SELAMAT MEMBACA KISAH ARES DAN ADARA!
-
"Loh? udah bangun?" suara itu membuatku menajamkan penglihatan. Itu Ares, dia duduk di sofa ruang tamu dengan sebelah tangannya memegang buku. Jangan lupakan kaca mata yang bertengger membingkai wajahnya, membuat dia terlihat tampan berkali-kali lipat.
Jujur, aku sedikit syok dengan tingkah Ares hari ini. Sangat berbeda dari sebelumnya. Dia bahkan tersenyum kearahku, meski sangat tipis, tapi aku masih bisa membaca bahwa dia sedang tersenyum.
"Udah lama disini?" tanyaku mengabaikan pertanyaan tadi.
Ares kembali menetralkan wajahnya, "Kebiasaan."
"Apanya?" tanyaku bingung.
"Gue nanya apa tadi?"
"Loh? udah bangun?" ucapku seraya menirukan nada bicara Ares.
Ares menatapku tajam, "Itu denger, kenapa ga dijawab?" tanyanya lagi yang aku anggap umpan sindiran.
Aku berdehem, "Kan udah liat gue udah bangun. Ngapain nanya?" kataku.
"Ya" timpalnya lalu kembali membaca buku dipegangnya.
Sial, ini kenapa lagi dia datar. Padahal tadi wajahnya sumringah, dalam hitungan detik bisa berubah seperti semula. Aku yang merasa kesal karena didiamin begitu saja, lantas mendecak kesal. Untuk apa dia datang kalau cuman untuk membaca buku, pikirku.
Ares melirikku sekilas, lalu tangannya bergerak menyodorkanku sebuah buku, "Baca, dari pada diem gitu."
"Ya lo ngapain juga datang kesini kalau cuman baca buku!" ujarku kesal tanpa memperdulikan buku yang dia sodorkan.
Ares menarik kembali tangannya dan meletakkan buku tadi diatas meja yang berada di depan kami. "Terus mau ngapain?"
"Lah kok lo nanya sama gue sih!"
Ares menghendikkan bahu, "Ya gue gatau lo maunya apa."
"Dasar ngeselin," sindirku acuh.
"Gue denger,"
"Biarin!" ujarku kesal.
Ares yang melihat perubahan wajahku langsung menyimpan kaca mata dan buku-buku miliknya. Aku menahan senyum kemenangan yang hampir saja terbit ketika melihat Ares. Sedangkan Ares, setelah selesai membereskan bukunya, dia menatapku intens. Tentu saja membuat aku kelimpungan sendiri.
"Apa sih liat-liat," ucapku yang sudah tidak tahan lagi.
"Gue punya mata, jadi gue liat," jawabnya acuh.
"Oh, kirain kan,"
"Kirain apa?"
"Kirain i-itu.." aku sengaja menggantungkan ucapanku.
"Kirain apa?"
Aku mengangkat bahuku acuh, "gak deh, gak jadi."
"Ara..." panggilnya dengan suara lembut.
Fix aku enggak kuat diginiin terus. Kayaknya Ares perlu di ruqyah, siapa tau ada jin yang lagi merasukinya.
"Kirain naksir gue," jawabku acuh.
"Emang," gumamnya pelan namun masih bisa kutangkap dengan jelas. Tentu saja sangat-sangat jelas, karena posisi kami yang berada tidak jauh.
Aku berdehem karena setelahnya suasana mendadak hening. Aku melirik Ares yang membuka ponselnya dan tampak mengirimkan pesan. Sedangkan aku bingung mau ngapain, lagian ponselku, aku tinggalkan di kamar. Mau ngambil tapi malas banget gitu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTARES
Teen FictionBima Antares Denov (Ares) sama seperti bintang yang sedang sekarat di rasi skorpius. Menjadi siswa berprestasi tidak lantas membuat Ares mendapatkan kebahagiaan yang utuh. Ares yang tinggal di panti asuhan dan berkerja paruh waktu sebagai guru les p...