Part 14 - Perhatian Asyraf

17.7K 1.3K 5
                                    

Lo kalau gerah, nggak usah ngidupin AC atau pergi ke kutub deh, cukup ada di samping Asyraf aja. Dijamin langsung beku.
~Nazifa Aulia Chandani~

🌸🌸🌸
Happy reading...
.
.
.

Mendengar hal itu, Althaf sontak kembali memusatkan perhatiannya ke Azel dengan sebuah kerutan kecil di dahinya. "Kok lo tau?"

"Lo dateng ke seminar gue kemarin, kalau lo lupa" jawab Azel singkat.

Althaf menganggukkan kepalanya kikuk, baru menyadari fakta bahwa sepertinya ketiga perempuan ini satu fakultas, dan tentunya satu universitas dengan dirinya.

Dalam diam, Nazifa hanya memperhatikan interaksi keduanya. Terlalu canggung untuk mencoba mencari bahan pembicaraan, hingga manik matanya menangkap hal yang tidak biasa pada Azel. Wajah perempuan itu memucat. Meski perubahannya tidak terlalu terlihat, tetapi Nazifa mampu menyadarinya.

"Zel, lo-"

Sadar jika dirinya diperhatikan, Azel dengan cepat berkelit menghindar, menjauh dari ranjang Nasha. "Gue keluar dulu."

Nazifa hanya menatap kepergian Azel dengan bingung, begitu juga dengan Nasha dan Althaf, yang kini melihat Nazifa dengan pandangan meminta penjelasan.

"Azel kenapa? Kok tiba-tiba pergi?" Tanya Nasha keheranan. Matanya masih setia mengekori punggung Azel yang berjalan menuju pintu keluar.

Nazifa mengangkat bahunya pelan, "Gue juga kaga tau, tapi lo tadi lihat nggak sih kalau wajah dia pucat?" tanyanya balik.

"Serius lo?! Kok bisa?!"

"Gue kaga tau, dodol!"

Azel berjalan menuju pintu dengan susah payah. Denyutan di kepalanya semakin terasa. Ia merasa sedikit lega usai berhasil keluar dari kamar milik Nasha. Tubuhnya seakan lemas tak berdaya. Azel menyandar di dinding, berusaha menetralkan detak jantungnya yang masih menggila.

"Lo sehat?"

Sebuah suara asing menginterupsinya. Azel sontak menoleh, menemukan sesosok cowok tinggi yang memandanginya dengan ekspresi datar.

"Nggak nggak, gue gapapa." balas Azel cepat. Matanya berkedip berkali-kali. Berusaha mengembalikan pandangannya yang mulai memburam. Hingga sebuah cekalan erat di lengan kanannya mampu mengembalikan kesadarannya.

"Nggak usah sok kuat, kalau nggak kuat bilang."

Azel bergeming tak menanggapi. Tetapi tetap saja, tangannya mengayun menuju pelipis. Memijit pelan denyutan yang tak kunjung hilang.

"Phobia darah."

Azel sesaat terkejut ketika mengetahui bahwa Asyraf mampu menebaknya dengan tepat. Tetapi ia terlalu lemas untuk sekedar menanggapi perkataan Asyraf.

'Tau darimana dia?'

Cekalan di lengannya mengendur, tapi tak terlepas. Azel meliriknya sekilas, tangan kokoh itu membawanya berjalan menuju kursi tunggu yang berada tak jauh dari tempatnya berdiri. Azel menurut, mengikutinya dalam diam. Hingga suara panik Nazifa menginterupsi pendengarannya.

"Azel! Lo kenapa?" tanya Nazifa panik. Langkahnya berubah menjadi cepat begitu ia melihat temannya duduk didampingi saudara kembar Althaf.

"Gue gapapa kok, sans," jawab Azel dengan mengerjapkan matanya berkali-kali.

Lelaki disampingnya hanya mendengus sambil meliriknya sebal, "Tolong tungguin temen lo bentar."

Nazifa hanya mengangguk keheranan, tetapi tak urung menuruti apa kata lelaki yang berekspresi datar itu.

UnpredictableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang