33) Satu

869 187 1
                                    

Samar-samar ku rasakan cahaya memasuki indra penglihatanku. Membuka mata, dan melihat atap berwarna coklat tepat di depanku. Busa lembut menjadi alasku yang sedang terbaring, sudah pasti ini kasur. Dan tempat ini, adalah kamarku.

"Veivie?," Panggil Mama yang sedang membaca sebuah berkas. Sosoknya yang tengah duduk kini berdiri, berjalan ke arahku.

"Hey.. Ma," Lirihku menjawab panggilan nya.

"Kasihan, kau ternyata makhluk yang lemah ya," Ejek Mama. Tangannya yang tadinya memegang sebuah berkas melayang menyentuh dahiku, mengecek suhu tubuhku.

"Aku tak apa. Berapa lama aku berbaring dan.. apa yang tlah terjadi?," Tanyaku berturut-turut. Hawa disini terasa aneh, ada sesuatu yang menjanggal.

"Papa mu baik-baik saja," Jawab Mama tenang, namun terdengar kaku.

"Aku tidak menanyakan Papa, Ma," Kataku.

Mama tersenyum. Senyuman yang terpatri di wajahnya bukanlah senyuman licik, ataupun senyuman tulus bahagia. Namun senyuman terkesan miris akan keadaan, dan pasrah akan takdir.

"Keluarga Clianna memberontak dari keluarga kekaisaran Amaradad. Beberapa keluarga lainnya ikut memberontak, dan kita..," Jelas Mama sembari menatap ke arah pintu kamarku.

"Akan berperang, mulai dari sekarang," Lanjut Mama. Matanya beralih menatapku, dengan kilatan amarah di dalamnya.

♩ ♩ ♩ ♩

"Nona Veivie?," Panggil Rana, pelayan pribadi Mama.

"Nyenyenye, panggil saja aku sampai kau kehilangan pita suaramu," Gumamku yang sedang bersembunyi di dalam lemariku.

Setelah Mama mengatakan bahwa keluarga kami akan berperang, ia menjadwalkanku kelas berpedang. Bahkan waktunya sangatlah padat! Oh astaga.. gila nih! Bayangkan, di malam pertama kau sadar diri kau malah harus mengikutinya jadwal padat.

"Nona muda, waktunya untuk mengikuti kelas berpedang mu," Sahut Rana. Ku dengar langkah kakinya yang mendekat, serta menjauh. Ia pasti sedang mencariku.

"Ha.. kemana pula anak peri itu," Beo Rana yang terlampau lelah akan tingkah ku.

"Mari kita mencarinya di kamar Tuan muda," Tekad Rana, dan pergi. Yey!

Krek

Pintu lemariku terbuka, sedikit. Aku mengintip pada celahnya, memastikan apakah Rana benar-benar pergi atau tidak. Tidak ada, Rana benar-benar pergi. Aku membuka pintu lemari lebih lebar dan keluar dari lemari.

"Daripada aku harus memegang pedang dan berkeringat, lebih baik aku kabur saja," Ujarku sambil merapikan rambutku yang berantakan.

Tap tap tap

Langkah kakiku melebar, menuju jendela kamarku. Setelah tepat di depan jendela, aku membukanya, membuat angin sepoi-sepoi menerpa wajahku. Sejenak, aku menutup mata, menikmati. Membuka mataku lagi, lalu bersiap untuk melompat.

Brukk

"Ya.. pendaratan yang tidak mulus. Tapi setidaknya aku tak terluka barang sedikitpun," Kataku memberi diriku motivasi. Tubuhku menghadap tembok, menahan beban tubuhku pada dinding.

"Duh, sakit nih," Ringisku merasakan jempol kakiku terlipat.

"Veivie, kau mau kemana?," Deg. Seseorang di belakangku memanggil namaku. Aku membalikkan badan dan menatapnya. Lantas, aku menyengir padanya.

"Oh heyy William, apa kabar?," Tanyaku sokab.

"Pergilah ke kelas berpedang mu," Ia mengacuhkan pertanyaan, lantas menyuruhku mengikuti kelas merepotkan itu, huuft.

"Malas," Kataku.

"Eumm ngomong-ngomong...," Kataku menggantung ucapanku. Membuat William penasaran. Aku berteleportasi ke belakang William dan—

"Sampai jumpa lagi jelek!," Pamitku sembari berlari meninggalkannya. Namun—

Brukk

"Shhh awh," Ringisku. Kakiku tersandung sesuatu, tapi bukan batu melainkan kaki!

"Brian!!," Teriakku pada Brian, pelaku yang membuatku tersandung.

"Lakukan kelasmu sekarang, Veivie," Sahut Brian datar.

"Sudah ku bilang aku malas," Balasku yang juga datar.

Sreet

Kurang ajar, ada yang menyeret ku dengan cara menarik rambutku! Ini namanya penganiayaan terhadap perempuan!!!

"KAK SARGOON LEPASKAN TANGANMU DARIKUU," Amukku di tengah-tengah penyeretan diriku. Ya, Sargon lah yang menyeretku.

Byurr

"Whoopsie. Maaf, saudara," Kata Gerald yang sengaja menumpahiku dengan air dingin.

"MAMAAAA," Teriakanku dan tawa mereka, menjadi suara yang menghiasi malam hari ini.

"MAMAAAA," Teriakanku dan tawa mereka, menjadi suara yang menghiasi malam hari ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
My Dragon [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang