Part 20 - Sah!

21.9K 1.5K 17
                                    

Menikah itu tidak hanya tentang hidup bersama, tidak hanya tentang senang-senang berdua, tetapi juga tentang penyatuan dua keluarga, penyatuan dua ego, dan penyatuan dua kepribadian yang memiliki latar belakang yang berbeda.
~Anonymous~

🌸🌸🌸

Happy reading...
.
.
.


"Sah?”

“Sah!”

“Alhamdulillah,”

Semua orang yang menghadiri akad itu tersenyum haru, sebagian masih tidak percaya, sebagian lagi mengiringinya dengan bahagia, karena telah menyatukan dua insan manusia dalam ikatan takdir.

Disinilah Nasha sekarang, di rooftop rumah sakit yang telah didekor  menjadi sebuah altar pernikahan. Sederhana, namun terlihat elegan. Nasha tidak tahu kapan Althaf menyiapkan semua ini. Masih terekam jelas di benak Nasha ketika lelaki itu meyakinkannya kemarin lusa. Hanya berjarak dua hari dan lelaki itu menyiapkannya sendiri.

Usai kata “Sah” terucap, Nasha meraih jemari Althaf lalu menciumnya. Kini lelaki itu telah sah menjadi suaminya. Ingin sekali rasanya Nasha menangis, kini tanggung jawabnya telah bertambah, dan ia belum merasa siap untuk itu. Tetapi, keadaan yang menuntutnya menjadi seorang istri di usia semuda ini.

Althaf memegang puncak kepala Nasha, dengan tangan kiri terangkat, lalu ia membaca doa untuk kebaikan rumah tangga mereka. Setelah itu, ia mencium puncak kepala Nasha dengan singkat yang diiringi dengan sorak sorai heboh sanak keluarga yang melihatnya.

Althaf memang menginginkan akad dilaksanakan secepatnya agar ketika Nasha diperbolehkan keluar dari rumah sakit, ia bisa menjaganya tanpa takut terjebak dosa. Ia memandang Nasha sekali lagi, rasanya berbeda kala melihat perempuan yang ada di depannya sekarang telah berubah menjadi istrinya. Ada rasa yang tak bisa terdefinisikan di dadanya. Dalam hatinya ia berjanji, apapun yang terjadi kedepannya, ia akan menjaga perempuan itu sepenuh hatinya, layaknya selama ini Zayn menjaga Maira, layaknya Zayn menjaga Adeeva.

Kedua pengantin baru itu berjalan menuju ke Zayn dan Maira, lalu mencium tangan keduanya secara bergantian untuk meminta restu. Maira mencium kedua pipi Nasha dengan penuh rasa sayang. Usai mendengar cerita Althaf, Maira yakin bahwa Nasha selama ini menanggung semuanya sendirian. Dari awal pertemuan mereka, Maira memang sudah merasa familiar dengan wajah Nasha, tapi ia tidak bisa menebaknya hingga akhirnya Althaf mengatakan seluruh kebenarannya.

Maira tentu sangat senang begitu tahu bahwa kedua anak yang dipertemukan secara tidak sengaja itu akhirnya menikah. Maira merasa lega, permintaan terakhir dari sahabatnya telah ia wujudkan. Maira hanya berdo’a, semoga sahabatnya bahagia di atas sana kala melihat persatuan keduanya.

“Nasha, anak Umi. Jadi istri yang baik ya, Nak. Jangan malu untuk bercerita apapun sama Umi. Umi sekarang sudah menjadi Umi Nasha juga. Nasha sudah punya keluarga baru, Nasha punya Abi, punya Umi, punya Althaf. Nasha jangan merasa sendirian lagi ya, Nak,”

Air mata Nasha meluruh. Ia bersyukur mendapatkan mertua sebaik Zayn dan Maira. Mereka berdua benar-benar mengingatkannya akan Gibran dan Aisha, kedua orang tuanya. Bahkan Nasha masih ingat betapa Maira ikut repot mengurusi pernikahannya dengan Althaf.

“Iya Umi, doakan Nasha semoga bisa menjadi istri yang baik untuk Althaf, ingatkan Nasha ya Umi kalau Nasha salah,”

Maira tersenyum seraya mengelus pelipis perempuan itu lalu menangkup kedua pipinya, “Pasti sayang,”

Saat hanya berdua dengan Althaf, Nasha memperhatikan gaun yang ia pakai dengan sendu. Gaun yang telah dipersiapkan Aisha sebelum ia meninggal. Gaun yang memang didesain khusus untuk pernikahannya. Nasha tersenyum tipis,

UnpredictableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang