Weekend biasanya adalah waktu yang tepat untuk memanjakan diri dalam gulungan selimut, meneruskan indahnya mimpi dalam pejaman. Seperti halnya Adara yang masih bergelung dalam selimut, meskipun biasanya gadis itu akan memilih jogging. Efek dari kecelakaan lalu, membuat kakinya terbatasi untuk berjalan ataupun berlari, ia harap itu segera berakhir.
"Eunghhh." Lenguhnya ketika mendengar pertengkaran dibawah. Ia bisa pastikan Adira dan Adila sedang berdebat lagi. Keduanya memang tidak bisa dipisahkan. Adira yang merasa sok benar dan Adila yang tidak mau kalah.
Ia segera berjalan ke pagar pembatas, melihat kebawah dan berteriak.
"Kalian kalo mau berantem dihutan sono, pagi-pagi ganggu orang tidur."
Keduanya yang berada diruang keluargapun diam, tak berselang lama setelah Adara hilang dari pandangan lagi-lagi mereka memulai lagi.
"Gara-gara kamu kan, Kakak marah."
"Enak aja, gara-gara lo lah."
"Kamu."
"Lo."
"Kamu."
"Lo."
Adara menutup telinganya dengan bantal, bisa pecah kepalanya jika masih mendengar suara cempreng mereka. Suara mereka persis seperti kaleng minuman bekas yang diberi kerikil didalamnya.
Pada akhirnya ia menyerah, ia singkap selimut yang membungkus tubuhnya dan berjalan menuju kamar mandi untuk menggosok gigi dan membasuh wajahnya.
"Kalian emang gak bisa ya gak berantem satu hari aja." Dongkol Adara yang masih ditengah tangga dengan tangan yang bersedekap.
Melihat keduanya hening lagi, Adara memutuskan untuk melanjutkan langkahnya dan berjalan menuju dapur. Terdengar keduanya sudah mulai akur sekarang.
Akhirnya, batinnya.
Tangannya sibuk mencuci sayur dan buah-buahan sedangkan disisi lain Sekar memasak untuk mereka berempat. Wanita itu sama sekali tidak terganggu dengan keramaian kediaman ini, ia malah senang karena kediaman ini ramai kembali.
___
"Ini nadanya buat topi saya bundar, Ra. Dengerin lagi nih." Kali ini mereka berpindah sambil duduk dengan piano dihadapan mereka.
"Bukan loh, ini nadanya burung kakak tua." Adira menekan tutsnya dan memainkan aransemen lagu itu.
"Tuh, tuh, ini nadanya punya topi saya bundar."
"Ngeyel banget sih lo, ini tuh punyanya burung kakak tua."
Lalu gadis itu menyanyikan lagu diiringi aransemen lagunya. Merasa tak ingin kalah, akhirnya Adila melakukan hal yang sama setelah. Mereka sama-sama tak ingin mengalah dan berpegang teguh dengan keyakinan masing-masing.
"Loh kok bisa sama." Teriak keduanya.
"Yaudah kita main bareng-bareng terus kamu nyanyi burung kakak tua, aku nyanyi topi saya bundar gimana?" Saran Adila.
"Oke, yuk coba."
Burung kakak tua
Topi saya bundarHinggap dijendela
Bundar topi sayaNenek sudah tua
Kalau tidak bundarGiginya tinggal dua
Bukan topi saya"Waaaaaa, kok bisa sama? Penciptanya sama kah?" Teriak Adira heboh. Adila segera meraih ponselnya dan mengetik pencipta lagu keduanya.
"Topi saya bundar yang nyiptain pak Kasur, terus yang burung kakak tua belum diketahui pencipta aslinya Karena banyak versi. Tapi banyak penelusuran yang menyebutkan kalo yang nyiptain pak R.C Hardjosubroto."
KAMU SEDANG MEMBACA
FATAMORGANA
Teen FictionKarya original _________________ Adira Quinne, gadis berjuta misteri. Sosoknya yang dingin tak tersentuh membuat orang yang ingin mendekatinya harus berpikir ribuan kali. Dibalik sifat dinginnya, tak ada yang menyangka bahwa ia adalah gadis yang ra...