akan mengerti sebelum mengetahui kisahku. (Alicia, 17 tahun) Aku Jared. Pemuda yang semula begitu...