Revenge

222 42 71
                                    

hati-hati, chapter ini panjang dan ngebosenin

===

Gue menengok ke luar jendela mobil, ngeliat banyak bus terparkir di halaman sekolah, termasuk murid-murid SMA Kreker yang saat ini lagi berbaris--mengecek daftar hadir sebelum berangkat ke Yogyakarta.

Mata gue dari tadi sibuk mendeteksi roh jahat yang nyempil di barisan-barisan itu, berkeliaran ke sana ke mari menembus tubuh setiap orang lalu menghilang seketika saat mereka semua mulai bergerak memasuki bus.

"Papa yakin?" Dari bangku belakang, Bagas nanya. Orang yang ditanya menoleh, cuma menoleh dan tersenyum. Alhasil bocah SMP itu mengarahkan pertanyaannya ke gue, "Lo yakin?"

"Dari kemaren lo nanya itu mulu."

"Karena ritual ini berbahaya, wajarlah gue nanya terus."

Gue pun awalnya gak begitu yakin. Ritual pembersihan yang kedua...gak pernah terpikirkan sama sekali oleh gue, Om Chakra bakal menyalurkan ide itu.

"Percayakan sama papa," ucap Om Chakra.

Entahlah kenapa tiba-tiba Om Chakra bersikeras melakukan ritual pembersihan, mungkin cerita gue soal Eric cukup menggerakkan hati Om Chakra, di samping itu juga mama adalah alasan utama Om Chakra untuk membinasakan roh jahat dari SMA Kreker. Kita sebut aja, ini ajang pembalasan dendam.

Wanita itu bergerak terlalu jauh. Udah ada dua nyawa yang terengut akibat praktik pesugihan, gue hampir menjadi salah satunya. Kalau dibiarkan, korban jiwa akan bertambah. Makanya, semua ini harus diselesaikan.

"Halo, Van. Di mana?" Dehan nelepon gue.

"Gue di dalem mobil, kalian udah di sekolah?"

"Udah, ini kita ada di gerbang belakang. Busnya sebentar lagi kayaknya jalan, ah...udah jalan."

"Mas Putra sama kalian?"

"Mas Putra standby di mobilnya, dia markir di SMP."

"Kak Jere, coba liat Bu Ratri." Sayup-sayup suara Rama masuk ke dalam pembicaraan, nyuruh Jeremi buat mengecek keberadaan Bu Ratri

"Dia lagi jalan ke arah gedung belakang." Seperti apa kata Jeremi, Bu Ratri terlihat tengah berjalan mendekati gedung belakang.

"Gue ke sana."

Tangan gue membuka pintu, kemudian ke luar dari mobil. Om Chakra menatap gue yang hendak menutup pintu, ngasih gue wejangan sebelum turun ke medan perang,"Van, hati-hati. Wanita itu menggunakan ilmu jarak dekat, usahakan jangan terlalu lama bersentuhan dengannya. Jangan lupa kalau bagian kamu udah selesai, kabarin om."

"Oke, kalian juga hati-hati." Gue mengintip Bagas yang tertumpuk barang-barang buat ritual. "Gas, semangat bawa barangnya, hehehe."

"Nanti malem pokoknya lo harus jadi jasa pijet gratis, gak mau tau."

"Iya, ndoro." Setelah berkata begitu, gue melangkah cepat menuju gerbang depan. Dengan santainya gue ngelewatin security yang lagi sibuk dangdutan. Gue berhasil menyelinap semulus ulat bulu berkat itu.

"Van." Dehan berlarian ke arah gue bersama Jeremi juga Rama.

"Gempur dari dua arah."

"Siap, komandan."

Tanpa berbicara apa-apa lagi, kita berempat memasuki gedung belakang, gue dan Jeremi naik tangga timur, sedangkan itu Dehan dan Rama naik tangga barat. Begitu menginjak area lantai dua, seorang wanita bermake-up mencolok berdiri tepat di tengah lorong. Dia gak terkejut melihat kedatangan gue, justru dia tersenyum manis, "Kok gak bilang kalau kamu udah ke luar dari rumah sakit?"

Try to Feel U [END]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang