File 7

221 46 25
                                    

Gak seperti biasanya, pas pulang sekolah kita berempat gak ngumpul buat bahas kasus Eric, bahkan Ericnya sendiri ngilang entah ke mana. Padahal tadi katanya mau bantu-bantu.

Dehan yang biasanya selalu dateng ke kelas gue hari ini pasrah diseret sama temen sekelasnya buat latihan paskib. Di lain sisi, Rama juga gak dateng ke sini karena harus latihan kendo. Terus, gimana dengan Jeremi? dia kabur ke rumah neneknya, katanya lagi masak nasi tumpeng.

Dan di sinilah gue, diem, bengong, termenung natap papan tulis. Kelas udah kosong, cuma ada gue seorang diri. Bingung mau ngapain. Gue akhirnya memutuskan untuk pulang aja ke rumah. Tapi sebelum itu gue pergi ke UKS, ngintip keadaan siswa yang kesurupan pas upacara tadi.

Mata gue menyipit, melihat keadaan UKS dari jendela. Cowok itu masih terbaring lemah di sana. Ternyata dampaknya kuat banget.

Cklek!

Pintu UKS terbuka. Gue kira yang keluar guru kesehatan.

"Kamu ada keperluan apa di sini?"

Gue mengerjapkan mata, kaget karena yang keluar dari dalem situ adalah si wanita dukun. Mau kabur juga udah keburu ditegur.

"Eh, anu itu..saya mau liat temen saya hehe." Skill ngarang gue sekarang meningkat.

"Oh, kamu temen anak ini?" Dia ngomong begitu sambil menolehkan kepalanya ke arah siswa itu. "Dia masih belom bangun. Masih butuh istirahat. Orang tuanya udah saya telepon, mungkin sebentar lagi mereka sampai. Kamu lebih baik pulang."

"Oh gitu ya..."

Wanita itu kemudian tersenyum ke gue. "Ngomong-ngomong saya baru pertama kali ngeliat kamu di sini."

"Saya anak baru, bu."

"Baru pertama kali juga saya melihat siswa yang auranya seperti kamu." Perasaan tadi dia senyum ke gue dan auranya masih adem-adem aja. Namun, kali ini dia memasang wajah serius. "Kamu mirip seseorang ya."

"Saya permisi dulu." Buru-buru gue membalikkan badan, gue berniat melarikan diri dari wanita itu.

"Sampaikan salam saya ke mama kamu."

Gue diam mematung mendengarnya. Lalu gue kembali menoleh kepadanya, "Mama saya udah gak ada."

"Begitu? sayang banget. Kalau gitu...hati-hati di jalan." Untuk kedua kalinya, senyuman terajut di wajahnya.

Apa maksudnya?

Gue berjalan pergi sambil memikirkan alasan si wanita dukun yang tiba-tiba mengungkit soal mama. Gue berusaha menepis semua pikiran yang berlalu-lalang di otak gue sambil melangkahkan kaki di lorong yang sepi.

***

"Gas?" Gue membuka pintu rumah. Mencari sosok Bagas. Harusnya dia udah pulang duluan. "Yah, kemana dia?"

Gue berjalan gontai menuju sofa ruang tamu. Dengan lemah gue menjatuhkan tubuh gue di atasnya. Mata gue pun terpejam.

Gue gak terbiasa sama suasana yang terkesan nganggur kayak gini. Apa gak ada hal yang bisa gue kerjain?, batin gue. Tangan gue mengambil remot TV tapi begitu mencet tombol on, TV-nya gak mau nyala.

"Lah, kok gak nyala." Gue mencet lagi tombol on untuk kesekian kalinya. Hasilnya tetep sama. "Haishh."

Remote itu gue taruh lagi ke tempatnya semula. Gue menidurkan kepala gue di atas tas ransel sekolah. Langit-langit rumah gue tatap saking gabutnya. Berharap bakal ada sesuatu di sana.

Try to Feel U [END]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang