29. Biasa lah

5.5K 337 13
                                    

Dengan mulut terbuka Mona memadang Arkan tak percaya. Tak lama kemudian Mona terbahak hebat dengan tangan yang aktif memukul-mukul kecil bahu Arkan karena dirinya mendengar dialek aneh yang diucapkan Arkan barusan

Mona berusaha menghentikan tawanya lalu menatap Arkan geli. Arkan yang di tatap seperti itu hanya meringis, ia tersenyum malu, wajahnya juga sudah merah padam karena terang-terangan ditertawakan oleh kekasihnya ini

"mas ngerti bahasa sunda dari mana?" Tanya Mona yang masih terkikik

"Searching lah" jawab Arkan ketus sambil memalingkan wajah nya

Tangan Mona terulur untuk meraih wajah Arkan agar menatap penuh ke arahnya. Arkan memandangi Mona kesal sembari mencebikan bibirnya. Hal itu membuat Mona gemas sendiri rasanya hingga tak sadar jemarinya mengapit bibir itu dengan kencang

Arkan mengerang kesakitan sambil menepis lengan Mona kasar, kini bibirnya terasa maju beberapa senti dan berdenyut sakit

"Kamu apa-apaan sih, sakit ini" protes Arkan kesal wajahnya juga mengerut tak suka

Seolah kembali sadar Mona tergagap
"Eh, maaf mas maaf, tadi Mona gemas soalnya" ringisnya sambil memandang Arkan merasa bersalah

"Ya ga gitu juga dong" ketus Arkan kesal

"Maaf mas" lirih Mona

"Maaf mulu, panggil mas pula. Udah di bilangin panggil Aa. Sakit ini, nyut-nyutan gitu" gerutu Arkan yang sedari tadi masih mengusap-usap bibirnya pelan

"Maaf Aa.. Sini-sini mana yang sakit hum? Mona usapin ya" ujar Mona tulus

"Gamau diusapin" Arkan malah merengek manja sambil memandang Mona dengan tatapan protes

Mona menyerit heran
"Terus?"

"Di cium"

Plakk

"Dasar modus!!!"

___________

Kini suasana yang berada di ruang makan terasa mencekam ketika sang ayah dari Mona, Dharma, memandang Arkan dengan tatapan yang menusuk tajam. Sebenarnya Arkan sedari tadi merasa gugup sendiri ketika di tatap seperti itu, namun ia berusaha mengontrol diri agar terlihat biasa saja.

Mona pun sedang di landa ketegangan, sebab ayahnya adalah seorang yang kaku sekaligus lembut kepadanya. Namun bila dirinya atau sang adik melakukan kesalahan, berliau tidak akan segan-segan memberi peringatan dengan tegas

Berbeda dengan Lisa dan adiknya Dika yang terlihat santai-santai saja melahap menu makan siangnya dengan girang

Dharma menyelesaikan makan siangnya cepat dengan kode etik menaruh sendok dan garpu menangkup rapih. Kemudian meneguk air yang sudah tersedia dalam gelas hingga tandas

"Kamu!" tunjuk Dharma pada Arkan membuat Arkan menoleh dan terduduk tegak

"Ikut saya"

Arkan menelan ludahnya kasar. Dirinya memang terbiasa menghadapi berbagai macam klien dari kalangan manapun, namun baru kali ini ia menghadapi seorang yang notabene nya calon mertua

Mereka berdua masuk ke dalam sebuah ruangan, tidak terlalu besar, namun nyaman untuk di tempati. Di sana ada sebuah meja, beberapa kursi dan juga berbagai macam buku terpajang rapih di dinding. Tak lupa berbagai ornamen dan pajangan wayang tersusun apik di tempatnya.

"Jadi?" Dharma membuka percakapan dengan nada dingin yang kentara

Arkan berdehem sekejap untuk menetralkan suaranya, tak lupa ia menghembuskan nafas untuk mengontrol dirinya agar tidak gugup

Love my Assistant [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang