Part 31 || SM

517 44 54
                                    

Seorang lelaki tampan sedang berdamai dengan keheningannya. Dengan nafas, yang sangat lambat, tidak seperti biasa. Sebuah aura ketenangan sangat memancar dari wajah lelaki itu.

Ketenangannya, membuat semua orang bersedih.
Tidurnya, membuat orang-orang ketakutan.
Keheningannya, membuat orang-orang menangis.

Abbas, seseorang yang selalu menguatkan orang lain, kini sedang terbaring lemah di sana.

Abbas, seseorang yang selalu menghangatkan orang lain, kini sedang tidur tenang dengan wajah dinginnya.

Abbas, seseorang yang selalu menasehati orang lain, kini sedang setia dengan kediamannya.

Biarkan, biarkan dia tenang setelah sekian lama yang dia rasakan selama hidupnya.

Biarkan, biarkan dia melepas lelahnya untuk sementara, setelah sekian lama dia bergulat dengan masalahnya.

Tes ...

Setetes air mata jatuh dari ekor matanya. Membuat Fernan yang sedari tadi menatapnya dari balik kaca, kini membulatkan mata.

"Abbas!" teriaknya membuat yang menunggu ikut terkejut juga.

"Kenapa, Fer?" tanya Khalid sambil mengelus dada akibat rasa kejutnya.

"Kenapa, Nak?" tanya Umma langsung berdiri dan menghampiri Fernan.

"Ab-Abbas, Abbas nangis Umma ..." Kata Fernan dengan wajah yang sangat kusut.

Umma meneteskan air mata lalu menggeleng, "Kamu jangan menghayal, Fernan." Jawab Umma, lalu duduk kembali dengan wajah murung.

Hajar menghela napas, lalu tetap berada di samping Umma, mengusap pundak beliau.

"Umma nggak mau Abbas, kenapa-kenapa ..." Lirih Umma lalu menangis terisak, "Umma nggak mau kehilangan Abbas ..." Tambah beliau lalu terisak lagi.

"Umma, jangan ngomong yang nggak-nggak. Abbas pasti sembuh, Allah sayang sama Abbas ..." Ucap Hajar menenangkan.

Khalid tersenyum hambar, melihat suasana seperti ini. Tatapannya tertuju pada Fernan, yang sedang berdiri di depan kaca transparan, sembari meraba dan menatap Abbas dari kejauhan. Sudah hampir satu jam, Fernan tak kunjung duduk. Ia tetap berdiri, seakan Abbas akan bangun sebentar lagi.

"Duduk, Fer." Ucap Khalid dengan getir.

Fernan hanya menggeleng lemah, wajahnya sudah kusut akibat tangisannya. Fernan terlihat sangat lemah sekarang.

Khalid hanya menahan air matanya, dan menghembuskan napasnya.

"Emm, Umma." Panggil Khalid lembut, membuat Umma menoleh.

"Iya?" tanya Umma.

"Maaf nih sebelumnya. Bukannya Khalid mau ngusir atau gimana. Tapi, sebaiknya Umma pulang dulu. Muka Umma kusut banget, dan baju Umma juga kotor. Umma ke rumah dulu ya? tenangin diri. Urusan Abbas, biar Khalid sama temen-temen yang jaga malam ini. Besok, kami kan kuliah. Jadi, giliran, siangnya Umma yang jaga Abbas. Gimana Umma? Umma udah capek banget keliatannya. Kalau Umma maksain, nanti yang ada Umma sakit." Tutur Khalid panjang lebar dan selembut mungkin, agar Umma mengerti.

"Bener kata Khalid, Umma. Mending Umma tenangin diri dulu. Tadi Umma baru aja pingsan kan." Sambung Hajar.

"Beneran gapapa, Umma tinggal?" tanya Umma.

Khalid tersenyum tulus lalu mengangguk, "Gapapa Umma." Jawabnya.

Umma menghela napas, "Yaudah, Umma pulang ya. Besok setelah sholat subuh, Umma kesini lagi." Ucap Umma.

Syahdu Mahabba Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang