Part 16

138 22 0
                                    

"Papa sudah menemukan petunjuk?" Pria yang ditanyai menggeleng lemah. Sudah dua hari mereka mencari pelaku dibalik penyebab Adara kecelakaan, tapi sampai hari ini tidak ada petunjuk apapun atas kejadian itu. Karena Adara kecelakaan murni karena kesalahannya yang tidak hati-hati untuk menyebrang saat akan mengejar pria yang dicurigainya.

"Tapi, Pa. Gilang pikir gak akan ada yang mengusik Adara kecuali Adara berbuat sesuatu terlebih dahulu. Tapi, Adara pun sama ia tidak akan bertindak kalo tidak ada yang mengusiknya."

Haris yang mengerti pun manggut-manggut. Tidak ada asap kalau tidak ada api. Bisa jadi Seseorang dibalik pria berbaju hitam yang dilihat Adara mungkin adalah seseorang yang memiliki urusan yang belum tuntas dengan Papa ataupun Mama gadis itu, kalau gadis itu tidak melakukan sesuatu yang membuat seseorang terusik.

"Papa pikir jika Adara tidak melakukan sesuatu yang membuat seseorang terusik, mungkin ada urusan yang belum selesai antara orang itu dengan orangtua Adara." Haris terlihat berpikir, "Agam mungkin, atau Adina? Papa pikir diantara mereka hanya Agam yang banyak tingkah."

Gilang duduk dikursi sebelah Papanya dan memangku dagunya. "Tante Dina sudah lama pergi, Pa. Om Agam yang berpotensi berbuat sesuatu."

"Hissh... kalian ini, orang udah meninggal kok diomongin sih. Dosa loh."

Nyonya rumah menimpali. Ghea baru saja pulang dari rumah sakit untuk menemani Adara. Karena kedua saudarinya sudah pulang sekolah, maka ia berpamitan untuk pulang. Jadilah ia disini, bersama dengan kedua pria yang sibuk menerka-nerka.

"Lah, lebih dosa gosipin orang tau Ma. Katanya kalo gosip sama aja makan bangkai saudara sendiri. Hiiiii... Jijik deh, Ma." Timpal Gilang penuh penghayatan, yang langsung ditimpuk bantal oleh sang Ratu.

Haris hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan tawanya yang khas.

"Nanti malem, masakan Mama haram buat kamu." Ancam Nyonya rumah, Gilang panik pasalnya selama ini ia jarang sekali makan makanan luar selain masakan Mamanya. Meskipun ada meeting dengan sajian menggugah selera sekalipun, ia hanya memilih untuk minum.

"Oke, fiks. Mama tega buat anak kesayangannya mati kelaparan." Balasnya lemas. Ghea pura-pura kesal dengan wajah yang dialihkan kearah lain.

"Ma, Papa mau ke Luar negeri minggu depan, mau ikut gak?"

Ghea menoleh antusias. Tapi mengingat Adara yang masih terbaring diranjang dengan infus yang masih menancap, rasanya ia tidak tega meninggalkan gadis itu untuk pergi.

Perubahan raut wajah wanita itu terbaca oleh suaminya. "Kok sedih?"

"Adara masih belum bisa pulang, Pa. Paling tidak 2 minggu lagi sampai dia bisa jalan dengan normal baru dia pulang. Mama gak tega ninggalin dia."

"Lah kan ada Gilang, serahin urusan Adara pada Gilang."

Ghea melirik sinis pada putra semata wayangnya itu. Tidak yakin jika Adara akan baik-baik saja dengan anak laki-lakinya yang meskipun seorang public figure tapi kelakuannya kayak preman pasar.

"Preman pasar kok mau jagain anak Mama." Sinisnya.

"Justru preman itu kan kuat, Ma. Kuat dong buat jagain Adara." Bangganya dengan menunjukkan otot bisepnya yang tidak terlalu seberapa tapi terlihat sedikit menonjol.

"Jadi Mama nolak nih?" Tanya Haris sekali lagi.

"Kali ini gak, Pa. Anak Mama lebih penting daripada shopping diluar negeri." Jelas wanita itu tegas. Gilang sampai geleng-geleng kepala dibuatnya.

"Yang anak kandung Mama tuh Gilang apa Adara sih, perasaan Gilang sakit gak segitu khawatirnya deh."

Pernyataan skeptis Gilang mendapat gelaan tawa dari Haris. Tentu saja ia hanya becanda, karena sebanyak apapun gadis itu menarik perhatian Mamanya, ia tidak pernah cemburu ataupun merasa kehilangan Mamanya. Justru ia senang, jalannya untuk mendekati Adara semakin lebar kan?

FATAMORGANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang