Chapter 24. Operasi Terakhir

68 11 17
                                    

Bukan hal aneh jika Pemerintah membangun sebuah proyek hanya demi kepentingan mereka sendiri. Salah satunya adalah Gedung C yang digadang-gadang oleh Pemerintah dan Para Dewan menjadi percontohan gedung yang dapat menarik keramaian di tepian kota.

Faktanya, siswa sekolah dasar pun paham jika membangun gedung besar untuk perdagangan di tepian kota yang tidak padat penduduk, sama saja seperti menabur garam di lautan―sia-sia. Akhirnya, bangunan malah disalahgunakan oleh anak-anak muda tidak bertanggungjawab sebagai tempat terbaik melanggar norma susila, dan yang lainnya menjadikannya sebagai tempat menyampaikan ekspresi―seperti melakukan vandalisme. Corak warna yang melingkupi dinding bagian luar menajdi tanda betapa lemahnya pengawasan pasca pembangunan yang terjadi di negeri ini.

Seorang pria berpakaian kaos polo hitam dan jaket boomber warna biru denim menaiki satu per satu anak tangga bangunan setinggi 7 lantai ini. Matanya memperhatikan keseluruhan gedung dengan senyum puas dan juga memandang jijik di detik berikutnya. Gedung ini adalah salah satu pencapaiannya dalam meraup uang negara. Ia melakukan pendekatan kepada Anggota Dewan, memberinya iming-iming sekian rupiah untuk menyampaikan aspirasi pembangunan gedung, dan memberikan proyek tersebut kepada anak buahnya yang bergerak di bidang konstruksi.

Sayangnya, Chingada yang sangat berdedikasi tersebut sudah berada di tangan polisi. Ia dikhianati oleh anak buahnya sendiri. Sekalipun Chingada sudah menduga hal itu dan menangkap lebih dulu sang pengkhianat, ia tidak menyangka bahwa anak buahnya bekerja sama dengan orang lain. Chingada tertangkap basah oleh polisi saat menganiyaya anak buahnya tersebut.

"Siapa namanya? Arya? Aku tidak akan menamai anakku dengan nama itu."

Pria di belakangnya yang membawakan koper dan semua barang hanya terkekeh. "Kau tidak bisa memiliki anak lagi, Tuan. Istrimu 'tidak bisa melahirkan' lagi, dan istri simpanan yang paling kau cintai malah dibunuh oleh istrimu sendiri."

Pria pembawa koper itu tidak takut walaupun moncong pistol sudah berada di pelipisnya. Tanda luka sana sini di tubuhnya―termasuk besetan pisau di batang hidung―menjadi tanda ia terbiasa dengan kondisi ini. Sebagai asisten langsung, ia menghadapi bahaya lebih banyak daripada kartel sekunder di bawah penguasaan Alex.

"Lakukan, Tuan. Aku sudah bosan hidup. Umurku juga sudah senja."

Alex menarik benda bermoncong itu. Tidak terhitung berapa juta kali Asistennya memohon kematian padanya. Tapi, ia tidak ingin memberikannya karena akan melakukannya di waktu yang tepat. "Jaga nyawamu baik-baik untukku, Bon."

Bon tersenyum. Ia lanjut menaiki tangga beton yang telah lebih dulu diinjak Alex. Mulutnya masih gatal untuk mengata-ngatai. "Kedua anakmu sudah tidak berdaya. Elsa―si Anak Angkat yang sangat kukuh menjadi seorang 'pengganti' bagi anak kandungmu yang tewas―kini mendekam di penjara sambil menunggu persidangannya. Dan, jangan lupakan anak kandungmu yg susah payah kau cari dari istri simpanan tercinta. Ia tidak dipenjara, namun bertindak gila karena ingatan yang berangsur kemba―"

"Tutup mulutmu!"

Moncong pistol kembali bersarang di mulut pria itu. Kembali, senyum bahagianya terpatri. Tidak bisa bicara, tapi wajahnya mengisyaratkan agar bosnya segera menekan pelatuk.

"Kau.., benar-benar menguji kesabaranku, Bon." Pria bertubuh besar dengan tato yang nampak dari pergelangan tangan menghela napas lelah. Langkahnya kembali menaiki tangga. Kali ini, bersumpah bahwa ia tidak akan terusik oleh kicauan Bon, apapun yang dibicarakannya.

"Pak, bisa percepat langkahnya? Kita bisa ketinggalan helikopternya."

Alex berdecih. Tubuhnya memang masih berotot, tapi ia merasa tidak lagi bugar sebagaimana saat muda. Di usia yang menginjak 65 tahun, sudah merupakan keajaiban melihatnya menaiki tangga manual tanpa merasa 'encok'. Ia juga rajin berolahraga di ruangannya yang penuh dengan peralatan kebugaran. Ya, semua masih terasa wajar di umurnya yang hampir senja.

IN Series 5: CincinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang