Statement

7.2K 542 75
                                    

Permisi dan mohon maaf lagi...

Begini, saya akan merevisi total cerita ini. Berhubung pas nulis Mindroom saya cuma melakukan pengembangan mini dari bentuk naskah film (iya ini awalnya berbentuk naskah film, meski jelek/ amburadul/ absurd banget), maka sepertinya dalam revisi berikutnya harus diubah ke bentuk novel beneran. Ini soal jumlah kata ya, karena direncanakan menjadi novel dengan tebal 200 lembar maka jelas ini masih jauh dari kata cukup. Bukan pembelaan, saya memang tumbuh bersama film, bukan buku, jadi bolehkan saya menjadikannya alasan utama mengapa tulisan saya pendek-pendek begini, saya tidak berbakat nulis cerita indah nan cerdas nan panjang kayak Tante JK Rowling atau Bu Margaret Atwood, saya suka nulis yang pendek-pendek tanpa basa-basi dan penjelasan yang tidak perlu. Yap, saya paham ini bisa disebut kesalahan plus arogansi dalam menulis novel yang katanya menurut teori kudu mencapai jumlah kata puluhan ribu, maka itulah saya mau memperbaikinya menjadi benar-benar puluhan ribu kata supaya ini cocok disebut novel scifi.

Terbit jadi buku fisik? Belum tentu. Tidak ada rencana ke sana. Rencana menjadikan film? Iya ada. Saya bermimpi filmmaker gila seperti mas Joko Anwar atau mas Edwin (yang bikin film Babi-babi Buta Yang Ingin Terbang) yang menangani cerita ini.

Berikutnya, setelah saya baca-baca lagi, ada beberapa teori di sini yang sebenarnya 'ngasal' ngambil dari ingatan tanpa cek-ricek-kroscek ke artikel keilmuannya, kadang cuma ngambil kulitnya dengan alasan pembaca bakal lebih ngeh kalo materi kuliah teori ilmiah yang panjang lebar itu gak ditampilkan sepenuhnya di sini, jadi jujur saja 2015 lalu saat nulis Mindroom saya meremehkan pengetahuan pembaca (banget), meskipun tidak meremehkan imajinasi pembaca (alasan utama mengapa gak ada semacam catatan kaki atau daftar istilah di sini, alasan lain adalah karena saya malas). Saya yakin pembaca punya imajinasi yang luas, karena rata-rata tumbuh dengan film kartun/anime yang dipenuhi unsur scifi meski sedikit (macam Cowboy Bebop, Doraemon, Ergo Proxy, Mojacko, Alien Nine, Gundam, Neon Evangelion, dll).

Next, saya pernah ngomong di beberapa forum, kalau saya sering menggunakan teknik retroactive continuity, yang seolah banyak plothole padahal bakal ditambal di belakang dengan sengaja, atau kadang gak ditambal supaya kesan misterinya dapet. Sayangnya saya masih belajar dalam menggunakan teknik ini, sama halnya dengan kesalahan Om Larry Niven di novel Ringworld-nya (entah mengapa saya mengulangi kesalahannya, mungkin karena malas, lagi-lagi). Maka saya sering ketawa sendiri (sekaligus kezel) kalau pembaca dengan kebanggaan tinggi merasa telah menemukan bolong-bolong tersebut, lalu merasakan kebanggaan orgasmik seperti saat Archimedes berteriak Eureka! di bak mandinya, lalu segera pergi tanpa menyelesaikan pembacaan karena merasa logikanya diobok-obok. Puas yah kalau menemukan kesalahan orang lain? Ya iyalah, saya aja merasa puas, tapi yakinlah ini budaya yang salah, budaya yang jahat malah.

Kesalahan saya karena memang tidak semuanya benar-benar retroactive continuity, tapi memang ada yang plot hole beneran --dan banyak, makanya disangka kalau semuanya adalah plot hole biasa. Pembaca budiman, kalau semua hal harus dijelaskan dalam cerita, sungguh tidak seru, tidak ada misterinya. Tapi makasih sudah berbaik hati menemukan entah plot hole atau logic hole atau apapun itu yang menurut kalian berlubang, berhubung worldbuilding Mindroom memang tidak dibuat dengan baik, tidak dibuat malah. Cuma plis, sabar, karena banyak dari hole-hole itu yang punya penjelasan "DI BELAKANG", entah di bab selanjutnya atau di volume selanjutnya. Jadi jangan seneng dulu dan jangan buru-buru pergi. Tapi kalau memang sudah tidak suka ya sudahlah, pergi saja, saya tidak akan menahan-nahan kok. Biarkan Om Nicholas Saputra di depan yang menahan kalian dengan tatapan misteriusnya.

Saya suka dengan kritik, tapi kalau bermaksud menghancurkan karya saya, silakan pergi. Kurang lebih saya akan bereaksi keras seperti Jon Favreau dalam film Chef ketika masakannya dikritik. Kritiklah dengan sopan, karena saya manusia, dan cerita ini ditulis oleh seorang manusia, yang meski penampilannya bak kabihat setidaknya masih bermartabat. Cerita adalah karya budaya manusia. Cerita ini adalah buah pikiran manusiawi saya, jadi ada sisi manusiawi di dalamnya. Jadi kritiklah seperti ada Anda sedang mengkritik seorang manusia, dan mengkritiklah sebagai seorang manusia --yang adil dan beradab. Saya suka dibangun oleh Anda, kritikus cerita yang baik punya kemampuan menolong pembuat cerita memposisikan dirinya. Kritik Anda boleh keras, tapi janganlah sampai membunuh. Kita ini teman seperjalanan dalam membangun budaya lewat tulisan.

Singkat kata, SABARLAH MENANTI revisi saya yang berjalan sangat amat lambat. Berhubung pikiran saya terbagi ke dalam beberapa proyek tulisan. Susah fokus (emotikon sedih).

Mohon maaf dan sampai jumpa lagi. Cheerio!

Aha! Kalo mau traktir saya kopi (via Ovo, Gopay, Dana, LinkAja) monggo dicoba link berikut:

https://sociabuzz.com/alfons44

MINDROOM [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang