Chapter 13

13.4K 1K 20
                                        

13. Pasar 2

____________________

Alvaro yang tengah asik menggoda pacar kelimanya tiba-tiba menegakan tubuh. Pandangannya menatap tajam dua orang yang menuju parkiran dengan tangan si cowok merangkul gadis yang sangat dikenalnya.

"Anjir!" Pekiknya keras saat kedua orang itu masuk mobil lalu tak lama kemudian mobil melaju keluar gerbang sekolah.

"Kenapa, Yang?"

Tanpa memedulikan adik kelas sekaligus pacarnya, Alvaro langsung beranjak dan berlari mencari seluruh saudaranya.

Brak!

"Starla!"

"Ken!"

Alvaro mengedarkan pandangan, menatap seisi kelas. Dan kembali berlalu saat tak melihat satu pun saudaranya.

"Anjir, mereka dimana?"

Hingga tibalah ia di ruang dengan pintu berwarna hitam.

Brak!

Beberapa pasang mata yang tengah asik berbincang sambil bermain game mendongak, menatap Alvaro yang baru saja datang dengan napas tersengal-sengal.

"Alula mana?" tanya Alvaro mengedarkan pandangan.

"Alula lagi sama kak Asa," jawab Starla.

"Anjir! Jadi beneran mereka," pekik Alvaro panik.

Kening Attar berkerut. "Kenapa sih?"

"Asa bawa Alula pergi naik mobil,"

"Tau dari mana lo?"

Alvaro menatap kesal Ken. "Gue liat sendiri, bocah."

Attar dan yang lain beranjak dari duduknya. "Mereka kemana?" tanya Alta.

"Gak tau," jawab Alvaro lesu. Sedetik kemudian pemuda itu menjetikkan jari. "Ken, lo pernah pasang gps di mobil Asa kan?"

Sontak saja membuat Ken mengangguk. "Bentar, gue cek dulu." Ken mengambil ponsel dan berkutat dengan benda pipih itu beberapa saat sebelum kembali mendongak menatap seluruh saudaranya.

"Kak Asa kayaknya bawa Alula balik ke mansion."

"Yang bener lo?" Ken mengangguk yakin.

"Iya Ken benar, barusan Alula chat aku katanya mereka pulang ke mansion, Kak," timpal Starla menunjukan personal chatnya dengan Alula.

Ken berdecak kesal. "Kenapa kamu gak bilang dari tadi?"

Starla mengedikkan bahu. "Kamu yang mau-maunya aja disuruh kak Varo."

Alvaro yang mendapat pelototan tajam dari Ken hanya menyengir tak bersalah. "Gue panik, jadinya lupa," alibinya dan membuat Ken mendengus.

"Susul aja gimana?" ujar Awan yang dari tadi terdiam. Menyimak pembicaraan saudaranya.

Starla mengangguk setuju. "Boleh, Kak. Lagi jamkos juga kan?" Dan diangguki semua saudara-saudaranya.

Tak butuh waktu lama bagi mereka mengendarai mobil menuju mansion. Hanya butuh lima belas menit lebih tiga puluh lima detik dengan kecepatan di atas rata-rata.

"Angkasa benar-benar. Pulang gak ngajak-ngajak, gue kan juga pengin pulang." Alta berdecak saat melihat mobil hitam milik Angkasa terparkir di bagasi.

"Itu bukannya Alula, kak Asa, mami sama bunda ya?" tanya Starla saat melihat empat orang tengah berdiri di depan pintu mansion.

"Eh, iya," ucap Awan. "Samperin yuk," ajaknya diangguki semua saudaranya.

"Tapi Asa ikut kalian," samar-samar mereka mendengar suara Angkasa. Lalu diangguki ketiga wanita Gavriel.

"Kami juga ikut."

Starla, Ken, Alta, Attar, Awan, Alvaro berujar bersamaan tanpa tahu kemana tujuannya.

°°°°°

Butuh waktu satu jam lebih untuk sampai di pasar tradisional dekat rumah kontrakan Luna dan Alula dulu. Banyak pasang mata yang menatap ke arah mereka saat pertama kali turun dari mobil mewah.

Luna hanya tersenyum tipis saat beberapa orang yang dikenalnya menyapa. Pun dengan Alula yang lumayan akrab dengan beberapa tetangga dan orang-orang di pasar.

"Bun, mau beli apa?" tanya Starla saat mereka berjalan keluar dari area parkir.

"Mau beli jagung sama udang." Bukan Luna yang menjawab tapi Senja.

"Kenapa gak beli di supermarket aja? Lebih higienis," ujar Awan saat melihat banyaknya genangan air.

"Justru itu, Kak. Disini lebih segar daripada di supermarket dan yang paling penting lebih murah," jawab Alula menyengir di akhir kalimat.

"Tetap aja kualitasnya lebih terjamin di supermarket," timpal Alvaro. Pemuda itu sama sekali tak pernah menginjakkan kaki di pasar tradisional.

"Gak tuh," sanggah Alula. Ia menatap tajam Alvaro. "Buktinya Alula sama bunda sering beli di pasar baik-baik aja,"

"Malahan lebih hemat. Separuh uangnya bisa ditabung," lanjutnya.

"Mana ada. Tuh lihat jorok banget," tunjuk Alvaro kepada pedagang ayam yang tengah memotong-motong pesanan beberapa ibu-ibu tanpa menggunakan sarung tangan.

"Kak Varo pulang aja sana. Ribet banget perasaan, ngomel mulu kayak ibu-ibu," ketus Alula dan Alvaro langsung bungkam.

"Hush, Alula gak boleh gitu," tegur Luna yang dari tadi menyimak.

Baru saja Alula akan menjawab tiba-tiba ada wanita paruh baya datang dengan celemek usang.

"Loh, Alula?"

"Bos!" Pekik Alula langsung memeluk tubuh wanita paruh baya itu dan melepas rangkulan Angkasa. "Bos, apa kabar—akh!"

Alula memekik begitu wanita paruh baya yang dipanggil bos itu menjewer telinganya.

"Kamu kemana aja, huh? Gak ada kabar sama sekali," lalu tatapan wanita itu beralih kepada Luna. "Kamu juga. Pergi gak bilang-bilang."

"Bos, sakit!" Pekik Alula melepas paksa tangan wanita itu dari telinganya. Ia memanyunkan bibir mengelus telinga yang sedikit memerah.

"Mbak Yuni, apa kabar?" tanya Luna tersenyum. "Maaf ya, Mbak. Waktu kami pergi gak pamit dulu, soalnya mendadak."

"Baik," jawab wanita bernama Yuni itu. "Oke deh, Mbak maafin kali ini."

"Gitu dong, Bos kan baik harus saling memaafkan." Alula berujar kembali memeluk tubuh gempal Yuni.

"Kalian ngapain kesini?" Pedagang ayam itu mengalihkan tatapan selain Luna dan Alula. Dahinya berkerut dalam saat tak mengenali mereka.

"Dan mereka siapa?" Lanjut Yuni.

"Kakak-kakak Lula dan mami Lula,"

"Kakak? Mami?"

"Ah, itu. Ceritanya panjang, Mbak. Kapan-kapan kalau sempat Luna ceritakan," sambar Luna saat melihat tatapan bingung Yuni.

"Terus kalian mau ngapain?"

Alula menyengir. "Mau ke kiosnya cik Lin Mei, Bos."

Yuni mengangguk-angguk mengerti. Lalu ia berpamitan dan kembali melanjutkan langkah yang tertunda untuk mengambil stok ayam yang baru saja di antar anaknya di parkiran pasar.

°°°°°

Huhuuuu😭
Maaf banget telat update😭

Published,
Jum'at, 7 Mei 2021

Spectacular BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang