Chapter 11. Pria yang Paling Dipercaya

101 12 6
                                    

Kapal Baruna Gata berlayar 848 kilometer dari lepas pantai Kalimantan. Di depan sana adalah gugus Kepulauan Anambas―salah satu lokasi wisata yang paling eksotik dengan pemandangan laut biru yang seksi. Kapal akan berlabuh 20 menit dari sekarang, kata kapten yang suaranya menggema melalui pengeras suara.

Fery menatap lautan lepas dengan pandangan iri. Rasanya pemandangan pulau dan laut di depannya begitu luas dan kosong. Sangat berbeda dengan pikirannya yang penuh akan segala jenis pemikiran. Pembunuhan yang terjadi kemarin cukup membuatnya sulit tidur. Sejak kapan pelaku melakukan aksinya? Bagaimana caranya bergerak tanpa ketahuan oleh satupun orang? Mustahil dilakukan di tempat yang sebesar dan seramai ini. Kemungkinan paling logis yang bisa ia pikirkan adalah pelaku bekerja secara bersama-sama. Setidaknya, dua sampai tiga orang saja cukup untuk menutup akses lantai dan berjaga sementara dirinya menggantung mayat.

Arlojinya menunjukkan pukul 10 pagi. Diantara semua pikiran yang terasa bertumpuk di otaknya, ia malah tidak fokus ke angka, melainkan orang yang memberikan jam tangan kulit warna cokelat saat hari ulang tahunnya. "Kata Vira, gaji pertamanya," Fery terkekeh sendiri seperti orang gila. Tawanya lalu memudar, terganti cemas. Jika semua ini berkesinambungan, tidak menutup kemungkinan peristiwa yang sama juga terjadi pada acara lelang PT Purnabhawa. Apa yang Vira lakukan saat ini? Apa ia masih bertindak gegabah seperti biasanya hanya karena memenuhi rasa penasarannya?

Getar di ponselnya terasa intens. Sinyal mulai masuk kembali. Sepertinya pulau kali ini cukup besar sehingga dari jarak 20 menit perjalanan pun mereka sudah bisa mendapatkan akses komunikasi. Setelah merasa tidak ada pesan masuk lagi, ia pun membukanya satu per satu.

"Oi!" seseorang memanggilnya sembari menepuk pundak dengan sangat keras.

Fery secara tidak sadar mengaduh. Gavin berdiri di belakangnya dengan tatapan datar nan mencemooh seperti biasa. Topi newsboy warna abu menutupi kepala hingga keningnya. Sorot matanya agak kontras dengan kenyataan bahwa sinyal sudah masuk ke ponsel mereka. "Hm? Login dong, sudah ada sinyal tuh."

"Tiba-tiba saja aku tidak tertarik bermain gim," Gavin bernada gusar tapi tetap saja menepuk pundak Fery―tak peduli pemuda di depannya sudah melotot karena tepukannya memang menyakitkan. Gavin malah menaikkan sebelah alisnya dengan raut jahil mengambil tempat di samping Fery sambil bersandar di besi pinggir kapal. "Kau, pernah kehilangan teman?"

Kehilangan? Fery mendefinisikan kata itu sebagai bentuk lenyapnya seseorang tanpa ada kemungkinan untuk kembali lagi. Tentu, sudah beberapa kali ia ditinggalkan teman-temannya yang mangkat lebih dulu. Terlebih, sebagian besar dengan dirinya sebagai saksi atas kematian tragis tersebut. "Pernah. Siapa di dunia ini yang tidak pernah merasakannya?"

Gavin terkekeh, pertama kalinya ia tersenyum pagi ini. "Benar juga. Aku agak melankolis pagi ini karena memimpikan Simon. Rasanya, baru sekarang aku merasakan kehilangannya."

Ekspresi ini dirasa Fery tidak sesuai dengan yang terjadi kemarin. Seolah-olah ia baru berduka sekarang, padahal itu sudah terjadi kemarin. Entah rasa mirisnya yang terlambat atau ada suatu hal yang direncanakan. Yang jelas, Fery sudah tidak bisa mempercayai siapapun di kelompok itu.

"Ya, kematiannya sangat mengenaskan. Sejak kapan kau mengenalnya?"

"Sejak ia bergabung dalam organisasi kami," Gavin berhenti merapikan topinya yang hendak terbang oleh angin. Perlahan, matanya melotot. Ia keceplosan berucap tersebut dan membuat teman di sebelahnya menoleh dengan raut paling penasaran. Dasarnya, Gavin bukan orang yang mempedulikan 'penyembunyian identitas'. Jadi, tanpa beban ia melanjutkan. "Aku dan Simon salah satu anggota penyebaran narkotika."

Mata Fery membelalak dengan sepenuhnya. Padahal, dalam hati ia menggeleng, 'Tenang sekali pria ini memaparkan identitasnya.' Fery agak bergetar, bersikap seolah ini memang mengejutkan. "Ja.., jadi.., kalian menyebarkan narkoba di kapal ini? Simon juga?"

IN Series 5: CincinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang