Typo bilang ya bund
_____HAPPY READING _____
Mentari terbit membawa kehangatan, membawa berkah pada dunia yang fana ini. Seorang gadis tengah tersenyum lebar menatap dirinya yang dibalut dengan kebaya dari pantulan cermin ditambah riasan tipis di wajahnya. Gadis itu terlihat anggun dihari yang spesial ini.
Hafidzah berjalan menuruni anak tangga bersama ke dua temannya, banyak santri yang memberinya ucapan selamat atas kelulusannya dari bangku MA. Ah sebenarnya ia belum siap melepas seragam putih abunya namun, waktu terus bergulir memintanya untuk terus berjalan.
"Happy gradution, mbak." ucap santri yang berpapasan dengan mereka bertiga.
"Makasih," balas Alma, Hafidzah dan Nisa seraya tersenyum.
Langkah mereka terus berjalan menyusuri lorong menuju ndalem, karena para orang tua menunggu disana. Jarak MA dari ponpes tidak terlalu jauh, masih bisa di tempuh dengan berjalan kaki. Namun, karena hari ini hari perpisahan, mereka di jemput orang tuanya untuk menghadiri acara.
Malik terlihat muda dengan kemeja maroon yang digulung setengah lengan serta celana bahan hitam, begitu pula dengan sang istri Dinda yang memakai kebaya senada dengan Malik. Mereka nampak seperti pasangan baru dengan keromantisannya, padahal sudah memiliki anak gadis yang sudah besar dan cantik seperti ibunya.
Dari kejauhan Hafidzah sudah melihat papa dan mamanya, ia tersenyum senang. Akhirnya ia bisa bertemu dengan kedua orang tuanya.
"Aku duluan ya, dah." pamit kepada Alma dan Nisa.
"Iya, dah." balas keduanya seraya melambaikan tangan.
Hafidzah berlari kearah papa dan mamanya.
"Papa!" seru gadis itu.
Hafidzah memeluk papanya tanpa aba-aba, melepas kerinduannya setelah beberapa bulan tidak berjumpa. "Hafidzah kangen, papa kenapa jarang jenguk?" ujar Hafidzah dalam pelukan papanya.
"Akhir-akhir ini papa sibuk, maafin papa. Kamu juga tau kalo jarak Bandung-Jawa Timur itu jauh," balas Malik mengusap puncak kepala Hafidzah lembut.
"Lagian kamu juga sering nge vidio call papa pake hpnya Fikri," tambah papanya.
Hafidzah hanya nyengir lebar, memang benar ia sering nelpon ke dua orang tuanya memakai ponsel Gus Fikri. Gadis itu menyembunyikan wajahnya di dada bidang Malik, sedangkan papanya mengusap puncak kepalanya gemas.
Dibalik Hafidzah yang selalu meminjam ponsel Fikri untuk menelpon mama atau papanya, ada Gus Fikri yang selalu mencak-mrncak karena kuotanya selalu boros. Lelaki itu sedikit bingung, sebab jika dipakai untuk melakukan panggilan telpon atau vidio via wathsaap saja tidak akan seboros itu. Padahal tanpa ia ketahui, gadis itu selalu membuka akun IGnya di ponsel Fikri serta scroll tiktok.
Yap, Gus Fikri tidak menyadari ada apk tiktok yang Hafidzah unduh di ponselnya.
"Ekhem," dehem Dinda pura-pura tidak melihat drama papa dan anak di depannya saat keduanya menoleh.
"Mama Hafidzah juga kangen mama, pastinya kangen masakan mama." ujar Hafidzah lalu beralih memeluk Dinda. Dinda hampir saja terjengkang karena hilang keseimbangan, untung saja ia masih bisa menahannya.
"Iya sayang, nanti kalo pulang mama masakin yang banyak deh." balas Dinda.
"Eh kamu jangan nangis Za, nanti make upnya luntur sayang." Dinda melepaskan pelukannya, segera menghapus bulir-bulir bening yang keluar dari mata cantik Hafidzah.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Gus
Teen FictionSkenario Alloh jauh lebih indah, dari pada skenario makhluk nya. -_My Gus [HARAP FOLLOW AKUN AUTHOR DULU]