Part 16 Nisan Putih

11.3K 1.7K 175
                                    

"Anda siapa?"

"Namaku Agnus dan aku hafal betul seluk beluk hidupmu, Okan." Pria itu tersenyum.

"Dari mana kau tahu namaku?"

"Aku kenal kalian semua. Ikut aku ke ruang utama."

Mereka mengikuti pria itu. Koridor panjang harus mereka lalui sebelum sampai ke ruang utama. Crea sudah menunggu di sana.

"Crea, buka penutup luar kubahnya."

Semua tercengang. Ruang utama merupakan kubah kaca besar dengan atap luar yang dapat dibuka. Crea berdiri mematung di samping tombol di dinding yang tadi ditekannya.

Mereka makin tercengang saat melihat kondisi di luar kubah.

"Di luar sangat kering. Tandus. Di mana kita berada?" Alina penasaran.

Agnus mengambil sebuah map dari laci di sebelahnya. Lalu menaruhnya dalam keadaan terbuka di atas meja.

"Ini di Kalimantan," kata Agnus.

"Kami masih di Bumi?"

"Tentu saja. Di map itu ada beberapa foto planet bumi yang diambil dari stasiun luar angkasa dalam kurun waktu 10 tahun terakhir."

Mereka ternganga. Dalam benak mereka, Bumi masih baik-baik saja.

"Apa yang terjadi?" Vincent mendekati tepi kubah. Di luar hanya ada gurun tandus.

"Menurutmu apa yang hilang dari pulau ini, Vincent?"

"Tanaman? Entahlah, aku tidak yakin."

"Tepat. Tanaman. Paru-paru dunia sudah berubah gersang seperti ini. Dari mana kita dapat pasokan oksigen?"

"Artinya di luar sudah tidak ada oksigen?" tanya Okan.

"Tidak juga. Kadar oksigen di bawah 5%. Di luar penuh karbon dioksida, karbon monoksida, dan gas metana. Tentu nitrogen yang terbanyak, 80%."

"Dan tanaman yang menjadi pemakai karbon dioksida dan nitrogen sudah habis," kata Vincent. "Jadi, Tuan Agnus, ke mana semua orang di Bu..."

"Hentikan, Vincent. Oke, Tuan Agnus, bisa kita lompati saja sesi pertanyaan dari kami dan langsung menuju adegan di mana Anda yang menjelaskan semuanya? Terima kasih sebelumnya." Okan memotong pembicaraan.

"Sebelumnya aku akan bertanya. Menurut Anda, Pak Johan, berapa umur anda sekarang?"

"Ehm, 58 tahun ini."

"Johan kau baru berumur 5 tahun."

"???"

Johan menunjukkan wajah yang amat kebingungan.

"Luxon, apa kau tahu mengapa kau ada di sini?"

"Aku bingung. Aku ini sebenarnya makhluk apa?" kata Luxon.

"Crea. Kenapa tidak putarkan film dokumenternya?"

Crea menekan remote control dan monitor pun menyala.

Manusia dan teknologinya, menyisakan timbunan sampah. Lihat, kepintaran kita menuntun pada kebodohan jenis baru. Sampah-sampah manusia tak lagi memiliki tempat. Perusahaan pengelola sampah kewalahan. Sampah di buang ke luar atmosfer, yang kini malah menutup cahaya matahari. Pohon mulai mati, oksigen menipis. Manusia mulai mengumpulkan banyak uang untuk pindah ke stasiun luar angkasa. Uang diperoleh dari merampok dan membunuh. Karena ekonomi telah jatuh. Pemilik printer 3D menjadi makin kaya, karena mampu mem-print makanan dan benda organik apapun dengan serbuk komposit organik yang ditemukan tahun 2014. Kekayaan ini mereka gunakan untuk mengungsi secepatnya dari bumi. Hal ini diperparah dengan intensitas pergerakan lempeng benua yang menimbulkan gempa dahsyat dan tsunami di berbagai tempat. Gempa memang dapat diprediksi. Tapi tidak ada yang dapat mencegahnya. Baru-baru ini gempa 10,6 skala Richter mengguncang Afrika. Episentrum gempa berada 40 kilometer arah Barat Laut Madagaskar. Efeknya adalah kehancuran tak terduga. Tsunami menyapu benua dan jutaan orang meninggal.

MINDROOM [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang