"Silahkan dibeli Tuan dan Nona sekalian. Harga daging 3 kilo hanya 1 koin perak,"
"Tuan dan Nona mari dibeli! Yang beli daging saya akan masuk surga!,"
"Hey anak kecil, kau ingin memakan daging terlezat sepanjang abad ini? Kalau kau mau, belilah odading mang oleh,"
"Kau yakin kau mencium bau darah manusia, Vadlan?," Tanya Papa Alfino.
Kami memasuki pasar Clianna. Sorakan para penjual terdengar jelas, bising. Keluarga Amaradad sudah pasti dikenal jelas oleh semua orang, dari rakyat serta bangsawan manapun. Maka dari itu, sebelum kami berlima benar-benar memasuki pasar Clianna, kami menyamar terlebih dahulu.
"Aku yakin," Jawab Papa Vadlan terlampau yakin.
"Ayolah, siapa tau itu hanyalah bau darah korban pembunuhan, kan?," Kata Papa Orion.
"Bau darah korban pembunuhan tidak akan se-menyengat ini, Orion," Sahut Papa Vadlan, menatap sinis Papa Orion.
"Ya-ya, manusia serigala gadungan kan beda, kalau aku murni manusia tampan," Cibir Papa Orion yang membuatku terkekeh.
"Mata mu," Sinis Papa Daryan.
Brukk
"Ahh maafkan sa —Nona muda Amaradad!?," Sial, penyamaranku terbongkar saat aku tak sengaja menabrak bahu seseorang.
"Tidak, aku hanyalah sosok yang mirip dengannya," Kataku memulai akting.
"Rambut perak sangat langkah, satu-satunya yang memiliki rambut perak adalah keluarga Amaradad!," Kualat-kualat.
Para warga yang tadinya melakukan kegiatan jual-beli kini mengelilingi ku dan Papaku. Kami berada di tengah-tengah mereka, menjadikan kami pusat perhatian. Malam yang dingin kian mendingin, membuat atmosfer sekitar kami tidak se-bising tadi.
"Jadi anda lah, musuh Nona Zia kami?," Tanya salah seorang warga.
"Ya," Jawabku. Akan sia-sia jika aku harus berakting dan bersandiwara, sudah terlampau terbongkar.
"Apakah anda akan mencelakakan kami!?," Kata warga lainnya, memprovokasiku.
"Jijik. Mengapa pula aku harus mengotori tanganku dengan mencelakakan kalian?," Cibirku.
"Karena kau adalah musuh Nona kami!," Jawab salah satu warga.
"Benar!,"
"Tinggalkan tempat ini! Hilangkan jejak kaki keramatmu itu!,"
"Jangan bermain-main dengan kami dan Nona kami?,"
Sorak-sorai terdengar. Mencaci makiku, menghujatku, memprovokasiku. Mereka tampak seperti sedang demo kecil-kecilan.
"Bacot," Sahut keempat Papaku yang sedaritadi diam saja. Warga mengernyit. Bingung akan kata 'bacot' yang Papaku ucapkan.
"Tahan para lelaki itu," Suruh salah seorang warga, yang ku terka adalah seorang pemimpin disini.
Warga bergerak, mengunci pergerakan Papaku. Papaku memberontak, tidak mau ditahan. Aku diam, tak menatap juga menghentikan aksi warga tersebut. Beberapa warga yang tidak menahan Papaku terlihat terus-menerus menyorakiku. Papaku? Ya tentu saja mereka tenang-tenang saj—
"Lepaskan aku! Aku adalah Raja, kalian warga jelata tak pantas menyentuhku tanpa seizin istriku!!,"
"Kampret! Istriku orang yang galak, jangan macam-macam denganku nanti kalian disunat!!,"
"Mauku santet kalian ha!? Lepaskan aku sekarang juga!,"
"Ku panggilkan kawananku mau? Agar mereka menerkam tubuh kalian," Ya setidaknya, Papa Vadlan lah yang paling tenang.
"LEPASKAN AKU BAGONG," Tidak, dia juga sama haha.
"Hadeh.. jadi suami Mama tidak ada wibawa nya sama sekali," Kataku menggelengkan kepala.
Plakk
Apa!? Kurang ajar. Seorang warga menampar pipi mulusku! YEEE KAMPRET, PIPIKU HARUS DIELUS AGAR MENJADI SECANTIK INI!!
Plakk
Lagi, ia menamparku lagi.
Tak
Bruk
Sret
Mereka melempariku daging busuk, mendorongku dengan kasar hingga terduduk di tanah, dan menarik rambut indahku. MAMAA INI ADALAH PEMBULLYAN!
Hentikan pembullyan! Kecuali kalau aku yang membully hehe.
"Ini adalah balasan karena tlah mempermalukan nama Clianna," Setelah mengucapkan kalimat itu, para warga semakin semena-mena membullyku.
Grrr grr..
Bukan suara perutku ya! Itu seperti suara serigala. Ternyata disekeliling warga yang mengelilingi ku terdapat kawanan serigala! APA SERIGALA? Tolong... Tolong... Ada serigala disini :(.
"Darimana asalnya serigala itu?," Beo salah satu warga, terlihat ngeri dengan serigala yang kini mengelilingi mereka.
Grr
Warga yang tadinya mengelilingiku mulai berlarian menghindari serigala tersebut. Aku diam, bingung akan lari atau diam disini saja. Sampai sebuah tangan merapikan penampilanku yang seperti gembel.
"Kau tak apa, naga kecil?," Tanya Papa Daryan.
"Eumm tak apa, hanya saja sedikit sakit," Jawabku jujur.
"Sialan," Desis Papa Vadlan.
"Mereka beraninya membuat anakku kesakitan. HABISI MEREKA!," Teriakan Papa Vadlan membuat para serigala tadi menggila, menyerang warga.
"Ngeri bos," Kata Papa Alfino bergidik ngeri.
"Aku sih takut bro," Sahut Papa Orion terlihat bercanda.
"Ayo," Ajak Papa Vadlan setelah melihat warga sudah tak berdaya.
"Kita mau kemana, Papa?," Tanyaku. Papa Vadlan mengambil tanganku, lalu mengecup punggung tanganku.
"Kita akan lari," Jawab Papa Vadlan menatapku lembut, penuh kasih sayang.
"Kita akan kawin lari bersama, Papa?," Tanyaku girang. Aku siap, aku siap kawin lari bersama Papa Vadlan!
"HAHAAHHAHAHA," Tawa Papa Orion dan Alfino membuatku kesal.
"Hahaha, tidak mungkin kan Vadlan yang tua bangka menikahimu yang perawan muda, naga kecil," Sahut Papa Daryan sembari mengelus kepalaku.
"Kurang ajar, aku tidak setua itu bodoh," Cibir Papa Vadlan merasa tersinggung.
"Awhh," Ringisku merasakan percikan api mengenai kulitku.
"Ya Tuhan," Aku baru sadar, bahwa pasar yang tadinya ramai dengan lentera yang menerangi jalan kini menjadi neraka dengan teriakan warga.
Grep
Papa Alfino memelukku, lalu menggendongku. Memulai langkah kakinya dengan tempo cepat, alias berlari. Melewati berbagai api, kerusakan, warga, dan mayat.
"Papa..," Lirihku. Sial, mengapa tubuhku terlalu sensitif dengan hawa panas!?
"Tidurlah, Veivie." Kata terakhir yang ku dengar, sampai akhirnya gelap menghampiriku.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dragon [Completed]
Fantasy[Sequel of The Villainess] Kalian mengenal Ratu Amaradad? Alias Veddira Elmeira Franklin, si gadis bencana? Baguslah kalau kalian mengenalnya. Perkenalkan! Aku, Veivie Sabrina eumm Franklin? Afonso? Seymour? Roderigo? Atau Palazzo? Ntahlah, aku terl...