Aku tak pernah berencana untuk menumbuhkan benih tanpa tunas, berlari dengan satu kaki, berpijak secara mandiri.Tak pernah pula sudi menyentuh gerbang kehancuran, tak jua ikhlas untuk masuk pintu perpisahan.
Namun,
Ketok saja palunya, biar cerai. Biar malam-malam badai ini, teruntai. Biar habis air mataku, terurai. Biar sakit ini terabai.
Biar aku dan kamu, selesai.
...
Di sudut rumah terdengar lantunan gitar dengan suara dia yang empuk juga. Aku tak menyapanya, memilih berlalu sebelum ditanya duluan untuk masuk ke dapur setelah membeli makanan yang baru saja sampai diantar seorang supir ojek online.
Aku tersenyum kecut, waktu menatap dapur yang sudah lama tak kusentuh. Luar biasa. Luar biasa rasanya, bisa bertahan tanpa memegang semua yang tersimpan di tempat ini. Semuanya berdebu, kecuali satu panci kecil.
Aku tahu, dia selalu memakainya untuk merebus mie instan jika aku sudah tertidur.
"Beli apa, Zizi?"
Piring kecil yang baru ku isi dengan Gyeran-mari hampir terjatuh waktu tak sengaja kutabrak tubuhnya yang berdiri di depan sambil menenteng gitar kesayangannya.
"Sorry, sini, aku bantuin." Dia nyengir kuda, seperti biasa, tanpa rasa bersalah sedikitpun. Merebut piring kecil dari tanganku. "Apa lagi yang harus kubawa?"
"Itu." Tunjukku pada dua mangkuk sup di atas meja. Dia dengan telaten mengambilkannya setelah meletakkan gitar dengan sembarangan.
Terakhir yang kudengar dari Kak Jo, dia mengomeli semua timnya gara-gara gitarnya tergores kecil ketika melakukan konser di Tomohon beberapa hari lalu. Tidak tahu saja mereka, betapa joroknya penyanyi satu ini kalau di rumah.
"Drama korea apa yang baru aja kamu tonton, tumben?"
"Enggak doyan nonton drama."
Kami makan.
Di ruang dan meja yang sama.
Nampak tidak ada bedanya dengan pasangan lain. Hidup di atap yang sama, makan bersama, mengobrol bersama.
"Kemarin, aku nonton Hi! Bye Mama, nangis banget. Ceritanya sebagus itu." Dia memulai topik seperti biasa. Memaksaku untuk berbicara dengannya, seperti biasa juga.
"Oh.."
"Kamu enggak mau nanya gitu, sejak kapan Nan suka nonton drama korea?"
"Sejak kapan?"
Sebulan terakhir ini, nafsu makanku hilang. Entah ke mana. Untuk bisa menelan setengah dari piring kecil saja, aku sudah bersyukur.
"Sejak pisah ranjang." Lalu dia tertawa kecil. Tawanya selalu sama, matanya hilang tertutup kelopak.
"Melek kali, ditinggal orang baru tau rasa." Ku anggap itu jadi guyonan juga. Meskipun tawanya bagiku masih kelihatan memuakan.
Sarat akan jijik tak tertahankan.
Sebenci itu kamu Azizi kepadanya?
Ya.
Sebenci itu.
"Rumahmu di Senopati kapan jadinya?"
"Udah jadi." Jawab dia cepat. "Cuma memang belum bisa kita tempati, masih belum beres sana sini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengeja Kebebasan
FanfictionAzizi Shafaa Asadel kala itu berusia 19 tahun dan memutuskan menyudahi karirnya di bawah naungan idol group, JKT48. Kemudian ia bertemu dengan seorang pria yang konon lima tahun kemudian menggenggam jemarinya yang dihias cincin manis sekian karat, m...