....
"Kak Lala! Ikut kumpul enggak lo?"
"Enggak dulu, Anak gua lagi sakit. Sampein maaf gue ke Azizi."
Lalu terdengar suara anak kecil menangis dari seberang telepon. Brielle berakhir menutup panggilan pada Kak Lala, lalu kembali menatapku yang masih sibuk mengaduk-aduk Ocha di atas meja sebuah kedai di bilangan mall.
"Susah banget emang ngajak jalan emak-emak."
"Lo akan ngerasain nanti."
"Kesannya lo pernah punya anak."
Benar juga. Kesannya begitu.
"Ah, suntuk! Ayo, belanja!"
Baru lima menit sampai dan disuguhi ocha yang Brielle pesan karena perempuan itu sudah duduk lama di sana, aku ditariknya keluar dari kedai, kaki perempuan sebayaku itu lincah membawaku ke sebuah toko dengan brand ternama.
Kali-ini-tolong-Gabriel-Angelina-jangan-buat-kartu-kreditku-bengkak-lagi.
"Udah lama enggak sih kita enggak belanja? Pasti udah lama 'kan? Jelas lah, lo kayak isolasi mandiri habis nikah, jarang mau ketemu sama gue." Brielle mulai berjalan-jalan di sekitaran New Arival.
"Jarang mau sama sibuk itu bedanya jauh."
"Sibuk bikin ponakan buat gue ya?"
"Ponakan, my ass." Aku memutar mata begitu malas.
"16 Mei kan sekarang? Satu tahun lalu, lo punya acara besar selain ulang tahun. Normal 'kan gue minta ponakan?"
"Normal enggak kalau gue minta lo sama si Advokat narsis itu nikah hari ini juga?" Aku bertanya balik, membuat Brielle berdecih pelan.
"Enggak semua orang lahir dengan bertujuan menikah, Zee."
"Nah, itu. Enggak semua orang nikah mau punya anak." Aku menelan ludah dengan susah payah.
"Lo sama dia penganut childfree?" Brielle yang sedang melirik harga tas yang fantastis itu menatapku, kali ini cukup sungguh-sungguh.
"Bukan."
"Tapi, enggak mau punya anak?"
Aku membiarkan Brielle perlahan kembali pada bayangan akan harga-harga tas fantastis itu. Sementara kini, aku hanya melihat-lihat, mengekori ke mana langkah Brielle menuju.
"Gue tahu biaya hidup makin sini makin brengsek banget. Tapi, gue enggak menyangka, kalian seputus asa itu sampai berpikir cuma hidup berdua."
Lebih tepatnya hidup sendiri-sendiri.
Tentu saja, Brielle mana mungkin ku beri tahu soal ini. Tidak akan dan tidak pernah ku beri tahu siapapun.
"Agak sangsi Kak Nan enggak punya tabungan sampai 10 tahun ke depan." Lanjutnya lagi.
"Kartu Kredit pacar lo?"
Tak terasa kami sudah berjalan ke kasir. Brielle melirikku sebentar, lalu mengangguk.
"Brielle pakai aja ya sayangku." Aku mengerutkan kening, waktu Brielle dengan hafalnya menirukan gaya bicara dan ekspresi pacarnya. "Sekarang lo harus tenang, hubungan gue sama Mas Advokat Narsis yang lo bilang itu memang sudah seintim gimana kartu kreditnya udah nempel di dompet gue."
"Walau sejujurnya gue masih punya cowok idaman yang sama dari dulu." Kami berjalan keluar dari toko. Dengan tangan kosongku dan tas Brielle yang harganya dua digit itu, kami berjalan lagi, aku tebak sepertinya ke toko berikutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengeja Kebebasan
FanfictionAzizi Shafaa Asadel kala itu berusia 19 tahun dan memutuskan menyudahi karirnya di bawah naungan idol group, JKT48. Kemudian ia bertemu dengan seorang pria yang konon lima tahun kemudian menggenggam jemarinya yang dihias cincin manis sekian karat, m...