Hampir empat tahun hidup sebagai penyanyi kondang tanah air, gue enggak pernah sefrustrasi ini punya asisten yang kerjaannya kalau enggak mojok di balkon ninggalin dua bungkus energy bar buat gue sarapan ya mangkir dari kerjaan tiba-tiba hilang dan tau-tau udah ngabarin kalau dia ada di FX Sudirman lagi nonton cewek-cewek sekecamatan nyanyi.
"Soalnya kalau minta izin duluan sama abang, mana mau abang ngizinin." Katanya, sambil cengar-cengir. Gue hanya bisa menatap dia galak lalu memaafkan bocah itu layaknya anak SD musuhan besoknya langsung main bareng lagi.
Sejujurnya gue enggak terlalu marah kalau dia sesekali ceroboh dan bikin gue kesal. Sudah enggak bisa diganggu gugat kalau dia manusia, layaknya gue dan doyan bikin salah. Gue suka cara dia kerja, dia anak yang loyal juga.
Sesekali waktu gue omelin karena dia terlalu serius nonton drama korea atau nonton cewek sekecamatan nyanyi, dia malah balik goda gue dan nyuruh gue milih cantikan siapa antara Go Bogyeol dan Jang Nara atau... Cantikan mana antara Shani dan Gracia JKT48.
Gue enggak kenal mereka dan enggak minat sama sekali kenal sama mereka.
Catat.
Eh, jangan deh.
Soalnya ini menarik.
"Bang, sayang banget lho, gue udah beli dua tiket teater. Lo beneran enggak mau ikut?" Jo--manusia yang gue julidin di atas, datang lagi ketika gue baru saja membuka kemasan energy bar dan mau sibuk rebahan di atas sofa.
"Sejak kapan lo suka nonton teater? Lagi ngegebet anak teater ya? Ngaku!" Gue goda dia balik. Jo selama kerja sama gue enggak pernah kelihatan gandeng cewek jenis manapun. Sampai gue pernah curiga, kayaknya ni bocah sebenarnya suka sama gue. Sial! Bulu tangan gue merinding seketika kalau ingat-ingat lagi.
Jo memang mengurusi gue dan tetek bengek selama kerja, apalagi waktu gue tour ke beberapa kota. Sibuk deh dia layaknya ibu-ibu ngurus anak lanangnya. Kadang kami tidur bersama, literally, tidur berdua di kamar yang sama kalau musim bola sudah tiba.
Gimana gue enggak curiga, kan ya?
Tapi, tenang. Jo bilang, dia masih straight kok. Kalaupun dia berpikir untuk menjadi gay, kayaknya pria kayak gue enggak masuk kategori tipe Jo.
Harus diakui, gue bukan orang yang menyenangkan. Kadang moody-an bahkan labil.
"Teater JKT48, bang."
"Enggak kaget." Gue terus melahap energy bar itu. "Lagian, ngapain juga lo beli dua tiket, gue enggak mau buang-buang waktu dua jam gue buat nonton cewek nyanyi sekecamatan."
"Jokes lawas nyanyi keroyokan sama sekecamatan tuh basi banget, serius deh."
"Melody kan member-nya?"
"Mulai..." Jo memutar matanya malas. "Gue kenal sama cewek gitu. Doi ngajak gue Theater Date, gue jabanin kan. Eh sekarang ceweknya malah kabur waktu gue nunjukin tiket JKT48. Salah?"
"Ndablek!" Gue tertawa sejadi-jadinya. Jo ini memang mood banget soal polos dan begonya.
"Bang elahhhh! Ngapain malah ngeledek sih."
"Ya lagian, lo ada-ada aja."
"Harga tiketnya 200 ribu lho, bang. Gue menghabiskan hampir setengah juta buat tiket ini. Yakin enggak mau ikut?"
"Enggak."
Jo hanya mendengus kasar.
...
I'm quite introvert.Dulu, kayaknya buat ngenalin diri di depan orang banyak aja rasanya bingung, canggung, bahkan lelah yang enggak tertahankan. Energi gue cuma bisa penuh ketika gue sendirian, mungkin bersama teman-teman terdekat gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengeja Kebebasan
FanfictionAzizi Shafaa Asadel kala itu berusia 19 tahun dan memutuskan menyudahi karirnya di bawah naungan idol group, JKT48. Kemudian ia bertemu dengan seorang pria yang konon lima tahun kemudian menggenggam jemarinya yang dihias cincin manis sekian karat, m...