Katanya, selalu ada yang kurang dalam hidup.
Ada yang menikah berpuluh-puluh tahun tapi belum kunjung punya anak, ada yang menikah dan punya anak banyak tapi tak bisa menghidupinya, ada yang pacaran bertahun-tahun lalu menikah dan berujung perpisahan, ada yang pacaran bertahun-tahun tapi tak ingin menikah, ada juga yang ingin menikah tapi tak kunjung mendapat pasangan.
Maka dari itu, aku memasukan diriku dan Nan pada lingkaran : ada yang pacaran bertahun tahun, menikah dan berujung perpisahan.
Setidaknya memang begitu.
Jungkir balik aku mempertahankannya, aku tahu, bahwa tak ada lagi yang harus dipertahankan.
Cinta yang ku jalani saat ini lurus, searah. Hanya aku yang berjuang, memberi waktu, tenaga, pikiran dan rasa. Dia tidak sama sekali.
Tak pernah sedikitpun perjuangannya terlihat.
Hanya aku.
Aku kurang ingat sejak kapan menyayangi Nanta.
Remang, yang ku ingat waktu itu adalah bahwa aku harus cepat-cepat mendapatkan distraksi untuk menyelamatkan diri dari patah hati.
Patah hatiku paling besar waktu itu adalah setelah dapat konflik dengan manajemen JKT48 masalah kontrak, hampir enam tahun yang lalu, yang membuatku mundur teratur dari group itu meskipun cita-citaku begitu besar di sana. Semuanya dipoles begitu apik, semuanya berjalan dan secara mulus, bahkan lebih halus dari kulit bayi.
Orang-orang hanya tahu Zee lah yang brengsek, meninggalkan group ketika masih lumpuh dan belum bisa bangkit. Zee lah yang paling brengsek melucuti tanggung jawabnya seenak jidat dan pergi meninggalkan banyak tanda tanya dengan lulus cepat dan mendapatkan pertunjukan terakhir tak lebih dari lima minggu setelah pengumuman lulus.
Ya, dunia itu yang lambat laun bukan hanya ingin kutinggalkan, tapi, ingin kuhapuskan dari memori hidupku sendiri.
Sesak itu masih ada, sampai detik ini.
Mungkin jika jalan takdirku tak begitu, aku masih di sana, mengenggam tangan Christy yang selalu mengatakan jika dia takut tak bisa memimpin dan menjadi ujung tombak untuk adik-adik di generasi berikutnya.
Namun, aku hanya tersenyum. Jika begitu, aku tak akan kenal dengan Nanta dan punya hubungan sejauh ini. Berpetualang dan menyusuri rasa, pernah merasa dekat, sangat dekat, jauh dan sangat jauh dalam waktu lima tahun lamanya.
Nanta datang seperti obat pereda rasa sakit, lalu bermetamorfosis menjadi heroin. Canduku, aku bergantung banyak kepadanya membuatku jadi runyam dan bodoh, bisa-bisanya terjatuh begitu dalam pada pria yang jelas-jelas hanya menatapku sebagai wanita yang bisa ia manfaatkan dengan menikahiku dan menjadikanku alat kebutuhannya.
Meski begitu, kami punya lima tahun. Waktu yang tak mudah kujalani, waktu yang mungkin tak mudah juga untuk Nanta jalani.
Kalau aku bilang jika tadi aku kurang ingat sejak kapan menyayangi Nanta. Maka, tak akan ragu, aku selalu ingat kapan aku jauh dengannya.
Semua itu terjadi semenjak tujuh bulan yang lalu. Usai aku keguguran, dia lebih-lebih dari peganganku, aku terlalu bergantung padanya. Tak mau ditinggalkan, tak ingin dia pergi barang hanya membawa pakaian bersih dari laundry atau pergi ke toilet.
Namun, dia adalah dia. Dia lebih mementingkan pekerjaannya, dia lebih mementingkan dunianya. Aku tak tahu diriku ini ada di posisi berapa dalam daftar prioritasnya, kemungkinan aku hanyalah nama yang ia sematkan di akhir daftar prioritasnya. Nomor satu, pekerjaannya. Nomor dua, Natalia. Nomor tiga, anak semata wayangnya. Empat, ibu dan bapak. Lima, koleksi funkonya. Enam, tujuh, delapan sampai seribu. Maka, aku ada di urutan 1001 dalam daftar itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mengeja Kebebasan
FanfictionAzizi Shafaa Asadel kala itu berusia 19 tahun dan memutuskan menyudahi karirnya di bawah naungan idol group, JKT48. Kemudian ia bertemu dengan seorang pria yang konon lima tahun kemudian menggenggam jemarinya yang dihias cincin manis sekian karat, m...