-Alicia-
Aku masih menatap pintu kayu di depanku. Berulang kali, aku sempat mengurungkan niat untuk tak berada di lantai ini. Butuh perjuangan tiba di depan ruangan tersebut setelah melalui perang batin sepanjang perjalanan tadi. Sekolah sudah usai. Gena menungguku di luar gedung. Dia sengaja memberiku waktu seorang diri agar aku mau mendengarkan isi hatiku tentang apa yang akan aku lakukan sebentar lagi.
Aku menarik napas panjang. Berulang kali. Setelah memantapkan hati, aku mengarahkan tanganku.
Tok! tok! tok!
Aku sempat tertegun saat menyadari apa yang baru saja kulakukan. Aku sudah mengetuk pintunya dan ini bukan saatnya lagi aku mundur. Aku menunggu beberapa detik dan benar saja, pintu itu terbuka. Memperlihatkan seraut wajah wanita paruh baya yang masih begitu cantik juga anggun. Dia menatapku dari balik kaca matanya. Senyumnya mengembang saat menyadari kehadiranku di balik pintu ruangannya.
"Mmm... Mrs. Marshall, boleh aku masuk?" Ucapku ragu.
Dia membuka kacamata dan melebarkan pintunya. "Tentu, Alicia."
Aku melewatinya dan kurasakan lagi ruangan kantornya yang begitu nyaman. Aku terdiam saat menghirup wangi ruangannya. Sama seperti pertama aku menginjakkan kaki di sini. Membuat hatiku begitu membuncah. Merasakan energi positif yang lama aku rindukan. Wangi seperti kamar ibuku, dulu. Persis.
Mrs. Marshall menutup pintu dan membimbingku untuk duduk di sofa panjang. Aku pun duduk berhadapan dengannya. Dia masih memerhatikanku. Senyum keibuannya membuat tenggorokanku tercekat. Aku merindukan hal seperti ini.
"Akhirnya kau datang." Sepertinya beliau memang menungguku.
Aku semakin yakin kalau Tristan sudah menceritakan semua hal yang kami lalui pada beliau.
"Aku senang kau di sini, Alicia." suaranya begitu lembut.
Aku sempat berpikir, bagaimana bisa wanita seperti bidadari ini, melahirkan anak seperti Tristan?
Aku menarik napas, mengumpulkan lagi keyakinanku. "Aku sudah siap menceritakan ini, Mrs. Marshall."
Dia mengangguk kemudian menggenggam tanganku yang bertaut di pangkuan. "Aku siap mendengarkan."
Aku merasa setelah ini, kehidupanku di sekolah akan jauh lebih tenang. Aku pun jadi mendapat pelajaran, bahwa akan selalu ada hal baik yang datang setelah bencana. Itu yang sekarang aku alami
__________
-Jared-
Aku menatap Tristan yang kali ini mengaduk minumnya. Kami bersiap makan malam bersama di tempat biasa, La Deluxe Café. Sesekali dia melihat keluar jendela, memeriksa apakah Alicia sudah pulang atau belum. Satu jam yang lalu, kami sempat mengunjungi rumah gadis itu. Tapi Bibi yang ada di rumah bilang, kalau Alicia sedang berkunjung ke suatu tempat bersama Gena.
Tristan berniat mengajaknya makan malam bersama kami. Dia juga ingin mengenalkanku -lagi- pada Alicia. Dia bertekad untuk mengulang kembali dari awal hubungannya dengan Alicia.
"Kau tahu Jared, Mr. Chavelier mengizinkanku untuk berteman dengan Alicia lagi." Kulihat sudut bibir Tristan terangkat. "Aku tak ingin mengecewakan kepercayaannya padaku kali ini. Aku sudah berjanji atas nama ibuku."
Kau berlebihan, Bung. Tapi aku tak bisa menganggap remeh hal itu. Setelah kejadian buruk yang menimpa putrinya, pasti butuh hati yang besar untuk menerima lagi orang yang menyebabkan hal itu terjadi. Terbuat dari apa hati mereka? Begitu hebat bisa memberi pengampunan. Mungkin juga karena usaha Tristan yang gigih dan tidak main-main telah meluluhkan pendirian mereka.
"Kau senang kawan?"
Dia menatapku dan mengangguk. "Aku bahagia."
Aku mengangguk dan menepuk-nepuk bahunya.
Senyumannya kali ini pun mengembang begitu sempurna saat pandangannya mengarah melewati punggungku.
Aku menoleh. Bisa kulihat gadis manis yang begitu Tristan puja, sudah hadir di sana bersama Gena. Satu lagi syarat yang Mr. Chavelier ajukan agar selalu mengajak teman bila ingin bertemu dengan Alicia, bukannya berdua saja.
Tristan bangkit menyambut mereka. Aku pun berdiri.
Mereka berjalan mendekat dengan Gena yang juga menyeringai pada kami. Kulihat ekspresi Alicia yang lebih bersahabat dari sebelumnya.
Tristan berjalan mendekati mereka dan membimbing kedua gadis itu, membawanya ke arah meja kami.
"Hai, Jared!" sapa Gena dan memelukku sesaat.
"Hai G. Kau terlihat baik-baik saja." Aku mengelus punggungnya.
"Bukan hanya terlihat, tapi aku memang sangat baik." Dia duduk di sebelahku.
Lalu perhatianku beralih pada Alicia. Tristan memperkenalkan kami. Gadis itu mengangguk-angguk menerima informasi dari Tristan.
Aku mengulurkan tangan. "Hai, Alicia. Aku, Jared. Senang bertemu lagi denganmu."
"Me too." Ujarnya dan membalas uluran tanganku lalu tersenyum. Senyuman yang begitu ramah dan hangat.
Kami pun menghabiskan waktu di sela makan dengan banyak mengobrol. Dari sini aku bisa menangkap kalau Alicia begitu pandai memposisikan diri. Dia terdengar dewasa saat menanggapi Tristan yang tampak konyol dan kekanakan. Dia juga begitu tenang menyahuti Gena yang berbicara dengan kecepatan kilat seperti biasa. Kini aku tahu, mengapa Tristan begitu tergila-gila dan jatuh cinta pada Alicia.
-THE END-
First created : Situbondo, 26 Juni 2009, 07.22 PM.
Edited : Banyuwangi, September 2019
Terima kasih karena sudah setia membaca cerita ini hingga tamat. 🥰
Semoga ada hikmah dan pelajaran yang bisa dipetik dari kisah ini.
Berikan komen juga like kalian ya...
Jangan lupa untuk follow IG : ditarskun.story agar tahu cerita apa saja yang sedang aku tulis setelah ini.
Sampai jumpa di cerita selanjutnya and thank you... Next... 🌸🌹🏵️💮
KAMU SEDANG MEMBACA
TRAVELOGUE
ChickLitAku Alicia. Seorang gadis yang memilih untuk tak terlibat akan apapun. Namun, kenyataan berkata sebaliknya. Mengapa aku bisa seperti ini? Kalian tak akan mengerti sebelum mengetahui kisahku. (Alicia, 17 tahun) Aku Jared. Pemuda yang semula begitu...