[22] ragu

246 53 27
                                    

Beberapa hari ini Regi terlihat murung. Tidak, Regi tidak terlihat lemas seperti orang yang kelihatan tidak punya semangat hidup. Regi masih seperti Regi yang orang-orang kenal, tapi terkadang cewek itu terlihat beberapa kali melamun. Sebagai adik yang sudah menghabiskan seluruh umurnya selama ini untuk hidup bersama Regi, Esa menyadari keanehan pada kakak perempuannya itu.

Yang lebih aneh, Regi terlihat beberapa kali menghindari Arsen saat cowok itu datang ke rumahnya.

"Teh Egi, lo lagi berantem ya?" Esa memberanikan diri bertanya saat keduanya sama-sama sedang menonton televisi di siang hari.

Mendapat pertanyaan tiba-tiba dari adiknya membuat fokus Regi beralih sepenuhnya, sedikit tidak mengerti maksud pertanyaan Esa. Berantem? Regi berantem sama siapa?

"Gue ga berantem sama siapa-siapa perasaan" Jawab Regi jujur.

"Lo berantem sama bang Arsen, kan?"

Ah, Regi paham. Esa pasti menyimpulkan dirinya dan Arsen sedang tidak baik-baik saja karena beberapa kali Regi berpesan kepada Esa untuk mengatakan bahwa Regi tidak ada di rumah saat Arsen datang berkunjung atau sekedar menjemputnya ke kampus. Ya, tidak salah, sih.

Tapi, Regi memang tidak sedang bertengkar dengan Arsen, kok. Keduanya baik-baik saja saat terakhir kali bertemu di acara kampus dan mengobrol di taman tempo hari.

Iya, mereka baik-baik saja. Regi hanya, ya, semacam bingung dengan perasaannya.

Akhir-akhir ini Regi merasa ragu. Regi tidak yakin, apakah dirinya tetap bisa membantu Arsen untuk membuat Anya menjauh dari cowok itu dengan pura-pura berpacaran? Regi mendadak tidak yakin. Juga, Regi mulai merasa ragu dengan perasaannya terhadap Arsen. Makanya, cewek itu memilih untuk menghindari Arsen beberapa hari ini.

"Teh? Tuh, kan! Ngelamun lagi kan lo"

Suara Esa disertai tepukan di bahunya membuat Regi tersentak kaget. Sadar akan kesalahannya, Regi tertawa canggung.

"Kalau bang Arsen ngapa-ngapain lo, bilang ke gue teh. Nanti gue paprak bang Arsen"

"Berani lo?"

Esa tersenyum, menunjukkan deretan giginya sambil menggeleng. "Ya, engga sih, teh. Itu pengandaian doang, teh. Intinya, kalau lo kenapa-kenapa karena bang Arsen, gue bakal maju. Nyebelin-nyebelin begini lo kan tetep teteh gue juga"

Ucapan Esa yang terdengar tulus mau tidak mau membuat Regi sedikit tersentuh. Sedikit. Sisanya, dia juga merasa kesal karena nyinyiran yang Esa sematkan disela-sela kalimat manisnya.

"Gue ga apa-apa kok, Sa. Engga ada masalah juga sama kak Arsen. Semuanya baik-baik aja. Cuma, ya, gue emang lagi ga pengen ketemu dia aja" Jawab Regi yang berusaha terdengar meyakinkan.

Esa menatapnya sekilas, kemudian mengangguk. Setelahnya dia bangkit.

"Udah ah, gue mau siap-siap. Mau futsal sama anak-anak. Lo kalau mau pergi juga jangan lupa kunci pintu teh. Ayah sama Ibu pulangnya masih lama soalnya"

Regi mengangguk tanpa menoleh ke arah Esa adiknya.

"Tapi teh, kalau misalkan lo ada masalah sama bang Arsen mending diomongin. Jangan malah menghindar" Ucap Esa, lagi. Setelahnya cowok itu benar-benar pergi ke kamarnya, meninggalkan Regi yang lagi-lagi terdiam memikirkan ucapan adiknya.

Esa benar. Keraguannya tidak akan mendapat titik terang kalau dirinya terus menghindari Arsen.

Dengan cepat, Regi mengambil handphone-nya yang ia simpan diatas meja.

Selesai. Regi baru saja mengirim chat kepada Arsen.
Beberapa detik kemudian, Regi chat nya sudah dibaca oleh Arsen. Regi kira Arsen akan membalas chat nya, namun cowok itu malah membalas lewat panggilan yang mau tidak mau membuat Regi gelagapan.

Duh, kok malah telpon sih!

"Halo?" Ucap Regi saat panggilan keduanya tersambung.

Terdengar helaan nafas Arsen di sebrang sana. Helaan nafas yang terdengar lega dipendengeran Regi.

"Mau ketemu dimana, Gi?"

"Lo aja yang nentuin tempatnya kak"

Hening sebentar.

"Kalau gitu nanti gue jemput"

"Eh ga usah, kak! Lo kasih tau aja tempatnya dimana, nanti gue kesana sendiri"

"Regi, gue bilang nanti gue jemput"

Regi tidak bisa menolak.

blessed messTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang