Chapter 21

6.1K 391 142
                                    

👋 Hallo gessss, apa kabar?

Maaf ya Ica baru sempet update karena satu dan lain hal.

Kangen gak sama Ica? Atau,

Alula?

Attar?

Angkasa?

Starla?

Yang lain?

Happy Reading📖

_______________

21. Kilas Balik

________________

Setelah kematian istri pertama suaminya, hidup Luna bagaikan di neraka. Setiap langkahnya diiringi tatapan sinis dan mencemooh, serta julukan pembunuh kini tersemat di belakang namanya. Padahal mereka tidak tahu apapun!

Suami yang seharusnya mengahisinya justru semakin membuatnya merasa tidak lebih dari seorang budak. Diperparah dengan keluarga sang suami dan sahabatnya yang membencinya terang-terangan.

Bukan makian lagi yang diterimanya. Luka fisik pun Luna terima dengan lapang. Mengingat dua buah hati yang membutuhkannya membuat Luna bertahan di tengah-tengah keluarga yang terus menolaknya.

Namun, ketika hasil kekerasan sang suami membuat satu nyawa hidup di rahimnya membuat Luna ketakutan. Apalagi dengan sadar Oberon mengatakan ingin melenyapkan janin yang masih berusia tiga minggu itu.

Demi Tuhan! Hati ibu mana yang tidak sakit ketika sang buah hati yang bahkan belum lahir kehadirannya sudah ditolak mentah-mentah oleh sang suami.

Demi melindungi janin yang masih ada di rahimnya, Luna menjadi egois. Ia memilih pergi meninggalkan dua buah hatinya yang masih membutuhkannya.

Luna pikir setelah pergi dari kehidupan suami, ia akan hidup tenang dengan calon anaknya. Tapi siapa sangka justru saat ini Luna harus mendekam di penjara bawah tanah milik musuh suaminya.

Entah apa kesalahan yang pernah ia perbuat hingga membuat hidupnya berantakan.

Srak!

Luna mendongak. Menatap dua orang berbaju hitam yang tengah menyodorkan sebungkus roti dan air mineral kemasan.

"Saatnya makan!"

"Tung-tunggu!" teriak Luna saat dua orang tadi hendak berlalu setelah meletakkan roti dan air mineral dengan kasar.

Tubuh kecil Luna bergetar. Sangat kontras dengan tubuh orang hamil yang seharusnya berisi. Ditambah dengan perutnya yang sudah membuncit.

"Ada apa?" sentak orang berbaju hitam yang terdapat luka panjang di wajahnya.

"Bi-bisakah berikan saya nasi? To-tolong, bayi saya ingin makan nasi," cicit Luna meremas dres putih yang sudah sangat kusam.

"Pfthahahaha ...."

Mendengar permintaan Luna, sontak membuat dua orang penjaga tadi terbahak kencang. Mereka memandang rendah Luna.

"Kau pikir ini rumah suamimu?" tanyanya sarkas. "Minta saja pada suami mu yang kaya raya itu."

Orang yang memiliki bekas luka pun menyahut, "Heh, kau lupa jika wanita ini sudah dibuang bajingan itu?"

"Kau benar," orang itu menatap iba Luna yang dibuat-buat. "Ck. Kasihan sekali hidupmu. Andai saja kau tak sedang hamil, aku siap menampung mu di rumahku menjadi istriku yang ke lima. Sayang sekali bos besar mengira bajingan itu menyayangimu dan anakmu."

Luna hanya diam mendengar mereka menghinanya. Mesti jauh di lubuk hatinya, ia merasa sakit yang teramat. Jika tak mengingat anak yang sedang menumpang hidup di rahimnya, sudah sejak pertama kali ia mengakhiri hidupnya saat menginjakkan kaki di penjara terkutuk ini.

"Sa-saya mohon. Tolong berikan saya nasi walau sesuap saja," pinta Luna memohon.

Sungguh demi apapun, Luna tiba-tiba sangat menginginkan nasi. Sejak beberapa bulan lalu sampai saat ini ia hanya diberi makan sebungkus roti dan mineral tiap tiga kali sehari.

"Sudah baik kami memberimu roti dan minum," gerutu orang yang memiliki bekas luka.

"Sudahlah, lebih baik kita pergi."

"Tuan! Saya mohon tolong beri saya nasi, kasihanilah bayi saya Tuan!" teriak Luna saat dua orang itu berlalu tanpa menghiraukan teriakannya.

"Tuan ... saya mohon ... beri saya nasi ...."

"Saya mohon ... hiks ...."

Luna menunduk. Menatap perutnya dengan rasa bersalah. "Maaf, maafkan Bunda, Nak ... maaf ...."

°°°°°

Di sebuah ruangan temaram. Seorang pria dewasa bersandar di sofa. Kedua kakinya diletakkan ke atas meja. Sedang tangannya memegang gelas berisi cairan berwarna merah atau yang sering disebut red wine. Sesekali pria itu menyesapnya pelan.

Tatapan matanya menatap ke arah ranjang. Dimana tiga orang wanita telanjang bulat di atas ranjang. Memandang bagaimana saat wanita-wanita itu berebut meraih puncak kenikmatan masing-masing. Hingga mereka melupakan jika sedang berhubungan dengan sesama wanita. Sangat menjijikan.

Satu hal yang mereka lewatkan. Mereka lupa jika saat ini sedang bersama sosok iblis yang menjelma menjadi pria tampan pemikat wanita.

Pria itu berdecak sinis. Melihat adegan di depannya tak membuat nafsunya terpancing sama sekali.

Walau begitu ia sangat menikmati apa yang tersaji di depannya. Tak sabar menanti ketiga wanita itu kelelahan dan berhenti dari kegiatannya. Dan, boom! Semuanya berakhir. Tanpa sisa.

Membayangkannya saja membuat sesuatu dalam dirinya meronta. Sisi iblisnya tak sesabar itu ingin segera melihat darah berceceran dengan lubang di kepala setiap wanita itu.

Pria yang memiliki tatapan tajam tersebut hanya diam saat mendengar suara langkah kaki mendekat. Hingga tak lama muncul seorang pria yang usianya lebih muda lima tahun darinya.

"Tuan," Pria yang menjabat sebagai tangan kanan itu menundukkan kepalanya hormat. Lantas kembali menegakkan kepalanya, menatap iris mata majikannya.

"Saya mendapat informasi jika saat ini istri kedua Oberon dan putrinya telah kembali."

Mendengar berita dari bawahannya tersebut, pria itu menyeringai. Seiring dengan tatapan matanya yang menajam.

Prang!

Gelas yang ada di genggaman tangan seketika pecah saat pria itu menggenggamnya terlalu erat. Darah mengalir dari telapak tangannya tak membuat pria itu kesakitan. Tanpa kata tangannya terulur meraih sebuah pistol keluaran terbarunya dari dalam saku jas.

Dor!

Dor!

Dor!

Dalam tiga kali tembakan tiga wanita di atas ranjang seketika meregang nyawa. Pria itu menghirup udara dalam-dalam, bau anyir darah tercium bagai parfum menyegarkan. Sangat menenangkan.

Pemandangan di depannya sungguh pemandangan yang sangat indah. Tiga wanita telanjang dengan lubang di kepala masing-masing. Bukankah itu sangatlah cantik?

Tanpa kata pria itu meninggalkan ruangan. Sementara sosok bawahannya bergegas menyuruh bawahan lainnya untuk membereskan kekacauan yang dibuat majikannya. Terlalu sering hingga ia dan rekannya sudah terbiasa dengan mayat-mayat yang diciptakan majikannya.

°°°°°

Next gak nih?

Spam next dong kalau SB mau tetep lanjut 👉

Published on,
Selasa, 26 Juli 2022

Spectacular BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang