O4 :: mahavira's

1K 178 27
                                    

"Ntar jadi main kaga si?"

"Jadi lah, cuma bang Harja aja yang ga bisa"

"Oke ditempat biasa kan?"

"Yoi"

Tiga siswa ips itu berdiri sejajar di gerbang sekolah---menunggu jemputan. Jo dan San sebenarnya bisa berangkat pake kendaraan mereka sendiri tapi kalau hari Sabtu begini biasanya ramai jadi mereka minta dijemput. Kalau Maha bawa mobil sendiri sih cuma dua temennya ini 'maksa' buat ditemenin.

"Udah lo disini aja. Ntar gue sama Jo diculik gimana coba?" Itu yang dikatakan San beberapa menit lalu, yang membuatnya terpaksa ikut menunggu di gerbang juga.

Udah sabuk item taekwondo masih aja takut sama penculik. Batinnya heran.

"Lama banget sih jemputan kalian. Kulit gue sampe berkerut nih" Ujar Maha tak sabaran. Kalau bisa mah dia pengen ninggalin dua Edelsteen ini di gerbang, toh masih banyak murid lain yang juga menunggu jemputan. "Gue titipin ke pak satpam aja ya lo pada"

"Gak, jangan aneh-aneh lo! Ntar gue jajanin baso aci deh gimana?" Jo angkat bicara.

"Apaan masa orang kaya nraktir nya baso aci sih. K*FC gitulah minimal"

"Loh loh kok ngelunjak?!"

"Oh yaudah gue tinggal nih?"

San berdecak kesal. "Ah rese lo. Yaudah ntar gue beliin"

Senyuman lebar Maha langsung merekah. Beruntung banget nanti malam dia bisa makan enak, mana gratis lagi.

Tiga puluh menit kemudian..

Dua kakak beradik tadi sudah dijemput oleh supir pribadinya dan tepat setelah itu Maha langsung berlari menuju tempat parkir untuk segera pulang dengan mobilnya. Siswa-siswi di sekolah mereka memang sudah banyak yang menggunakan mobil untuk berangkat sekolah. Karena sudah legal dan mempunyai SIM, pihak sekolah tidak mempermasalahkan hal itu. Ya walaupun harus menyediakan lahan parkir yang lebih luas.

Sekarang, pria jangkung itu sudah berada di mobil dan sedang dalam perjalanan pulang ke rumah sebelum ada seseorang yang menelponnya beberapa waktu lalu.

"Lo nyampe mana? Lewat jalan pintas aja mending. Nih jalan raya arah ke rumah lo macet banget"

Maha langsung mengusap mukanya malas dan memutar setir untuk putar balik menuju jalan pintas.

"Kenapa selalu macet sih kalo weekend gini?! Bikin males aja" Monolognya. Tubuh tingginya ini ingin cepat-cepat direbahkan ke atas kasur karena kelelahan. "Kenapa juga sekolah gue kaga libur kaya sekolah lainnya?!" Lanjutnya.

Jalan pintas yang sedang ia lalui sekarang memang jauh lebih sepi karena berada di pedesaan yang kanan kirinya sawah semua. Sontak hati Maha langsung menghangat. Tangannya bergerak mematikan AC dan membuka kaca sebelahnya. Menurutnya, udara pedesaan lebih segar daripada hawa dingin dari AC mobilnya.

Tak tanggung-tanggung, ia juga memelankan laju mobilnya. Kalau dipikir-pikir lagi ternyata berkendara lewat jalan pintas ini tidak begitu buruk. Plus Maha memang tim pedesaan atau pegunungan daripada pantai.

Pikirannya penuh memikirkan banyak hal. Mulai dari apa menu makan siang buatan ibunya nanti, memikirkan nasib tugas-tugasnya yang masih menumpuk, bahkan juga ia baru sadar kalau ia tidak menemukan lampu penerang di sepanjang jalan yang ia lalui.

"Ga heran gue kalo misal banyak begal di daerah sini" Ini salah satu alasan Maha selalu takut kalau lewat jalan ini, banyak begalnya.

Mana waktu itu ia pernah jalan sendirian dan berakhir dikejar waria yang lagi stress karena putus cinta.

Matanya melirik ke spion. Ternyata hanya ada mobilnya yang melewati jalan ini.

Sebelum dirinya memikirkan hal yang tidak-tidak, keanehan itu malah sudah datang terlebih dahulu.

"HAH ANJRIT ITU APAAN?!" Ia berteriak sendiri dari dalam mobil.

Netranya menangkap seseorang yang sedang tiduran di tengah jalan dengan posisi memunggunginya. Bukan! Orang itu pingsan! Atau mungkin... meninggal?

Maha langsung menancap gas mobilnya menuju orang tersebut. Sesampainya disana, ia membuka pintu dan langsung berlari keluar.

Jenis kelamin orang itu adalah laki-laki, dengan rambut blonde lengkap dengan postur tubuh yang tinggi semampai. Sepertinya ia adalah korban tabrak lari yang juga sering terjadi disini.

Tapi tunggu, sweater yang dikenakan lelaki itu nampak tidak asing bagi Maha. Ia berusaha mengingatnya tapi tidak bisa. Memang sih, orang pikunan kedua setelah San itu Maha jadi ya wajar aja.

Tangannya bergerak membalik tubuh korban tersebut dan...

"HAH?! KOK DIA BISA ADA DISINI??" Maha refleks berteriak lagi. Kaget tentunya karena ia mengenal lelaki itu. Saking kagetnya ia jadi ngeblank dan bingung harus ngapain.

Sebelum pikirannya tambah kosong, kepalanya langsung menengok ke kanan dan kiri untuk mencari bantuan namun nihil. Rumah penduduk saja belum terlihat sejauh ini. Dengan terpaksa ia langsung mengangkat tubuh lelaki tinggi itu dan membawanya masuk ke mobil untuk dilarikan ke rumah sakit.

Kondisi pria itu kacau, tak jauh beda dengan Maha sekarang. Bedanya, lelaki itu kacaunya di fisik tapi Maha kacaunya di hati.

Semua kenangan dan ingatan yang berusaha Maha lupakan langsung berputar kembali di pikirannya. Kenapa? Kenapa orang itu harus kembali di saat ia sudah bisa merelakannya pergi? Kalau bisa, ia malah memilih untuk tidak pernah bertemu ataupun berhubungan dengan lelaki ini lagi.

Dia.. Yunantha Naraloka, orang yang pernah mengisi lubuk hati dan menjadi prioritas Maha dua tahun lalu.

Tbc

WHITE || AteezTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang