Adara menolak saat Gilang menawarinya tumpangan. Ia percaya diri saja, meskipun masih berseragam, tapi hoodie yang dipakainya menutupi seragam yang dia kenakan. Tadi dia juga sempat melepas rok seragamnya, menyisakan hotpans yang tidak terlalu terlihat karena tertutupi hoodienya yang kebesaran.
"Lama tidak ketemu, Adara. Gimana rasanya mencicipi kelumpuhan?" Sebuah suara menginterupsi gadis itu saat tengah menikmati keindahan gemerlap malam dengan berjalan kaki.
Adara diam, tidak menanggapi. Tidak juga berniat untuk memperpanjang pertemuan. Ia tetap berjalan, mengacuhkan seseorang yang menyeringai padanya.
"Hahh, saya kira cukup mudah melenyapkan gadis kecil seperti kamu Adara. Hehe, saya salah ternyata." Kekeh seseorang yang sudah dibelakang Adara karena gadis itu melewatinya begitu saja.
"Kejutan saya waktu itu sepertinya kurang mengesankan ya. Huh, padahal saya sudah memikirkannya matang-matang, agar kamu berkesan." Kata orang itu dengan nada seakan menyesal.
"......"
Adara masih diam. Mengacuhkan orang itu, tanpa mempercepat jalan ataupun berniat mencari pertolongan. Dia benar-benar mengacuhkan orang itu.
"Kamu terlalu acuh, sayang. Saya sudah repot-repot menyenggangkan waktu untukmu padahal."
Adara mendengus, telinganya bisa-bisa panas mendengar ocehan orang tidak dikenal yang mengaku sebagai dalang dibalik lumpuhnya ia saat itu. Dia tidak ingin memperpanjang masalah, oleh karenanya dia tidak melakukan penyelidikan lanjutan tentang orang yang mengirim anak buahnya kerumahnya. Tapi, masalah malah datang sendiri ke kehidupan tenangnya. Ia pikir dia sama sekali tidak memiliki musuh, tapi yasudahlah di kehidupan ini pasti ada yang iri dengan kita, hingga melakukan berbagai cara agar menjatuhkan orang yang tidak disukainya.
Jalanan memang terlihat ramai, tetapi hanya ada dua pejalan kaki yang berada di trotoar, dan itu adalah ia dan orang tidak dikenal.
"Baiklah-baiklah saya tidak mau banyak basa-basi." Setelahnya orang itu bersiul, tidak lama kemudian beberapa orang datang menghadap.
"Hmmm, ramai ya ternyata. Saya pikir imbang kalau kita hanya berdua paman." Santai Adara yang tidak menunjukkan ekspresi apapun.
"Hah baiklah, kalau paman mau keroyokan, saya ladeni."
Dan terjadilah bau hantam 1 vs 5 orang yang seperti biasa akan mudah dikalahkan Adara. Tapi sayangnya, kali ini efek lelah akibat sedari siang belum istirahat, Adara lengah.
Terlalu fokus dengan 4 orang didepan dan sampingnya, Adara sampai tidak menyadari bahwa dibelakang ada satu lagi yang siap memukul tengkuknya, dan berakhir dia yang tidak sadarkan diri.
"Eunghh.." lenguhnya setelah sadar karena hampir satu jam tidak sadarkan diri.
Adara sama sekali tidak bisa bergerak, karena tangan dan kakinya yang diikat di sebuah kursi. Jujur saja, badannya terasa sakit karena pingsan dalam posisi duduk.
Sial gue lengah
"Hah, sudah bangun sayang?" Adara sama sekali tidak ingin menanggapi pria itu. Lagipula dia tidak mengenalnya. Apasih yang sebenarnya pria itu mau.
"Lama juga kamu tidurnya, capek lho saya nunggu." Kalo capek ngapain ditungguin bapak tua. Batin Adara kesal.
"Paman suka banget basa-basi, langsung ke intinya aja bisa gak sih?" Cibir Adara dengan mata yang memicing tajam. Kemudian tenang kembali.
Pria itu melongo sesaat tetapi kemudian tertawa keras, tidak menyangka Adara benar-benar tidak suka basa-basi. Tidak sia-sia dia membuang waktunya jika mendapat hiburan semenarik ini. Sungguh, ini adalah hiburan paling menarik yang pernah dia lihat.
KAMU SEDANG MEMBACA
FATAMORGANA
Teen FictionKarya original _________________ Adira Quinne, gadis berjuta misteri. Sosoknya yang dingin tak tersentuh membuat orang yang ingin mendekatinya harus berpikir ribuan kali. Dibalik sifat dinginnya, tak ada yang menyangka bahwa ia adalah gadis yang ra...