"Jo, mau ke mana?"
"Pulang, bang."
"Kapan ke FX Sudirman lagi?"
"Kita kan lagi sibuk, abang tumben nanya gitu? Bang, tenang, gue enggak akan mangkir kok sekarang. Iklan mobil cuannya gede enggak sih? Ya kali, gue melewatkan yang satu ini." Jo tertawa setelah mengambil waist bag dari atas meja.
Sial, bukan itu maksudnya.
Tiga hari setelah gue nonton teater, tiga hari itu pula, jempol gue getol buat terus mencari sumber informasi dan data diri seorang Azizi Shafaa Asadel.
Dia kelahiran 16 Mei. Anak kedua dari lima bersaudara. Papanya ini seorang Presenter--kalau diingat-ingat, kayaknya gue pernah datang jadi bintang tamu di acara yang tayangnya pagi-pagi itu.
Dia sudah lima tahun di sana, di JKT48.
Sampai detik ini, twitter masih dihebohkan oleh hal ini. Penggemar ribut di mana-mana.
Lalu, gue kena imbasnya karena enggak sengaja nyentuh tombol love sebuah utas tebak-tebakan salah satu penggemar JKT48 terkait lulusnya Azizi.
"Bang..."
"Kenapa, Jo?"
"Sorry, ya. Kayaknya tadi gue enggak switch akun deh, tadi enggak sengaja mencet love di thread fans jeketi."
"Oh.. asal enggak usah ikut-ikutan ngeramein pake akun gue aja."
Jo... sadar enggak sih, kalau tadi gue yang main twitter?
"Ya kali." Jo tertawa. "Makanya akun lo pegang sendiri."
"Gue enggak tertarik maen twitter." Ya. Gue memang enggak tertarik buat bermain media sosial. Rasa-rasanya pengin hidup kayak Reza Rahardian yang karirnya masih tetap melejit meskipun enggak punya akun official centang biru. Atau kayaknya... Mas Reza juga enggak suka main media sosial kayak gue?
Bedanya, gue enggak bisa mengelak untuk terus memuaskan hati orang-orang. Jangan munafik, enggak semua orang hanya sekadar suka dengan lagu dan suara gue, segelintir orang lebih senang menatap wajah gue tanpa kedip.
Jo bilang, anggap aja media sosial itu bonus biar penggemar gue makin banyak.
Dua akun media sosial gue itu pengikutnya sudah menginjak jutaan sejak tahunan lalu. Sampai detik ini, cuma Jo dan manajer gue yang megang akun medsos, atau kayaknya hanya Jo aja... mengingat manajer gue itu memang sibuknya bukan main.
Dua minggu sampai sebulan sekali, Jo selalu maksa gue buat berfoto selfie karena katanya direct message akun gue sudah dibombardir fans-fans ganas karena mereka enggak dapat asupan foto.
Kedengaran mengerikan.
Tapi, enggak segitunya, kok.
Beberapa hal memang harus gue lakukan meskipun terkadang gue enggak nyaman dengan itu.
"Cara bikin akun twitter baru, gimana?"
"Bang? Serius?" Jo menatap gue enggak percaya.
"Iya, serius."
"Buat apa deh?"
"Buat gue."
"Biar?"
"Belajar... main sosmed, mungkin?"
"Ah, gue bikinin deh. Bentar."
"Bikinin gue e-mail baru juga."
"Ya ampun, multitalen banget gue jadi asisten." Jo menggeleng-geleng kecil, sambil fokus pada ponselnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengeja Kebebasan
FanfictionAzizi Shafaa Asadel kala itu berusia 19 tahun dan memutuskan menyudahi karirnya di bawah naungan idol group, JKT48. Kemudian ia bertemu dengan seorang pria yang konon lima tahun kemudian menggenggam jemarinya yang dihias cincin manis sekian karat, m...