Ava tidak bisa menahan diri lalu menusuk satu wortel kukus dan mencocolkan pada saus lalu mendesah penuh kenikmatan.
"Benar, kan, enak?" Manal tersenyum lebar.
"Kalau sudah nyicipin sesuap, aku nggak bisa berhenti. Nanti kamu nggak makan."
"Begini saja. Kamu akan dapat free trial katering untuk seminggu ke depan sebelum memutuskan untuk langganan makan siang ibuku." Manal menawarkan sambil menggigit roti bakar buatan Ava.
"Makananku nggak enak, ya?" Ava tertawa malu melihat Manal langsung meneguk air putih di botol minumnya. "Ibuku nggak masak pagi ini, jadi itu yang bisa kubikin. Aku merasa bersalah setiap kali kita tukar bekal. Jadi aku nggak usah nunggu trial, aku langsung ikut katering ibumu saja." Ava tidak mau lagi merampok bekal Manal. Lagipula langganan katering akan mempermudah kegiatan pagi Linda, yang hanya perlu menyiapkan bekal untuk Addie. Ada asisten rumah tangga di rumah, tapi Linda selalu memasak untuk anak-anaknya.
"Sejak kecil aku sudah makan masakan ibuku. Aku perlu variasi begini juga kadag-kadang. Ah, kalau langganan katering ibuku, nanti kalau aku nggak bekerja di sini lagi, kamu tetap bisa dapat kiriman makan siang." Manal mengangkat gelasnya.
"Kamu mau pindah?" Ava terkejut. Tidak tahu kenapa, Ava merasa tidak rela. Berarti dia akan kehilangan lunch buddy? Bahkan mereka belum sempat dekat.
"Kalau, Ava. Seandainya. Ada orang dari Zogo memintaku untuk bertemu." Ava adalah orang pertama yang tahu mengenai ini. Tentang rencana Manal untuk mempertimbangkan tawaran Zogo. Perusahaan lain, juga bergerak di bidang solusi bisnis menggunakan IT, yang meneleponnya lagi tadi pagi.
"Zogo?" Ava berusaha mengingat sesuatu. "Oh, sepupuku baru saja tunangan dengan Darwin*. Founder Zogo."
"Bloody hell. You're related to Darwin Dewanata?" Sejak Zogo mendunia, cita-cita Manal adalah berhenti jadi buruh dan mengikuti jejak Darwin Dewanata.
"Nggak. Aku baru ketemu dia sekali atau dua kali. Jadi, apa kamu akan menerima tawaran dari Zogo?" Tidak biasanya Ava peduli pada urusan orang lain. Ava tidak paham apa yang terjadi pada dirinya setiap kali berdekatan dengan Manal. Maunya ingin tahu segala sesuatu tentang Manal. Tetapi Ava juga tidak ingin terlalu dekat atau dia akan kecewa. Kenapa semuanya jadi membingungkan seperti ini?
"Belum tahu. Masih ada yang ingin kulakukan di sini. Ada yang belum kucapai di sini." Memenangkan hatimu, Manal menambahkan dalam hati.
Wanita yang membuat Manal penasaran. Ava. Selain aroma tubuh Ava membuat Manal kehilangan kewarasan, wajah yang Ava lembut dan manis, matanya yang bulat dan hidung bangirnya sungguh tidak mudah dihapus dari ingatan. Belum lagi satu lesung pipit di pipi kiri Ava, yang sangat bisa menghilangkan konsentrasi Manal. Saat bersama Ava, Manal bisa melupakan kenyataan bahwa Disha sebentar lagi akan menjadi menantu gubernur.
"Kamu sudah lama kerja di sini?"
"Tiga tahun."
Ke mana saja Manal selama ini? Sudah tiga tahun Ava bekerja di sini dan Manal, yang masa kerjanya lebih lama, tidak menyadari keberadaan Ava? Manal mengolok dirinya sendiri. Disha. Itu penyebabnya. Tentu saja karena dulu Manal tengah sibuk menyambut masa depan bersama Disha, sehingga tidak peduli dengan wanita cantik di kantor. Ditambah lagi, belum pernah sekali pun Ava menjadi bagian dari timnya, hingga tahun ini. Dunia Manal hampir tidak bersinggungan dengan dunia Ava.
"Betah kerja di sini?"
"Mau gimana lagi? Nggak seperti kamu, nggak ada yang nawarin aku untuk pindah."
Manal tertawa. "Satu saja nggak ada?"
Bajak-membajak pegawai sudah jamak terjadi di kalangan mereka. Manal sangat sering mendapatkan tawaran pindah. Hanya saja sejauh ini yang bisa menarik perhatian Manal hanya perusahaan milik Darwin Dewanata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepasang Sepatu Untuk Ava
RomanceDari penulis The Dance of Love dan Right Time To Fall In Love: Pemenang Penghargaan The Wattys 2021 kategori Romance *** "Sepatu yang kuberikan tadi, aku tidak ingin kamu memakainya. Pakai kalau kamu sudah siap untuk melangkah ke dalam hidupku. Siap...