-Alicia-
Aku mendapati koridor loker sudah sepi. Kemana perginya semua orang? Apa mereka sudah pulang? Oh, Tidak mungkin! Aku ditinggal lagi oleh bus sekolah. Memangnya aku tadi mampir kemana sehingga tidak menyadari keadaan ini? Gena juga tak ada. Apa dia pulang lebih dulu lagi?
Aku menggeleng lemah menyadari keteledoranku. Kakiku terus berjalan hingga deretan loker berwarna kuning sudah berada di hadapanku. Aku pun memasukkan beberapa buku ke loker, menukar isinya dengan pelajaran untuk esok hari. Kemudian kembali melihat tas. Sudah tidak ada lagi yang harus disimpan di sana. Kututup pintu besi bercat kuning itu dan kukunci. Klik!
Bertepatan dengan bunyi barusan, tiba-tiba saja lampu ruang loker mati. Aku membelalak karena begitu gelap. Bahkan aku tidak bisa melihat bayangan tanganku sendiri. Sama sekali tidak ada sedikit cahaya di dalam sini. Bagaimana bisa segelap ini di jam tiga sore? Aku harus cepat keluar dari lorong. Berada sendirian saja di tengah lemari-lemari lomer yang menjulang membuat bulu kudukku meremang. Setelah kukantongi kunci, aku berjalan sambil meraba-raba sekitar. Berusaha berjalan cepat untuk keluar.
Baru beberapa meter aku melangkah, telingaku mendengar suara. Tunggu dulu! Apa itu suara langkah kaki? Datangnya dari arah yang berlawanan denganku.
"Hello? Siapa di situ?" Aku memberanikan diri untuk bicara. Sama sekali tak terlihat. Hitam pekat! Suaranya yang tadi jauh, semakin mendekat dan sepertinya dia sangat hafal dengan lorong ini. Langkahnya begitu mantap, tak terseok sepertiku.
Aku merogoh saku jas seragam, mengeluarkan ponsel, menekan tombol, dan tempatku berdiri terang oleh cahaya. Akhirnya aku bisa melihat dengan baik. Pintu keluar ternyata masih jauh di depan sana.
Suara langkah kaki tadi kembali tertangkap oleh telingaku. "Hallo?" ucapku dan mengarahkan cahaya ponsel ke depan. Suara langkah itu semakin jelas.
"Siapa di situ? Kumohon, keluarlah! Ada siswa di sini." Aku mulai gemetar. Bayangan-bayangan aneh muncul di kepalaku. Vampir, drakula, goblin, raksasa, semuanya berkelebat.
Aku menggeleng keras. Tidak! Tidak! Semua itu tidak ada. Mungkin dia seorang teman atau guru atau penjaga sekolah yang kebetulan lewat untuk mencari tahu kenapa lampu di dalam sekolah bisa padam.
Aku melangkah lagi. Perjalananku terasa jauh. Ini pasti karena lokerku berada di sudut lorong. Andai saja lokerku berada di dekat pintu masuk, pasti aku sudah terbebas dari ruangan gelap ini.
Aku menajamkan telinga ketika suara langkah terdengar lagi. Kuarahkan kembali ponselku ke depan dan tiba-tiba saja cahaya ponselku mati. Padahal barusan, aku bisa melihat jelas bayangan pemilik suara langkah itu. Kutekan tombol agar kembali menyala, tapi tak terjadi apa-apa. Tidak mungkin! Baterai ponselku habis! Sial! Aku kembali mencoba menyalakan ponselku. Tetap tidak bisa. Aku terpaksa menyimpan ponselku ke saku jas. Aku mengawasi ke depan dengan indera terakhir yang bisa kumaksimalkan.
Orang itu semakin dekat karena bisa kurasakan panas tubuhnya dari jarakku berada. Aku mengarahkan tangan ke depan, mencoba untuk meraba. Benar saja. Tanganku sudah menyentuh bagian depan tubuhnya. Aku bersyukur karena dia berhasil menemukanku.
"Terima kasih, aku..." kalimatku terpotong karena kini penciumanku bisa menghirup aroma tubuhnya yang begitu familiar. Wangi ini? Refleks, aku menurunkan tangan dari tubuhnya dan mengendus lagi, mencoba mengolah wangi itu di kepalaku.
"Alicia..." panggilnya lirih.
Suara ini... Aku membelalak dan mundur sebisaku. Tidak mungkin! Aku merasa menjadi seekor ayam yang masuk kandang serigala kelaparan.
"Alicia, aku sudah mencarimu kemana-mana."
Aku kembali mundur. Mungkin jika lampu menyala saat ini, pemuda itu bisa melihat ekspresi ketakutanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRAVELOGUE
ChickLitAku Alicia. Seorang gadis yang memilih untuk tak terlibat akan apapun. Namun, kenyataan berkata sebaliknya. Mengapa aku bisa seperti ini? Kalian tak akan mengerti sebelum mengetahui kisahku. (Alicia, 17 tahun) Aku Jared. Pemuda yang semula begitu...