11) Usil

3.2K 528 22
                                    

Tap tap tap

"Nona Veivie? Apa yang and—,"

"Pelayan, thamu jangan banyak tanya ya. Athu mau the thamal na thathak," Aish, menyebalkan. Mengapa aku harus bereinkarnasi ke dalam tubuh bayi, sih? Akan lebih keren kalau aku bereinkarnasi ke tubuh Mama aneh.

(Pelayan, kamu jangan banyak tanya ya. Aku mau ke kamarnya Kakak)

"Ah, maafkan saya Nona," Kata pelayan tersebut dengan nada berbisik. Aku mengangguk lalu meneruskan rencana usilku.

Kreek

Sudah sampai. Aku sudah sampai di kamar Kakak-kakakku. Dengan perlahan aku membuka pintu kamar mereka. Sekedar info, kamarku dan kamar mereka berbeda.

"Bagus, meletha bobo," Kataku pada diriku sendiri. Dengan mengendap-endap aku mendekat ke kasur Kakak-kakakku.

(Bagus, mereka bobo)

"Ayo matilah, thalian," Kataku saat sudah berada di kasur mereka. Aku mengambil satu bantal lalu mengangkatnya tinggi-tinggi. Dengan penuh tenaga aku menindis kepala Sargon, korban pertamaku dengan bantal tersebut.

(Ayo matikah, kalian)

"Mphh mphh!!," Ayo mati, bukan d*s*h!

"Ukhh, Salgon thamu —EH?," Sial, Si William bangun. Kini ia menatapku tidak percaya.

Aku menaruh jari telunjukku di mulutku. Dengan tenang aku memberinya isyarat agar ia terdiam. Ia yang mengerti pun menutup mulutnya sendiri dan menganggukkan kepala.

"Apa yang thau lathuthan?," William mendekat ke arahku sembari melontarkan pertanyaan. Aku sedikit berpikir mencari alasan agar ia tidak mengadu nantinya.

"Athu mau belmain thama Salgon. Mathana athu membeli Salgon bantal agal bitha main cilukba," Syukurlah otakku pintar, aku bangga pada otakku.

(Aku mau bermain sama Sargon. Makanya aku memberi Sargon bantal agar bisa main cilukba)

"Oh begitu ya. Athu juga mau dong," Kata William yang percaya dengan omonganku.

"Owkkie," Tidak salah. Kalau keesokan harinya Sargon mati sesak nafas, William lah tersangkanya. Aku dapat berpura-pura menjadi saksi, hehe.

William mengambil alih bantal yang tadi ku pegang. Ia lantas melakukan yang tadi ku lakukan. Bagus, tanganku bersih deh.

Tok tok tok

Sial, ada yang mengetuk pintu. Siapa sih yang datang ke kamar bayi malam-malam begini? Setan? Penculik? Oh astaga aku belum bisa menghajar seseorang jika itu adalah penculik.

"Anak-anak, kalian sudah tidur?," Suara bass memasuki pendengaran telingaku. Sepertinya yang berkunjung kesini adalah Papa.

"Hey William, hentikan," Kataku menghentikan William yang terlihat menjadi-jadi.

"Eh? Owkkie," Kata nya lalu melepaskan tindisannya tadi.

Aku berjalan ke arah pintu. Saat sudah di depannya aku membuka pintu. Dan nampaklah sosok Papa eumm Vadlan? Mungkin, karena ia memiliki ekor dan telinga bak serigala.

"Heyyie Papa Adlan," Yasudah lah, kita akting sok manis dulu. Tunggu, aku baru saja memberi nama panggilan kepada Papa Vadlan? Hmm keren-keren.

"Veivie, kau sedang apa malam-malam begini di kamar Kakak-kakak mu, hm?," Tanya Papa Vadlan sembari berjongkok dan mengelus rambutku.

"Athu tadi main thama Thatha William," Jawabku sembari menunjuk William yang masih saja berada di samping kasur Sargon. Sargon sudah sesak, hehe.

(Aku tadi main sama Kakak William)

"Sargon!?," Kaget Papa Vadlan melihat dada Sargon yang naik-turun. Aish, mengapa ia peka sekali, sih?

"Kalian melihat apa yang terjadi sebelum Sargon sesak?," Tanya Papa Vadlan kepadaku dan William. Aku mengekori Papa Vadlan, dan kini aku dan ia sudah berada di samping William.

Dengan cemas, Papa Vadlan memanggil Papa yang lainnya, begitu pula Mama aneh. Terhitung 15 menit sampai mereka semua sudah berada di kamar ini. Kalian tau? Mereka berisik sekali. Sangking berisiknya mereka, Brian dan Gerald sampai terbangun dari tidurnya.

"Sargon? Anak Mama ini kenapaa?," Tanya Mama aneh cemas. Aish, bukan ini yang ku mau.

"Tadi caat belada di dekat Veivie, Salgon cepelti itu, Mama," Jawab William. Oh syukurlah, ia tidak mengatakan bahwa aku menindis wajah Sargon menggunakan bantal, huhu.

(Tadi saat berada di dekat Veivie, Sargon seperti itu, Mama)

"Vadlan, bisa kau periksa Veivie? Dan Rana, tolong panggilkan tabib kerajaan," Suruh Mama aneh yang membuatku sedikit kesal. Kok aku diintrogasi, sih!?

Papa Vadlan menurut, begitu juga Rana. Papa Vadlan menggendongku lalu membawaku keluar dari kamar Kakak-kakakku. Kami berjalan cukup jauh dari kamar Kakak-kakakku. Papa Vadlan membawaku ke sebuah ruangan yang sepertinya ruangan khusus untuk kaum sepertinya, kaum serigala jadi-jadian.

"Papa Adlan, thita mau apa?," Tanyaku sambil menatap setiap sudut ruangan ini.

"Jangan takut ya? Papa janji ini tidak akan menyakitkan," Yasudah sih kalau sakit, aku tinggal mengadu ke Mama aneh.

"Owkkie," Kataku dusta, hehe.

Papa Vadlan menurunkan ku dari gendongannya. Lantas Papa Vadlan mengambil sebuah botol berisikan cairan yang tidak ku ketahui. Ia membuka botol tersebut lalu mencampur sesuatu di dalamnya, mengocoknya, menutupnya, lalu berjalan ke arahku.

"Aaa Veivie, ini minuman yang lezat," Halah, siapa tau isinya narkoba.

"Aaa," Seperti bayi pada umumnya, aku menurut. Membuka mulut lalu menelan cairan yang diberikan Papa Vadlan. Kalau aku mati, Mama aneh pasti langsung menceraikan Papa Vadlan, haha!

Deg

Aneh, aku merasa pusing. Ku rasakan sekitarku terasa kuat dan sejuk. Aku juga merasa telingaku dan punggungku tumbuh sesuatu. Sedikit nyeri, alhasil aku menutup mataku menahan sakit.

Cring

Lah? Suara bell? Aku membuka mata saat mendengar suara seperti bell. Dan wow, rasa nyeri itu hilang seketika. Aku menatap Papa Vadlan yang menatapku tidak percaya. Apasih? Apa maumu? Jangan lagi!

"Papa Adlan? Papa thenapa?," Tanyaku polos yang sok polos. Halah, semua video dewasa sudah ku kuasai, mana ada polos.

(Papa Adlan? Papa kenapa?)

"Kau... Peri?," Beo Papa Vadlan. Aku mengernyit bingung mendengar ucapannya.

Aku peri? Yeyy aku bisa jadi thinker bell!

Aku peri? Yeyy aku bisa jadi thinker bell!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
My Dragon [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang