CHAPTER 07

20 2 0
                                    

-Alicia-

Suara mobil terdengar berhenti di depan rumah. Aku yang sedang membaca segera menutup buku lalu turun dari tempat tidur untuk melihat siapa tamu itu dari jendela kamar. Roadster putih terparkir tepat di depan gerbang. Seorang gadis membuka gerbang sedikit kemudian berjalan melewati halaman rumah sambil memainkan kunci mobilnya.

Gena? Sedang apa dia mengunjungi rumahku? Kenapa tidak memberi kabar terlebih dahulu?

Beberapa detik berikutnya bel rumahku pun berbunyi. Ting tong!

Jeda sejenak lalu berbunyi lagi. Ting tong!

Mungkin Bibi Roewi berada di halaman belakang.

Ting tong! Apa harus aku yang turun?

Kulihat diriku di cermin. Rambutku kusut. Aku memang tidak menyisirnya sejak kemarin. Pakaianku pun sangat buruk. Celana piyama kusam dan kaus kedodoran. Tempat tidurku juga berantakan dengan bantal menumpuk sembarangan di lantai. Tiba-tiba saja aku diserang kebingungan dan tidak tahu harus mulai merapikan apa terlebih dahulu.

Tenang Alicia, tenang.

Aku menarik napas panjang lalu memindai penampakan keseluruhan kamar. Pertama, rapikan dulu rambutmu! Suara dalam kepala memberi tahuku. Lekas aku mengambil ikat rambut di meja nakas dan menggelungnya tinggi. Setelah itu merapikan tempat tidur, melipat selimut, meraup bantal di lantai lalu menyusunnya dan menumpuk buku-buku yang berserakan ke rak.

Tok! Tok! Tok! Itu pasti Bibi Roewi.

"Iya, aku segera turun!" Sahutku sebelum Bibi Roewi sempat mengatakan sesuatu.

Aku memastikan sekali lagi penampilanku kemudian membuka pintu. Kudapati Bibi Roewi menyambut di sana. Aku membalasnya dengan anggukan kemudian melangkah turun ke ruang depan.

Senyum Gena langsung tersungging saat melihatku. "Hai, Alicia!" Dia berdiri sambil melebarkan tangan bersiap memelukku.

Aku menahan tubuhnya dan meracau kalau badanku bau karena belum mandi.

Dia terlihat maklum, tanpa menghiraukan peringatanku tangannya tetap memeluk dan mengusap punggungku sekilas. Sama sekali tak keberatan.

"Maaf, aku tidak memberi kabar lebih dahulu kalau akan kemari."

Aku menggeleng canggung. "Tidak apa." Lalu mempersilakannya duduk.

Gena menurut dan melihat berkeliling. "Rumahmu indah sekali, apalagi taman di depan tadi. Aku sangat suka tatanan bunga itu." Dia menunjuk keluar jendela.

"Thank you." Jawabku datar.

"Lalu... perempuan tadi, siapa dia? Nenekmu?"

"Dia Bibi Roewi. Pengasuhku, tapi aku sudah menganggap dia sebagai nenek."

Gena mengangguk-angguk. Dia memperhatikan rumah lagi. "Itu fotomu dan ayah?" Kali ini dia menatap foto besar di ruang tamu yang diambil dua tahun lalu.

Aku mengikuti arah pandangnya dan mengangguk.

"Mrs. Chavelier tidak ikut berfoto?"

Aku menggeleng. "Dia sudah tidak ada."

"Tidak ada?" Gena mengerutkan dahi, dia belum tahu kalau ibuku sudah meninggal.

Aku mengangguk. "Itu foto yang diambil dua tahun lalu, tepat peringatan dua tahun meninggalnya ibuku."

"Meninggal?" Gena menutup mulutnya. Dia terperangah. "Mrs. Chavelier sudah tiada?" Dia menatapku tak percaya. Wajahnya berubah tak nyaman dan segera menggenggam tanganku. "Alicia, i'm so sorry."

TRAVELOGUETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang