Seperti janjinya kemarin, Adara datang kerumah Alam untuk menemani Aira. Menghabiskan hari bersama gadis itu, sampai akhirnya waktu istirahat Aira tiba.
"Orangtua lo masih diluar?" Tanyanya mengingat dari kemarin hanya ada mereka yang ditemuinya.
Alam mengangguk, membuat Adara juga mengangguk mengerti.
"Gimana rasanya tinggal dirumah segede ini tapi cuma berdua?" Tanya Adara penasaran, dan memastikan apakah yang dirasakan olehnya dan Bu Sekar dulu sama dengan gang dirasakan Alam.
"Ya gini-gini aja, sepi. Kadang ngerasa sesak gitu, padahal rumah seluas ini. Rumah lo pasti rame kan, ada bokap nyokap, kembaran lo, sama bu Sekar. Gue bayanginnya aja seru." Kekeh Alam.
Adara tertawa, merasa lucu saja ternyata apa yang dirasakannya sama seperti yang dirasakan Alam.
"Kenapa lo ketawa?"
Adara berusaha meredam tawanya, "Itu juga yang gue rasain selama 12 tahun hidup gue." Katanya menatap alam sambil tersenyum. Tapi cowok itu malah mengernyitkan keningnya dalam.
"Maksud lo?"
"Bukannya lo tinggal bareng kembaran lo dirumah itu?"
Adara terkekeh, menggelengkan kepalanya.
"Hidup gue gak seindah yang lo bayangin, Lam. Heh, gue aja suka iri ngeliat keluarga utuh yang lagi liburan bareng."
"Terus apa maksud lo yang sama kayak gue selama 12 tahun?" Tanyanya menuntut penjelasan.
Sejenak Adara termenung, dibayangan semua orang hidupnya serba sempurna. Tapi, yasudahlah hidupnya memang sudah sempurna sekarang. Tidak perlu mengingat masa lalu.
Adara menggeleng tapi senyumnya tidak pudar dari bibirnya yang tipis. "Cari tempat tenang yuk, Lam. Biar enakan."
Akhirnya mereka mendatangi danau, yang tentu berbeda dengan danau yang berada tidak jauh dari panti waktu itu. Adara menikmati pantulan benda-benda didaratan yang tercetak diair.
"Jadi?" Tuntut Alam begitu penasaran dengan perkataan gadis itu sebelumnya.
"Mau denger cerita gue versi sedih, apa biasa aja?" Tanyanya padahal hal itu tidak seharusnya ditanyakan, terserah pencerita ya kan.
"Semau lo aja deh."
"Lo kenal gue udah berapa lama? Suka banget liat gue pas lagi sedih-sedihnya." Cibir Adara mengingat setiap bertemu Alam, ia seperti bukan Adara yang biasanya. Saat bertemu Alam pertama kali, ia bahkan dalam keadaan menangis, melamun, dan entah seperti ada keajaiban apa dengan cowok itu hingga ia bisa menyuguhkan paket komplit mulai senang, sedih, kesal dan sebagainya.
Alam terkekeh, mengusap rambut lembut Adara. "Ya soalnya lo cantik kalo pake paket komplit. Dingin lo gak enak diliat soalnya."
"Lo mau ngejek gue apa hina gue?" Sungut gadis itu.
"Itu pujian betewe." Acuh Alam yang tidak menoleh sama sekali kearah Adara yang berekspresi kecut.
Keheningan menemani mereka beberapa saat. Saling menyelami pikiran masing-masing.
"Gue anak terbuang, Lam." Ucap Adara tiba-tiba, Alam menoleh dibuatnya.
Ia menatap Adara seolah mengatakan 'maksud lo?'
Adara terkekeh, "Iya, gue anak terbuang. Dulu nyokap gue mergokin bokap selingkuh, terus kabur bawa Adira. Gak lama setelahnya, bokap juga pergi bawa Adila. Mereka cerai, dan ninggalin gue, lupain gue. Gue ditinggal sendirian, dirumah itu, ditemani ibu asuhku, bu Sekar." Adara tersenyum miris, menatap pantulan benda-benda diair.
KAMU SEDANG MEMBACA
FATAMORGANA
Teen FictionKarya original _________________ Adira Quinne, gadis berjuta misteri. Sosoknya yang dingin tak tersentuh membuat orang yang ingin mendekatinya harus berpikir ribuan kali. Dibalik sifat dinginnya, tak ada yang menyangka bahwa ia adalah gadis yang ra...