Hey, kalian tau? Aku sedang dalam perjalanan menuju toilet. Setelah bertarung dengan buku sejarah, aku memutuskan untuk izin alias bolos ke toilet. Iya sih, bolosku sangat tidak elite. Tapi yasudah lah, toh Pak Yanto tak akan peduli.
Tunggu, siapa itu Pak Yanto? Ah tidak tau.
"Ray, tolong panggilkan Zia kemari," Samar-samar ku dengar suara lelaki sedang menyuruh Ray, Ketua Dewan.
Aku merapatkan tubuh pada dinding. Menajamkan telinga dan memejamkan mata, mencoba fokus menguping. Kini, aku berada di luar ruang guru.
"Zia Clianna?," Tanya Ray memastikan. Aku sedikit mengintip untuk melihat siapa yang sedang bercakap ria ini. Ternyata, Kepala Sekolah dan Ketua Dewan.
"Benar," Jawab Kepala Sekolah. Ray lantas berpamitan lalu pergi menuju kelas Zia.
Tap tap tap
Aku bersembunyi saat mendengar suara langkah kaki terasa mendekat ke arahku. Membekap mulutku sendiri dan mematung, mencoba untuk tidak membuat suara apapun. Saat ku rasa Ray sudah pergi, aku mengintip dan memastikan tak ada orang lain.
"Baiklah, tidak ada orang," Monolog ku. Aku lantas berteleportasi. Kemana? Ke kolom meja guru.
"Kepala Sekolah?," Panggil seorang perempuan yang ku yakini adalah Zia. Cepat sekali ia datang.
"Ah Nona Zia, saya memanggil anda untuk mengurus berkas-berkas ini," Kata Kepala Sekolah.
"Anda.. menyuruh saya?," Tanya Zia memastikan. Yaiyalah, tidak mungkin kan ia menyuruh kursi? Cih.
"Hahaha benar. Apakah anda keberatan?,"Jawab sekaligus tanya Kepala Sekolah.
"Lama sekali, apakah tak bisa ia langsung pergi dan meninggalkan Zia sendirian?," Cibirku. Lelet sekali, ayo hargai waktu!
"Tidak, kok. Sepertinya anda sibuk," Jawab Zia dan menerka keadaan Kepala Sekolah.
"Tepat sekali. Kalau begitu, saya pamit. Ayo Ray," Pamit Kepala Sekolah dan mengajak Ray pergi.
"Semoga hari kalian menyenangkan," Kata Zia. Dan setelah itu, ku dengar suara langkah kaki menjauh.
"Wow, sepertinya aku terkenal ya," Monolog Zia. Pfft, akan ku buat namamu terkenal sebagai pembully.
"Baiklah... Yang mana yang akan kita kerjakan lebih dahulu?," Mendengar itu, aku berteleportasi menuju belakang Zia.
"Salah, harusnya kau mengatakan 'yang mana yang akan kita hancurkan lebih dahulu?'," Ralatku. Tampak Zia menegang mendengar suaraku. Ia menoleh dan menatapku tajam.
"Jangan kau berbuat macam-macam, Nona Veivie," Kata Zia. Aku terkekeh mendengar perkataannya.
"Santai dong, jangan galak begitu," Kataku. Zia tetap saja menatapku tajam.
"Begini, aku bosan dan kau memiliki kerjaan. Bagaimana kalau... Kita bekerja sama?," Tawarku.
"Tidak, kau pergi saja," Usir Zia.
"Wow, jahat sekali. Kau pasti dendam setelah mendengar cerita Mamaku, kan?," Terka ku yang sepertinya tepat sasaran.
"Jangan sampai kau membuat namaku tercemar, Nona Veivie," Tegas Zia. Yaelah, tegang amat tuh wajah.
"Dih, nama mu memangnya baik? Bijaksana? Berwibawa? Tidak kalii hahahaha," Ejekku diakhiri dengan tawa singkat.
"Kau ini suka bertele-tele, ya? Membuang waktu saja," Kataku saat mengakhiri tawaku. Zia terlihat mengambil ancang-ancang untuk menghadangku berbuat yang iya-iya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dragon [Completed]
Fantasy[Sequel of The Villainess] Kalian mengenal Ratu Amaradad? Alias Veddira Elmeira Franklin, si gadis bencana? Baguslah kalau kalian mengenalnya. Perkenalkan! Aku, Veivie Sabrina eumm Franklin? Afonso? Seymour? Roderigo? Atau Palazzo? Ntahlah, aku terl...