~Lea dan Tian 2

83.1K 3.4K 588
                                    

Bacanya jangan pake perasaan! 🙂

***

Tian❤️
Kakak pulang nanti sama Jessi soalnya Vano gak bisa jemput dia. Boleh kan Sayang?"

Dengan bodoh jari Lea mengetik balasan "Ya" padahal membaca pesan tersebut saja hatinya sudah sakit. Benar, ia cemburu dengan Jessi meski Tian sudah mengatakan jika suaminya itu tak lagi memiliki rasa dengan Jessi. Tapi sikap peduli Tian yang menjadi boomerang untuk Lea overthinking.

"Sakit," gumam Lea tanpa sadar air matanya mengalir.

Kemudian ia mengelap kasar air mata tersebut dan menarik napas panjang lalu mengulas senyum tegar. Ia kuat, tentu saja.

***

Percayalah, sebenarnya hubungan Lea dan Tian tidak baik-baik saja. Diam-diam Lea memiliki kekhawatiran tentang masa depan anaknya kelak. Ketakutan itu semakin besar apalagi diusia kehamilannya yang semakin besar.

Tian suaminya mencintai Jessi temannya sewaktu kuliah. Dan dirinya hanyalah bentuk tanggung jawab Tian karena hamil anak lelaki itu. Tidak lebih, karena mereka menikah diatas perjanjian hitam diatas putih. Tak ada yang tahu kecuali keduanya.

*Flashback

"Ini surat perjanjian." Tian menyerahkan map merah pada Lea.

"Ini apa?" tanya Lea tak mengerti.

"Baca!" suruh Tian dengan kode  mata.

Lea langsung membaca deretan kata disana. Isinya sangat jelas bahwa mereka akan berpisah setelah anak yang dikandung Lea lahir karena mereka adalah dua insan yang tidak saling mencintai. Tertera juga materai 10000 dibagian bawah. Sudah ada tanda tangan Tian disana dan jika Lea membubuhkan tanda tangannya, resmi sudah surat tersebut.

"Surat cerai?" tanya Lea tak percaya. Bibirnya mengulas senyum miris. Ia bahkan belum menikah tapi sudah diberi surat cerai oleh calon suaminya.

"Lo tinggal tanda tangan disana," ujar Tian tegas.

Bagaimana bisa Lea memiliki calon suami seperti ini? Ia merasa terluka, namun otaknya menyetujui surat perjanjian tersebut. Semua laki-laki sama. Ayah kandungnya bahkan lebih memilih selingkuhannya daripada ibunya. Dan sekarang calon suaminya memilih mengejar cintanya dan mencampakkan dirinya.

Hidup Lea benar-benar seperti drama. Lea kuat, ia pernah berada disituasi ini sebelumnya. Jadi ia tak perlu takut bukan?

Tangan Lea menggores tinta pulpen pada kertas yang berjumlah dua lembar tersebut. "Sudah."

Tian mengangguk. "Lo simpan satu, gue satu."

*Off

"Sayang," panggil Tian pada Lea yang tengah melamun.

"Oh—iya." Lea tersadar kemudian mengulas senyum.

"Mikirin apa sih?" tanya Tian mengelus pipi Lea.

"Nggak ada kak," jawab Lea tertawa kecil menutupi kekhawatirannya.

"Yakin?" tanya Tian dengan alis naik sebelah. "Mikirin kakak ya?"

"Ih enggak," elak Lea cemberut.

"Iya juga nggak papa." Tian tertawa lepas sambil mencubit hidung mungil Lea.

***

Usia kandungan Lea sudah memasuki bulan kedelapan dan Tian sudah tidak sabar menantikan kehadiran anaknya itu. Mamanya juga selalu protective terhadap menantunya itu. Lea benar-benar seperti ratu dirumah mereka.

Kampus BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang