30) Kabur

986 227 13
                                    

Sekolah malam berjalan membosankan, seperti hidup kalian. Aku dan kekasih pura-pura ku sudah berada di istana Amaradad, dengan malam menjadi latar langit saat ini.

"Hey Ratu Amaradad~," Dia, Pangeran Chandra, anak bungsu keluarga Afonso. Heran, kok dia berkunjung ke istana Amaradad ya?

"Hahaha iya, sekarang kau tidak kecil lagi ya," Balas Mama menyapa Pangeran Chandra.

Latar belakang kami adalah ruang utama, tepatnya di singgasana. Pangeran Chandra berkunjung secara resmi, dan —huuft, aku malah nyempil disini.

"Wow, apakah kau anak Nona Ila?," Tanya Pangeran Chandra sokab padaku. Aku mengangguk malas sebagai respon.

"Cih, jawab dengan kata-kata dong," Decihnya melihat responku. Aku lantas melototinya, kesal.

"Terserah diriku, suka-suka ku! Kenapa? Ya suka-suka ku," Sewotku pada nya.

"Ingat, aku adalah Pamanmu. Paman paling tampan sejagat raya," Permisi ada kantong plastik? Aku ingin muntah.

"Manusia memang harus percaya diri dengan normal, pantas saja kau percaya diri dengan tidak normal, Paman," Kataku. Pangeran Chandra nampak mengernyit heran.

"Maksudmu?," Tanya nya yang membuatku tersenyum miring.

"Ya.. kau kan bukan manusia. Benarkan, Mama?," Jawabku. Mama tampak terkekeh mendengar jawabanku.

"Untung kau adalah anak dari cinta pertamaku, Nona Veivie," Kata Pangeran Chandra.

"Siapa?," Tanyaku.

"Kau lah bodoh," Jawab Pangeran Chandra spontan.

"Yang nanya," Sahutku datar.

"BAKAR! BAKAR ANAK INI CEPAT!,"

"Mama~," Rengekku mendengar teriakan Pangeran Chandra.

"Ckckck," Decak Mama sembari mengusir Pangeran Chandra.

Untuk Pangeran Chandra alias Pamanku. Aku menang dan kau kalah~

♩ ♩ ♩ ♩

Tok tok tok

"Siapa disana?," Tanyaku mendengar ketukan pintu kamarku.

"Ini aku, Brian," Jawab sang pelaku mengetuk pintu, Brian.

"Putar arah, kau dilarang masuk," Sahutku.

Brakk

Ya kawan, mari takbir bersama. BRIAN MALAH MENDOBRAK PINTU KAMARKU!

"Untung aku anak sabar seperti Ayu Ting Ting," Kataku sembari mengelus dada teposku.

"Stres," Desis Brian.

"Benar, kau stres," Kataku diiringi dengan anggukan kepala.

"Kau membuat masalah apa, Veivie?," Mendengar pertanyaan itu, aku merotasikan bola mataku malas.

"Biasalah," Sahutku santai.

"Ck, itu surah dari Nona Zia," Kata Brian lalu melemparkan sebuah surat pada wajah cantikku.

"Yee dugong! Wajahku bisa jelek kalau kau melempari ku dengan barang," Umpatku pada Brian. Aku mengambil surat yang ia lempar lalu membukanya, serta membaca isinya.

"Santai. Apa yang ia katakan?," Tanya Brian sembari mendekat ke arahku, membuatku berdecih.

"Cih, dilarang tau," Jawabku.

"Lantas mengapa?," Tanya nya, lagi.

"Karena kau ember bocor," Jawabku.

"Stres. Yasudahlah, dadah," Pamit nya dan meninggalkanku.

"Mari kita coba~," Kataku yang sekali lagi membaca isi surat dari Zia.

[Kepada yth Nona Veivie

Dariku, Nona Zia

Ku pikir kau takkan menjadi pengecut, Nona Veivie. Dan ternyata dugaanku salah haha. Ini yang terakhir kalinya, aku memaksamu untuk pergi menuju persidangan denganku.

Salam keramat dariku, Nona Zia]

"Silim kirimit diriki, Nini Zii," Kataku meledek salam penutup pada surat Zia.

"Berlagak mengatakan salam keramat. Baru diberi bencana saja sudah berteriak, bagaimana dikasih keramat? Bodoh," Gerutuku.

"NONA VEIVIE! ADA KSATRIA KERAJAAN CLIANNA YANG MENCARIMU," Kualat kau Nona Zia, kualat!

"Ckckck, semua orang disini senang sekali memancing emosiku," Decakku.

"Aha!,"

"Heyy rencana kabur, aku datang~," Berganti baju, bersiap, mengikat rambut, lalu melompat dari jendela kamarku.

Lihatlah sosok cantikku ini sedang kabur, wle.

♩ ♩ ♩ ♩

Tak

Ouh yeah~ ahha~ aku berhasil menderat dengan sempurna seperti sosok Mama aneh menjadi antagonis.

"Naga kecil, mau kemana kau hm?," Wah, apakah ada duda yang akan menculikku?

Aku menoleh, dan mendapati para Papaku sedang duduk santai sambil memakan persik di bawah pohon pinus. Memang sih, di tempat ku kini mendarat memiliki banyak pohon pinus.

"Heyy Papa Daryan!," Sapaku dengan riang.

"Kami tau, kau sedang kabur dari sidang itu kan?," Tanya Papa Orion.

"Benar! Tunggu, apakah kalian akan menyeretku ke sidang!?," Tanyaku tak percaya.

Para Papaku menyeringai. Mereka berdiri, menepuk bokong serta paha mereka, lalu berjalan mendekat ke arahku.

"Mari kita kabur bersama, Naga kecil,"

Baiklah, Papaku akan menjadi pahlawanku.


My Dragon [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang