Vira tengah menikmati hari Minggu yang damai dengan agenda terbaring santai tanpa gangguan. Telinganya di sebelah kanan terpasang earpods warna merah muda yang tengah memutar musik tahun 2000-an. Rasanya membuat nostalgia. Tidak diperhatikannya jam yang menunjukkan pukul 9 tepat. Ia sudah mengerjakan kewajiban belanja mingguan tadi pagi. Dan kini gilirannya mendapatkan ketenangan―dan mandi pagi tidak termasuk dalam jadwalnya hari ini.
Seharusnya.
Suara ribut di luar sana membuatnya terbangun. Biasanya kondisi ramai di kompleksnya terjadi jika sedang gotong-royong ataupun sedang ada jadwal penyemprotan asap anti nyamuk. Kali ini terdengar beserta deretan mobil dan hiruk-pikuk entah siapa di sana. Penasaran, Vira pun berjalan menuju ruang tamu dan mengintip dari jendela. Sebuah mobil tepat berada di tepi jalan depan rumahnya. Mobil itu terparkir bersama kendaraan roda empat yang menyusul di belakangnya. Beberapa orang keluar dengan pakaian batik sopan dan kebaya. Dilihat dari panjang mobil tersebut, Vira yakin ada yang sedang mengadakan acara besar sekitar 3 – 4 rumah darinya.
Vira kembali melangkah ke kamar. Saatnya tidak peduli dan kembali menikmati liburnya.
Seharusnya.
Ketukan pintu terdengar intens. Vira melepas earpods kembali―kali ini cukup kasar. Di luar sana terdengar seseorang memanggil salam. Suara tidak asing yang Vira yakini membuat akan membuat ibunya terburu membuka pintu. Namun, sepertinya sang ibu asyik di dapur hingga tak mendengar panggilan di depan. Dengan berat kaki pun Vira kembali menuju ruang tamu dan membukakan pintu.
"Hm, mau apa?"
Tidak ada sambutan spesial, sekalipun pemuda di hadapannya terlihat agak mencurigakan dengan celana kain dan batik formal. Vira sedikit menaruh rasa penasaran dengan pertanyaan, 'Kau tetap bekerja di hari Minggu?' yang berputar di kepalanya. Namun ditepis karena tidak ingin berlama-lama bicara dengan sahabat kecilnya.
Pemuda di hadapannya tertawa. Kembali mencurigakan karena terdengar gugup. Hal yang membuat Vira tidak bisa membendung rasa penasaran kali ini. "Kau tidak pantas gugup, Fer. Aku tidak sedang mengujimu untuk kenaikan pangkat."
Fery terkekeh. "Hei, Vir," panggilnya pelan. "Kau ada kebaya?"
Alis Vira bertaut. "Tentu. Kenapa?"
"Bersiaplah kalau begitu." Fery langsung melangkah masuk. "Ada ibumu, kan?"
Vira berkejar. "Hei, kau tidak sopan!"
Fery melihat ibu dari sahabatnya tengah merajang beberapa bawang. Ia mendekatinya dan hendak bersalaman jika tidak diingatkan bahwa tangan wanita itu masih bau dan belum dicuci. Wanita itu menyambut lebih baik mengingat sudah setahun semenjak sahabat sang anak bekerja di luar provinsi. Kabar bahwa ia ditempatkan di provinsi ini menjadi berita gembira untuk ibu Vira yang secara tidak sadar menepuk bahu keras tetangganya dengan tangan bau bawang.
"Ah, iya, Bu. Fery hanya mau mengingatkan tentang acara hari ini. Keluarga besar Fery sudah datang. Mereka awal sekali."
Ibu Vira tersentak. Ia segera berdiri dan berkejar ke sana kemari seperti wanita yang kesetanan ketika melihat harga diskon di supermarket. "Astaga! Jam berapa sekarang? Kau bilang acaranya jam 1 siang? Kenapa lebih awal? Keluarga besar kami belum ada yang datang."
"Tidak bu, tidak. Waktunya tetap sama. Keluarga kami agak antusias. Mereka memang begitu," kata Fery yang tanpa sadar dirinya sendiri dengan antusias sudah menggunakan setelan semi formal.
Vira yang berada di depan mereka hanya mematung. Ia bermaksud menganalisis jawabannya tanpa bertanya. Namun, yang ada malah pikirannya mulai mengarah kepada hal yang tidak-tidak. Pada akhirnya ia menyerah, membantah perasannya yang menggebu-gebu memberi kabar dan memilih bertanya secara langsung. "Sebenarnya ada apa? Kenapa aku saja yang tidak paham di sini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
IN Series 5: Cincin
Mistério / Suspense[COMPLETED!] Final IN Series! "Hanya tentang kepercayaan... Memasangkanmu cincin atau melepaskanmu bebas bertarung melawan kematian." Dilema yang akan dihadapi Fery; yakni ia yang harus melawan gemelut Organisasi Sayap Merah; bersamaan dengan Vira...