; sebelas - bertaruh

46 3 0
                                    

Avery pagi itu baru saja berhasil memejamkan matanya setelah membersihkan diri karena hujan, berniat beristirahat selama dua sampai tiga jam sebelum dia harus kembali bekerja di Frada's Bakery, ketika dering telepon langsung membuatnya terperanjat.

"Violet harus operasi sekarang juga."

Satu kalimat singkat dalam panggilan telepon dari mamanya itu cukup untuk membuat rasa kantuknya menguap seketika. Membuat Avery tanpa sadar sudah meninggalkan rumahnya, berlari membelah pagi yang dingin selepas hujan.

Alih terbangun dari koma seperti yang diharapkan oleh Mama dan juga Avery, kondisi Violet tiba-tiba saja memburuk pagi itu. Dokter mengatakan bahwa mereka perlu menjalani operasi lanjutan untuk menjaga agar alat-alat vital Violet dapat tetap berfungsi dengan normal, dikarenakan koma yang berkepanjangan.

Dan tentu saja tindakan medis itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

"Mama hanya menyuruhmu menikah, bukan menjual diri!" Suara Lestari menggema keras di dalam tangga darurat.

Avery menunduk, gadis itu terdiam dan masih tidak berani menatap langsung ke arah Mamanya selepas mereka berbicara dengan dokter, juga menemui bagian administrasi untuk membahas berapa banyak biaya yang perlu mereka keluarkan agar Violet bisa dioperasi secepatnya.

Kini mereka perlu mencari jalan keluar tercepat, membuat Lestari kembali mengungkit perjodohan anaknya dengan Orion sebagai salah satu cara yang tercepat. 

Hidup selama dua puluh tahun lebih sebagai seorang ibu yang membesarkan anak penurut seperti Violet membuat emosinya tidak lagi dapat terbendung ketika mendapat penolakan dari Avery.

Apa sih susahnya sih menurut pada semua yang orangtua katakan, memangnya dia bisa apa jika berbuat seenaknya sendiri. Lestari merasa dongkol.

Jelas sekali ini salahnya karena membiarkan Avery hidup bebas karena terlalu sulit diatur ketika kecil, berpikir bahwa Violet akan menjadi satu-satunya anak yang bisa dia jadikan andalan ketika dewasa nanti.

"Haruskah Mama yang berlutut pada keluarga mereka untuk membantu kita tanpa syarat?"

"Ma!" Avery menyanggah, tidak tahan untuk menatap lurus ke arah mamanya dengan wajah yang memerah.

"Kamu tahu sendiri Mama nggak bisa hidup tanpa Violet."

Avery kembali menunduk, mengigiti bibirnya yang mulai terkelupas. Dia tahu, sangat tahu bahwa Violet yang sedang berada di ruang gawat darurat itu adalah satu-satunya dunia yang tanpanya, Mama tidak akan bisa hidup. Dan dia harus menjaganya. "Aku tahu, Ma."

"Lalu sekarang bagaimana?"

"Avery akan berusaha untuk mencari uang secepatnya."

"Memangnya kamu bisa melakukan apa lagi untuk mencari uang sebanyak itu dalam waktu singkat? Mama tahu selama ini kita semakin kekurangan."

"Aku akan berusaha, dengan cara apapun," tegas Avery untuk kedua kalinya.

"Termasuk dengan menyia-nyiakan perjanjian yang ada di depan matamu?"

"Pernikahan tidak sesederhana itu, Ma," ucap Avery lelah. Mamanya bahkan tidak pernah bertanya apa yang membuatnya menolak perjodohan itu, bagaimana perasaannya, seakan sudut pandang Avery adalah bagian yang tidak penting dari peristiwa ini.

"Kenapa waktu itu bukan kamu aja yang koma, setidaknya kita tidak akan sesusah ini," keluh Lestari dengan nada suara yang terdengar hampa. "Mungkin sekarang juga Papamu masih hidup."

Cukup. Avery tidak ingin lagi mendengarnya.

Tidak tahan mendengar seluruh keluhan yang meluap dari mamanya, Avery berlari keluar dari pintu darurat dengan dada yang terasa sesak, pergi menjauhi mamanya yang masih menyerukan namanya dengan lantang.

(ongoing) Be With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang