; delapanbelas - after effect

49 3 2
                                    

"Kakek dengar semalam kamu tidak pulang ke hotel."

Hamid dengan santai membuka obrolan, setelah sebelumnya mengeluhkan punggung tuanya yang kembali berulah ketika duduk di sofa tamu yang berada di ruangan Orion. Pria itu baru saja selesai mengikuti salah satu pertemuan penting yang berlokasi di hotel tempat Orion biasa berada, tentu saja dia tidak akan melewatkan kesempatan untuk mengganggu cucu pertamanya itu sebelum kembali dengan agendanya sendiri.

"Kau pergi kemana?" tambah pria tua itu, usil.

Orion mengalihkan pandangannya dari data statistik yang sedang dia tekuni di layar komputer, mendadak merasa risih karena kehadiran kakeknya di dalam ruangan ini. Dia yakin dia tidak akan dibiarkan bekerja sampai kakeknya puas mengoceh lalu pergi dari ruangan ini. "Tentu saja pulang ke apartemen," jawabnya, mencoba terdengar masuk akal sembari menaikkan alis.

Terkadang laki-laki itu penasaran apakah setiap dinding di Hotel Adeliade sebenarnya memiliki mata dan telinga sehingga kakeknya bisa mengetahui setiap pergerakannya seharian penuh. Dan apa tadi, apakah kakeknya sedang mencurigai dirinya sekarang?

"Ah begitu, tentu saja, maafkan kakek tua ini yang sangat tidak peka." Hamid berdecak pelan kemudian menggeleng, seakan tidak percaya pada pikirannya sendiri karena sudah menanyakan pertanyaan yang jelas-jelas memiliki satu jawaban pasti. 

"Ternyata kalian menerima pernikahan ini lebih cepat dari yang Kakek kira," tambah pria tua itu, bermonolog pada dirinya sendiri dengan suara yang cukup untuk didengar seisi ruangan. "Tidur berdua memang lebih menyenangkan dibandingkan tidur sendiri, kan?"

Orion sontak tersedak mendengar perkataan kakeknya, dia dengan segera bangkit untuk mengambil minum, berusaha menjaga tingkahnya karena dia yakin di belakang punggungnya sekarang, sang kakek sedang menatap Orion dengan pandangan khas orangtua yang memergoki anaknya yang sedang pubertas. 

Entah mengapa ingatan mengenai kejadian semalam kembali terlintas di dalam kepalanya, juga pagi tadi dimana dia terbangun dengan Avery di samping ranjangnya, tampak tertidur dengan pulas sembari menggenggam tangannya, dan berhasil membuat seisi kepalanya tidak dapat bekerja dengan baik seharian ini.

Orion mengacak rambutnya, setengah frustasi. Merasa risih pada dirinya sendiri karena tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri hingga membiarkan Avery melihat sisi tanpa pertahanan yang bahkan dibenci olehnya. Dia kali ini benar-benar ingin mengutuk keras mimpi buruk yang selalu datang dan menganggu tidurnya seperti semalam.

"Apakah Kakek selama ini bermain golf dan memancing bersama ibu-ibu sosialita yang senang bergosip?" tanya Orion sarkastik, memberikan segelas air putih lainnya pada kakeknya sembari menunggu sekertarisnya yang tidak kunjung datang. Dia akhirnya kembali pada kewarasannya dan ikut duduk di sofa.

Hamid terkekeh. "Akhirnya Kakek tidak perlu khawatir pada siapa yang meneruskan perusahaan setelah kamu dan Yoga."

"Tolong, hentikan bahasan ini," keluh Orion.

"Jadi benar."

"Tidak," sergahnya kelampau cepat, hal itu jelas saja membuat bahan candaan baru dari kakeknya.

Untunglah sebuah ketukan pintu menyelamatkan situasi yang ada. Sekertaris Orion masuk ke dalam ruangan sembari membawa sebuah nampan berisikan dua buah cangkir dan juga teko ukir yang terbuat dari keramik. Orion tidak perlu repot-repot menanyakan dan menghubungi sekertarisnya untuk membawakan jenis minuman tertentu, karena semua sudah tahu jika kakeknya selalu menyukai teh yang diseduh pria itu sendiri.

Setelah sekertaris itu pergi dari ruangan, Hamid mengambil teko dan mulai melakukan kegiatan favoritnya, menyeduh teh hijau. "Kamu akan kembali ke Prancis bersama Avery?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 19, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

(ongoing) Be With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang