[16] EPIPHANY - Kerangggg

28 10 7
                                    

Ray berdecak sebal ketika sambungan telpon sudah diputuskan sepihak oleh Vira. Pemuda itu mengambil jaketnya lalu berjalan keluar kamar. Sejujurnya dia paling anti mengantar orang baru, apalagi orangnya seperti Kiran.

Bahkan first impression mereka bisa dibilang tidak baik. Tapi sekarang Kiran juga sudah menjadi salah satu teman Vira. Lagipula kalau Ray tidak mau mengantar Kiran, pasti gadis cerewet itu akan mengadukannya pada Bunda.

Sedangkan Ray sangat penurut dengan Bunda nya. Bisa Ray lihat diruang tamu Vira dan Kiran tengah duduk sambil menunggu dia, sepertinya.

Vira langsung menampilkan cengiran kudanya. "Tuh, lo dianter sama dia ya."

Kiran yang sedang memainkan ponselnya langsung mengalihkan atensinya kearah Ray.
"Jadi lo tadi nelpon dia?"

Vira mengangguk sambil nyengir. "Gapapa ya sama dia, dia gak sejahat itu kok, lo gak usah berpikiran dia bakal buang lo ditengah jalan."

Ray yang mendengar itu langsung mendengus, kalau bukan karena ingat Bunda dan juga kasihan sudah malam, Ray mana mau nganterin orang yang menurutnya masih asing.

"Mau pulang apa gak," ujar Ray, datar.

"Gue minta jemput aja ya?" Bisik Kiran.

Vira menggelengkan kepalanya. "Jangan, kasian dong udah malam, sopir lo juga butuh istirahat."

Merasa dikacangi, Ray mengulangi ucapannya dengan nada yang sedikit keras. "Mau pulang apa gak." Kata Ray dengan sedikit penekanan.

"Cepet. Dia kalau marah nyeremin, Ran!" Peringat Vira dengan wajah sok seriusnya.

Daripada membuat masalah dirumah orang, lebih baik Kiran mengiyakan saja. Lagipula tidak baik menolak tumpangan gratis.

"Yaudah, oke."

-o0o-

Sepanjang perjalanan tidak ada percakapan apapun. Ray fokus mengendarai sepeda motornya, sedangkan Kiran sibuk menatap jalanan yang masih banyak kendaraan berlalu lalang.

"Dimana?" Tanya Ray tiba-tiba sambil berteriak.

"HAH?" balas Kiran.

"Dimana?" Ulangnya.

Kiran mengerutkan keningnya. "Apanya yang dimana?"

"Tanah kuburan yang bagus!"

"Lo mau ngubur apa?" Balas Kiran sambil sedikit memajukan wajahnya.

Ray melirik di kaca spion lalu tersenyum sinis dibalik helmnya. "Lo!"

Jawaban nyeleneh Ray membuat Kiran refleks mencubit pinggang Ray dengan sebal. "Sembarangan! Belum pernah digeprek ginjal ya lo!" Sewot Kiran.

"Alamat lo! Makannya punya otak jangan di isi haluan terus!" Ketus Ray.

"Tinggal bilang 'alamat rumah lo dimana?' apa susahnya! Gue mana paham bahasa tembok yang cuma sekata dua kata." Cerocos Kiran jengkel.

"Berisik." Ray memutar matanya jengah. "Alamat lo buruan, lemot."

"Jalan Akasia, komplek Cendrawasih blok B,"

Tanpa menjawab Kiran, Ray menambah kecepatan motornya. Bentar lagi sampai.

10 menit berlalu akhirnya motor Ray berhenti di depan sebuah rumah mewah dengan cat berwarna silver. Ray melihat keadaan rumah itu sangat sepi.

"Lo gak salah rumah?"

"Apa? Maksud lo muka gue meragukan buat tinggal dirumah segede ini?" Kata Kiran sambil berkacak pinggang.

EPIPHANYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang