DUA PULUH DELAPAN

13.1K 2.5K 312
                                    

Halo. Sudah hari Jumat! Kita jumpa lagi. Apa yang kamu kangenin saat ini?

Di bawah sini ada yang sudah berani bilang kangen tuh. Yang dikangenin bahagia banget. Kita juga dapat jawaban Manal ada di mana dan bersama siapa :-D

Jangan lupa berbahagia ya. Semoga Ava dan Manal juga bisa membawa sedikit kebahagiaan untukmu. Tinggalkan komentar untukku ya. Jawab pertanyaan juga di akhir cerita ya, harus biar seru :-)

Love, Vihara. IG/Karyakarsa/TikTok ikavihara, WhatsApp 083155861228)

***

"Lihat Eeve. Kucing pemalas itu suka makan. Tapi dia tidak akan mau mendekat kalau orang asing yang menyodorkan makanan. Orang yang tidak akrab dengannya. Walaupun dia lapar, walaupun makanannya seharga satu miliar, dia akan memilih diam dan ngiler. Tidak mau menyambar makanan itu. Karena dia waspada. Karena nggak percaya pada orang asing. Ya kalau beneran dikasih makanannya, kalau ditarik lagi?

"Beda cerita kalau si orang asing menaruh makanan tersebut di lantai, lalu ditinggal pergi. Pasti disambar. Dibawa menjauh. Eeve akan mencari tempat aman untuk menikmati." Banan menyodorkan gelas kosong, menyuruh Manal mengisinya dengan air sekalian. "Setelah seseorang itu memberinya makan sepuluh kali, Eeve baru akan percaya padanya. Mau makan di pangkuannya."

"Kenapa jadi ngomongin kucing?" Manal lebih membutuhkan saran yang praktikal. Bukan filosofi kucing.

"Itu kan hanya penggambaran. Berikan cintamu. Perhatianmu. Tidak usah menuntut Ava untuk membalas. Atau menuntut dia memberimu tempat di hatinya. Sama seperti Eeve, lama-lama Ava akan menyambar cintamu, setelah yakin kamu serius dengan perasaanmu, dengan niat baikmu. Lama-lama dia akan bisa memercayaimu."

***

"Va, kamu dengerin nggak sih?" Dengan kesal Tana menegur Ava yang sejak tadi mengamati ponsel, menggerutu sendiri, lalu membanting ponsel ke kasur.

"Denger." Ava masih sibuk dengan ponselnya. Malam ini Tana menginap di rumah baru Ava, menemani Ava dan Adeline karena Linda sedang ke luar kota bersama Arvin. Mengurus keperluan kuliah Arvin.

Adeline sudah tidur sehingga menyisakan Ava dan Tana duduk berdua di sofa di depan televisi.

"Aku ngomong apa?" Tana menguji kejujuran Ava.

"Kamu bilang Harlan mau menikah. Karena pacarnya hamil duluan." Ava hanya tidak konsentrasi. Bukan tuli.

"Kok kamu biasa aja dengernya? Nggak kaget? Ini apaan, sih? Ada apaan di HP-mu?" Tana merebut ponsel Ava. "Aku dejavu banget. Ini sama kayak waktu Harlan ngilang dulu ya. Kamu ngeliatin HP melulu."

"Manal ke mana, ya, Tan?" Setelah terbiasa dengan WhatsApp dan telepon tidak penting dari Manal, tiga hari ini Ava merasa kehilangan. Manal tidak menghubungi Ava dan Ava tidak melihat Manal di kantor sama sekali, sejak Manal memeluknya di teras rumah.

"Kita lagi ngomongin Harlan lho, Va! Mantan pacarmu yang ngeselin itu!" Tana tidak terima karena berita penting yang dibawanya tidak membawa pengaruh apa-apa pada Ava. "Untung dia menikah di Kalimantan sana. Coba kalau di sini. Ibunya pasti malu setengah mati. Yang diajak ke Kalimantan katanya cuma keluarga yang dekat banget."

"Serves him right." Setelah dia menghina Ava seperti itu, ternyata kelakuan Harlan tidak lebih baik daripada ayah Ava. Menghamili anak orang? Keluarganya pasti malu sekali. Payback is hell.

"Eh, Manal nelepon nih, Va!"

"Mana?" Ava langsung merampas ponselnya dari tangan Tana.

"Huahahaha ... ngarep ya?" Tana tertawa puas karena Ava termakan jebakannya. "Kalian berdua kenapa sih? Lagi bertengkar?"

Sepasang Sepatu Untuk AvaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang