CHAPTER 17

24 2 0
                                    

-Alicia-

Entah sudah berapa lama aku tertidur, yang jelas aku sudah tidak merasakan kehadiran Tristan di sekitarku. Aku mengerjapkan mata dan perutku lapar. Rasanya seperti satu minggu tidak makan. Kerongkonganku juga kering. Aku berusaha bangun dari tempat tidur untuk meraih gelas berisi air minum di meja nakas. Kugeser tubuhku untuk bersandar di kepala ranjang dan meminum airku sampai habis.

Kepalaku masih pusing. Aku melihat keluar jendela yang gordennya terbuka sedikit. Di luar gelap. Ternyata sudah malam. Tak berapa lama, kudengar suara percakapan pelan di depan kamarku.

"Entah bagaimana caraku meminta maaf dan menebus kesalahanku pada Anda, Sir." Aku menajamkan telinga. Itu suara Tristan? Dia masih di sini?

"Kau sangat keterlaluan! Jika kau memang mencintai Alicia, tak seharusnya kau berbuat seperti itu padanya. Dia sangat trauma, apa kau tahu itu?!"

Aku membelalak dan menutup mulut. Itu ayah! Apa yang terjadi? Apakah Tristan mengaku pada ayah bahwa dia yang telah jahat padaku? Suara mereka berdua begitu lemah terdengar dari sini.

"Jika anda memang akan menghukumku, aku bersedia, Sir. Tapi jangan melarangku untuk tak lagi bertemu dengan Alicia atau menjauhinya. Aku tak akan sanggup." Penyesalan mendalam dari suara Tristan. "Aku juga menderita selama ini. Aku bersalah, aku menjadi orang jahat, dan aku sudah mencari-cari Alicia karena aku sangat ingin bertemu dengannya. Aku mencintai anak Anda, Sir. Aku tidak ingin lagi dia jauh dariku."

Ayah tak lagi menyahut. Aku yakin pasti ayah berusaha mencerna semuanya. Aku ingin sekali beranjak dan mengakhiri percakapan mereka, tapi tubuhku masih terlalu lemah.

"Pergilah!" Itu yang ayah katakan dan aku mendengar langkahnya mendekat, pintu kamarku pun terbuka. Ayah masuk dan menguncinya. Dia juga menutup gorden sepenuhnya.

Aku yang masih bersandar di puncak ranjang, duduk tegak menghadap ayah.

"Aku akan pulang bila Anda mau memaafkanku, Sir." Tristan begitu keras kepala. Suaranya terdengar dari ambang pintu.

Ayah menunduk menghadap jendela. Butuh waktu bagi ayah untuk menyadari bahwa aku sudah bangun dan menyambutnya dengan senyum lemahku.

"Alicia?" Wajahnya berubah lega dan mendekat. Duduk di tepi tempat tidur kemudian memelukku erat.

Aku menikmati setiap belaian yang ayah daratkan di punggungku. Kami diam beberapa saat, bergulat dengan pikiran masing-masing.

"Maafkan Ayah, Nak." Itu yang ayah ucapkan setelah pelukan kami terurai.

Aku menatap wajah letih ayah yang ternyata sudah semakin bertambah gurat-gurat menua di sana.

"Ayah sangat bersalah padamu. Seharusnya Ayah tak mengajakmu berlibur waktu itu. Semua terjadi juga karena salah Ayah." Itu lagi yang ayah ucapkan dan kembali menangis.

Aku memeluknya erat. Pelukan hangat yang bisa membuatku sembuh. Yang bisa membuat semuanya sembuh.

__________

-Jared-

Baru kali ini setelah cukup lama aku mengenal Ivy, aku merasa berbela sungkawa padanya. Kejadian hari ini benar-benar menguras emosi dan pikiran. Belum selesai urusan Tristan, sekarang ditambah dengan terungkapnya hubungan X-G-Ivy. Lagi-lagi aku kembali terlibat dengan masalah yang aku sendiri bahkan tak pernah terpikirkan untuk mengalaminya. Pertemuan tadi benar-benar dramatis.

Ivy mendekati kami yang sibuk mengobrol masalah Alicia di kantin. Dia bilang bahwa dia ada keperluan juga di rumah sakit, menjenguk temannya yang sedang cedera. Aku percaya dia tidak mungkin menguntit kami hingga sedemikian rupa, mengingat sekolahnya yang begitu jauh. Dia pun tidak mungkin bolos, karena dia anak yang patuh. Dia tak mungkin pula mengemudi kendaraan kemari karena dia tidak bisa menyetir juga belum cukup umur untuk mendapat SIM. Usianya baru enam belas tahun.

TRAVELOGUETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang