; empatbelas - about Violet

35 3 0
                                    

Avery baru menyadari jika yang dimaksud Orion dengan mengantar pulang adalah 'pulang ke apartemen kita berdua' dan bukan rumah sepetak dimana dia tinggal sehari-hari. Hampir saja tadi dia berkata bahwa mereka salah jalan ketika Orion membawa mobilnya masuk ke kawasan apartemen elit yang berada di pusat kota.

Benar, menikah bukan hanya perihal mengadakan resepsi dan bertukar janji sehidup semati, kemudian kehidupannya kembali seperti semula. Justru dari sanalah kekacauan hidupnya akan dimulai.

"Ada tiga kamar di tempat ini, kamu bisa pakai dua diantaranya." Orion baru saja memasukkan sandi apartemennya kemudian mengajak Avery masuk ke dalam ketika dia berbicara, menunjukkan sebuah kamar yang berada di barat laut yang berhadapan langsung dengan perkotaan, dan juga satu di dekat ruang televisi. "Saya baru memanggil petugas kebersihan, jadi sepertinya tidak ada masalah."

Avery mengangguk pelan, masih beradaptasi dengan dunia Orion yang menyilaukan.

Apartemen itu luas, bahkan sangat luas untuk ukuran sebuah properti di tengah kota, jika dibandingkan dengan tempat tinggalnya, jelas ini berkali-kali lipat dari ukuran rumahnya, tempat ini seperti sedang berseru 'hei, aku mahal sekali, loh!', yang didukung oleh gaya modern minimalis yang khas, juga barang elektronik canggih di kanan dan kiri.

Sejauh matanya memandang, ruang keluarga dan dapur di apartemen ini tampak terlalu rapih bahkan tanpa adanya petugas kebersihan yang datang, entah Orion yang begitu menggemari kebersihan atau dia jarang menempati apartemen ini, sehingga Avery berpikir mungkin apartemen ini baru saja dibeli Orion, atau cucu Atmawijaya ini punya segudang apartemen mahal yang dibeli sebagai koleksi.

Canggung rasanya kembali berhadapan dengan semua kemewahan yang dulu sempat menjadi makanan sehari-harinya juga, sebelum dia akhirnya harus rela mengikuti roda yang terus berputar, menjadi seorang Avery yang sibuk memikirkan token listrik dan pompa air yang kadang tidak bisa bekerja.

"Bagaimana denganmu?" tanya Avery.

Orion menaikkan salah satu alisnya dengan halus. "Kamu mau kita satu kamar?"

"Bukan," sergah Avery dengan cepat, dia rasanya ingin menenggelamkan dirinya yang sedang duduk di dekat counter dapur, tidak biasa mendengar gurauan Orion-yang dilontarkan dengan mimik serius-semenjak resepsi pernikahan berakhir. Mungkin percakapan mereka terdengar janggal, tetapi dia juga tidak akan pernah bersedia tidur di kamar yang sama dengan Orion jika tidak terdesak, toh, pernikahan ini tidak diikat atas dasar suka sama suka. "Kamu memangnya selama ini tidak tidur di kamar utama?"

Pertanyaan Avery itu merujuk pada kamar barat laut yang ditunjukkan Orion, sejauh apapun Avery memperhatikan, dia tetap tidak mengerti. Dari luar saja, ukuran kamar itu sudah tampak lebih besar dibandingkan satu kamar yang lain. Juga satu kamar lagi, yang sepertinya milik Orion karena dia tidak meminta Avery memilihnya, ada di timur laut yang juga menghadap perkotaan.

"Saya memang tidak begitu suka tidur di sana, terlalu luas," kata Orion sembari mengedikkan bahu, meskipun pertanyaan Avery itu jelas-jelas dijawab dengan asal olehnya. Dibandingkan rumah Kakek, apartemen ini bukan apa-apa. "Mungkin kamu lebih baik memakai kamar utama, agar kita tidak perlu repot memindahkan banyak pakaian dan pernak pernikmu jika ada sidak dadakan dari Kakek."

Avery tertawa ringan. "Mau bertaruh denganku pakaian siapa yang lebih banyak?" tanyanya, bersungguh-sungguh.

"Ah, benar, saya lupa kamu hanya punya satu set pakaian hitam," gurau Orion.

Avery langsung mengembungkan pipinya, menatap tajam pada kedua bola mata coklat walnut Orion yang masih membuatnya harus mendongak meskipun sedang sama-sama duduk di atas counter stool. Jika ada yang melihat, mungkin saat ini dia sudah seperti seekor anak kucing kurang gizi yang sedang menantang seekor beruang kutub besar.

(ongoing) Be With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang