Part 8

166 22 0
                                    

Part ini, full cerita masa lalu.

Happy Reading
___________

Keluarga Wiguna dikaruniai 3 anak perempuan kembar, mereka adalah Adara Quinne Wiguna, Adira Quinne Wiguna, dan Adila Quinne Wiguna. Tentu dengan kelahiran putri kembar mereka seperti mendapatkan kebahagiaan ganda. Pernikahan yang tidak direstui itu pada akhirnya menemukan kebahagiaannya. Agam Wiguna, sang kepala rumah tangga merasa keberuntungan melengkapi keluarganya.

Hidup dengan Adina Schnéider, wanita blaster Indonesia-Jerman, memang tidaklah mudah. Mereka bahkan melewatkan restu orangtua Adina untuk bisa menikah, karena keluarga wanita itu menentang hubungan mereka.

Pernikahan terus berjalan dan mereka bahagia-bahagia saja, hingga pada tahun keenam badai besar menerjang rumah tangga mereka.

Waktu itu Adara dan saudari-saudarinya berumur 5 tahun, sepulang sekolah playground mereka mendengar pertengkaran dahsyat kedua orangtua mereka. Adila menangis menyaksikan itu, begitupun Adira yang memeluk adiknya.

Adara yang merasa paling tua pun menenangkan adik-adiknya. "Sssttt, gak papa kok, Mama sama Papa pasti baikan. Kita harus saling menguatkan, Oke." Kata gadis kecil yang belum mengerti apa-apa itu.

"Nyesel aku nikah sama kamu. Bilangnya cinta mati, nyatanya selingkuh. Sudah punya anak lagi. Tega kamu, mas."

"Dia ada karena kesalahan, Dina. Aku mabuk, aku gak sengaja."

"Namanya selingkuh gak ada yang gak sengaja, mas. Gak akan ada orang lain kalo tuan rumahnya gak membuka hati."

"Arrrghhhh sudah berapa kali aku bilang, aku gak sengaja. Aku juga gak tau kalo ketidaksengajaanku berujung anak."

"Aku mau kita cerai. Cukup sampai disini rumah tangga kita. Aku gak mau ada orang lain, aku gak sudi."

"Dina, ADINAA, DINAA. AKU GAK MAU KITA CERAI, ADINAAA!."

Dengan tergesa-gesa Adina meringkas pakaiannya kedalam koper, tidak peduli pakaian apa yang dibawa yang ia pikir hanya segera pergi.

Plakkkk

Agam kalap hingga menampar pipi Adina hingga wanita itu terhempas kelantai.

AWHH..

Agam menatap tangannya yang tega menampar wanita yang dicintainya. Pria itu menatap tangannya tak percaya. Bagaimana bisa?

"Maaf, maaf Dina. Aku bilang jangan pergi, aku sayang kamu, cinta kamu. Aku gak mau kita pisah."

Adina menatap suaminya nanar, tidak pernah sekalipun ia mendapat siksaan fisik, entah dari keluarganya, ataupun Agam. Ini pertama kalinya. Ia tak menyangka, gara-gara masalah ini, suaminya sampai kalap.

"Bahkan Papa aku gak pernah sekalipun main fisik ke aku, sekeras apapun Papa didik aku. Tapi kamu? Kamu punya hak apa nampar aku? Aku salah apa? Hikss.."

"Maaf, maaf." Agam terus menggumamkan kata maaf, ia tau ia salah. Ia tau Adina benci dikasari, apalagi sampai main fisik. Ia menyesal karena kalap.

Adina segera menghempaskan tangan Agam dari pipinya, dan berdiri meraih kopernya. Ia sudah mantap untuk pergi darisini, kekerasan fisik tadi semakin memperkuat keinginannya. Ia yakin, jika ia bertahan akan ada kekerasan fisik kedua, ketiga, dan seterusnya.

Rumah ini tak akan sama lagi, ia memilih pergi.

Dengan random ia menggendong putrinya dan membawanya pergi. Adira yang dibawa pergi pun meronta, minta dilepaskan agar tetap bersama kembarannya yang lain.

Tak lama setelah Adina pergi, Agam murka. Ia menghancurkan seluruh barang dikamar mereka berdua.

Sama seperti Adina, pria itu menggendong random putri mereka dan meninggalkan rumah.

Adara yang tertinggal hanya menatap kepergian mereka kosong. Sekar yang menyaksikan kehancuran keluarga itupun menghampiri nonanya yang tertinggal. Memeluknya, berusaha menahan tangis, Ia berjanji akan merawatnya seperti anak sendiri.

"Papa sama Mama mau bawa mereka kemana, Bi?" Tanya Adara polos. Saat itu, ia masih memanggil Sekar dengan bibi.

"Mereka mau pergi sebentar kok, Non. Nanti juga bakalan pulang."

Namun tahun demi tahun mereka pergi, tak ada satupun yang pulang. Bahkan Papa dan Mamanya sama sekali tidak mengiriminya uang bulanan. Hanya keperluan rumah dan gaji untuk Bu Sekar yang dikirim.

Setelah kepergian mereka, apakah salah ia berpikir jika ia tak diinginkan, ia tak dianggap, dan ia terlupakan. Benarkan ia memang tak diakui?

Semakin besar ia paham bahwa ia tak seharusnya mengharapkan mereka. Hingga sejak kepergian mereka ia menutup diri, membangun benteng besar dari kehidupan luar. Ia mejadi anti sosial.

Berkat gaji yang ditabung, Sekar membangun usaha kecil-kecilan, awalnya warung makan namun seiring waktu warung makannya direnovasi menjadi restoran. Dengan penghasilan dari itu, Sekar bisa menghidupi dirinya dan Adara. Wanita itu bersyukur, meskipun orangtua Adara tidak lagi merawat dan mengunjungi Nonanya, tapi rumah ini masih bertahan. Hingga ia tau, di sidang perceraian harta yang mereka bangun berdua berpindah tangan pada putri-putri mereka. Dan ia yakin pasti rumah ini akan menjadi lengkap kembali dengan ketiga Quinne bersaudara.

Adara yang putus asa menunggu keluarganya selalu ditemani oleh Rigel. Ia yang rindu pelukan Mamanya maka dengan senang hati Anna, Mama Rigel menerimanya. Ia yang rindu Papanya, maka dengan senang hati Rigel berbagi Kasih sayang Papanya.

Semua cerita hidupnya selalu ada Rigel, maka dari itu mereka tak terpisahkan. Adara yang sudah seperti adik untuk Rigel, dan Rigel kakak untuk Adara.

"Mama pergi sama Dira, Papa sama Dila, Dara sendiri sama bi Sekar. Hikss.. kata bi Sekar, mereka pergi gak lama tapi sampai sekarang gak pulang.. huwaaa."

"Adara gak boleh sedih, kan ada Mama Anna sekarang. Ada Rigel juga, Papanya Rigel juga Papanya Adara kok. Jadi Adara gak boleh sedih lagi, oke."

______

Up : 06/07/2021

FATAMORGANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang