Nan : Pendar

359 48 9
                                    


...

"Mau mampir ke tempat makan sebentar enggak, bang?" Tawaran Jo barusan cuma gue jawab sama gelengan kepala aja. "Nanti sakit lagi, lho."

"Kalau kedua kalinya gue sakit, Zizi enggak akan percaya."

Jo sudah tahu betul bagaimana permasalahan rumah tangga gue tanpa gue ceritakan sedikitpun, mungkin Pak Samsu--supir gue juga, mengingat selalu enggak sengaja gue dan Jo membahas perihal semua itu di dalam mobil.

"Ini gue nanyain mau makan juga karena Azizi yang nanyain. Sampai ke Pak Samsu juga ya, pak?"

Keduanya mengangguk.

"Mbak Azizi tadi nanya Pak Nan, katanya bapak udah makan atau belum, kalau belum paksa aja suruh makan, nanti sakit."

Gue tersenyum sekilas. Seenggaknya cara dia perhatian enam bulan terakhir ini memang berbeda. Tapi, tenang, perasaan gue ke dia mana pernah berubah sedikitpun sekalipun jungkir balik gue harus mempertahankan ini semua dengan cara gue sendiri.

Biasanya kalau pulang manggung begini, secapek apapun gue, kalau sudah bertemu dia meskipun mukanya enggak pernah mendukung setiap hari, seenggaknya capek gue hilang hari itu juga.

Namun, sekarang dia lagi pergi liburan sama pacar kesayangannya.

Kalau gue ganggu dan samperin ke Makassar dia bakal marah enggak, ya?

Ah, harusnya dalam kasus ini gue yang marah. Gue terlalu melepas dia sama orang lain. Enggak mau curiga, gue tahu betul Zizi itu cewek baik-baik, enggak mungkin sesuatu yang sedari tadi berputar dalam kepala gue benar-benar direalisasikan kan ya?

Gue enggak akan mengampuni diri gue sendiri kalau semua benar-benar terjadi.

Enggak, gue tahu Zizi cewek gue, cewek baik-baik yang enggak akan senekad dan seberani itu.

"Lo kenapa, bang? Lagi overthinking ya?"

"Lagi kangen sama istri gue." Jawab gue asal, asal tapi kenyataannya kayak begitu.

Gue memungut sneakers punya dia yang ketinggalan di mobil ini. Kayaknya sudah terlalu lama dan dia juga terlalu lupa. Dulu, dia sering ikut menjemput gue dari Bandara sama Pak Samsu, tapi, seringnya macet bikin dia ketiduran di jalan setelah gue masuk mobil, makanya dia selalu tidur di mobil ini dan gue dengan senang hati membukakan sepatunya lalu membopong dia kalau sudah sampai di rumah.

"Di-chat kali, bang."

"Dia lagi sibuk, percuma enggak akan ngebales."

"Gitu doang langsung hopeless, orang tadi nge-chat gue kok, lima menit yang lalu."

Sebenarnya yang suami Zizi itu gue atau Jo sih? Lama-lama gue iri kalau mereka sering berkomunikasi kayak begitu, meskipun gue tahu yang dibahas itu enggak jauh-jauh dari gue.

Gue mengambil ponsel yang sedari tadi enggak gue buka dari Bandara Kualanamu sampai di Soetta. Ada satu pesan dari Zizi yang belum terbaca sampai detik ini, gue pikir dia enggak ingat sama gue.

Makan

Iya udah

boong bgt

Udah sayanggg

y udh

Gimana liburannya?

seru

Aku VC ya?

jgn, aku lagi mandi

Mengeja KebebasanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang